Share

Putus Lagi

Panggilan telepon dari Erika tak henti, mencari kabar tentang kekasihnya yang belum juga memberi jawaban. Hilang tanpa sebab. Bukankah kemarin baru saja mereka bersenang-senang? Apa yang direncanakan Jojo sekarang? Apa lelaki itu sengaja? 

Semua tanya mengguncang hati Erika. Kegelisahan akan kehilangan lagi pun merasuk. Namun, Erika mencoba bersikap baik dan wajar. Ia mengirim pesan manis meski amarah telah terlontar dengan kasar dari bibir berulang. 

"Ah! Ada apalagi, sih? Lihat saja kau wanita perebut pacar orang, aku akan membuatmu menderita juga. Tak 'kan aku biarkan dengan mudah Jojo kembali," ucap Erika dengan bibir bergetar. 

Ia yakin, pasti ada sesuatu lagi yang terjadi dengan Jojo. Namun, pikiran Erika tidak dapat menebak. Ia hanya bisa melontarkan amarah dan kebencian terhadap Sari. 

Sementara lelaki yang sedang ia cari, sejak tadi hanya diam menatap gawai yang terus berdering. Dari ujung matanya terdapat bulir bening penuh penyesalan. Tubuh yang terbaring di ranjang, seolah menandakan diri tidak memiliki kekuatan untuk bangkit dan menopang masalah baru yang telah diperbuat. 

Jojo hanya mampu menyalahkan diri sendiri, tanpa mengetahui apa yang sebenarnya terjadi. Perlahan dalam lamunan, bayang perselingkuhan dengan Erika muncul. Menghantui malam panjang. Ia tak percaya dengan apa yang telah dilalui. Ada yang salah, ucapnya berulang. 

"Apa aku sudah gila hingga menduakan Sari? Lalu, berpikir akan menikahi Erika juga? Apa yang sudah aku lakukan dengan gadis itu?"

Jojo tidak tahu apa yang harus ia lakukan sekarang. Apa masih ada jalan untuk bertaubat setelah melakukan kesalahan kedua. Bahkan lebih fatal dari yang pertama. Ia harus mengakhiri dengan Erika sebelum semuanya terlambat dan menyembunyikan aib besar ini. Tangannya mengusap wajah yang terdapat setetes air mata. Bibirnya mencaci diri berulang. 

"Tidak, tidak. Ini aib yang lebih buruk. Aku tidak tahu apa yang terjadi dan mengapa hati ini pernah berpikir ingin menjadikannya istri?" tanya Jojo berulang. 

Ia merasakan ada yang janggal. Semua terjadi begitu saja tanpa ia sadari. Seperti ada sesuatu yang telah membutakan hatinya. 

Semalaman Jojo berpikir keras, tanpa menemukan jawaban. Netra enggan terpejam dengan otak yang terus bekerja. Mencari tahu apa yang sudah terjadi dengan Erika. Hingga suara penyeru berkumandang. Mengagetkan Jojo. 

Ia melihat jam pada gawai. Sudah waktunya untuk solat dan bersiap berangkat kerja. Ia segera bangun dan membasuh wajah. Dalam sujud panjang kembali memohon ampun. 

***

[Assalamu'alaikum, Mas.]

[Walaikumussalam, Sayang.]

[Loh, kok mata kamu sembab? Kurang tidur?]

[Iya, aku ngerjain laporan di rumah semalam. Jadi kurang tidur.]

[Sekarang sudah mau berangkat kerja?]

[Iya, Ndok. Ini sebentar lagi.]

[Aku jadi pulang ke kalimantan besok, ya, Mas?]

[Kamu serius?]

[Kata Mama harus utamakan suami jika sudah menikah.]

Sebuah kabar baik menurut Jojo. Namun, ia harus segera menyelesaikan masalah dengan Erika sebelum Sari tiba di rumah. 

[Kamu besok ambil keberangkatan sore atau malam saja, biar aku pulang kerja bisa langsung jemput di bandara, ya?]

[Hmmm… oke, Mas. Niatnya setelah telepon kamu, mau pesan tiket.]

[Ya sudah, aku harus segera bersiap. Sebentar lagi berangkat.]

Mereka pun mengakhiri obrolan dengan ucapan salam dan rasa rindu yang saling diselipkan. 

Dalam perjalanan menuju tempat kerja, Jojo menyempatkan diri untuk membalas pesan Erika. Berulang ia mengetik pesan dan berulang juga dihapus kembali. Mencari kalimat yang cocok agar Erika bisa paham dan menerima keputusan Jojo. 

Sementara Erika yang sedang merias diri di kamar, tersenyum lebar menyambut pesan masuk dari Jojo. Perlahan ia mulai membaca pesan singkat itu dan tiba-tiba gawai dalam genggaman telah terlempar ke sudut ruangan. Menghasilkan benda pipih itu tak hanya retak tetapi hingga terlepas dari casing. 

"Apa yang lu pikirkan, Jo?" teriak Erika. 

Kali ini ia tak lagi meneteskan air mata justru amarah kebencian dan dendam mendorongnya untuk melakukan hal yang lebih gila agar lelaki itu segera takluk dan tak akan kembali lagi jatuh ke tangan Sari. 

***

Jam istirahat tiba, Jojo mengecek gawai, menanti pesan Erika. Tidak ada jawaban dari gadis itu. Jojo berharap, tidak terbalasnya pesan dari Erika adalah jawaban bahwa gadis itu telah melepaskan dan ikhlas hubungan mereka berakhir. 

"Ah, apa benar? Jika dia mencoba bunuh diri lagi, gimana?" ucap Jojo dalam hati. Jantungnya memompa lebih cepat. Ada rasa takut dan khawatir. Apa Erika akan melakukan hal bodoh itu lagi? 

Jojo menjauh dari keramaian, mencari tempat sepi dan mencoba menghubungi Erika. Namun, nomor yang dituju tidak dapat dihubungi. Rasa cemas dan bersalah semakin menggelayuti pikiran. 

Jojo mencari kontak telepon seorang teman Erika yang satu kos. Ia meminta tolong untuk mencari tahu Erika, apa gadis itu baik-baik saja? 

[Hallo, Fem.]

[Iya, Jo.]

[Lagi di kosan, nggak?]

[Iya, nih.]

[Apa gue bisa minta tolong lagi?]

Femi tersenyum lebar bersama Erika. Kedua gadis itu menggunakan pengeras suara dan dapat mendengar dengan jelas suara khawatir lelaki di balik telepon. Erika yang telah menebak Jojo akan mencari tahu dari Femi, tentu ia sudah lebih dulu berada di kamar temannya dan menceritakan semua. 

[Gue lagi berantem sama Erika dan dia nggak jawab pesan dari pagi. Apa dia baik-baik saja, Fem, di kamar?]

[Ah, ada-ada aja si lu. Kenapa lagi sih, Jo?]

[Tolong cek kamarnya, Fem. Gue khawatir dan kasih kabar ke dia kalau tadi gue transfer uang. Mungkin bisa dia pakai untuk keperluannya.]

[Maksud lu gimana? Itu uang damai, gitu? Tanda memperbaiki hubungan kalian?]

[Nggak, Fem. Titip pesan ke dia untuk gunakan uang itu sebaik mungkin dan gue sudah putuskan mengakhiri hubungan ini. Sampaikan kata maaf gue.]

Femi dan Erika yang duduk berhadapan saling tatap. Mereka tidak menyangka apa yang baru saja Jojo katakan. Erika telah menahan bibirnya dengan kedua tangan. Lalu, ia segera mengakhiri panggilan sebelum perkataan kasar terlontar dan terdengar. 

"Bajingan, 'kan, Fem?" Air matanya sungguh telah kering dengan napas memburu dan tangannya mengepal. Ingin melampiaskan amarah tetapi teman di hadapannya mencoba meredakan. 

"Ka, sabar. Tadi dia bilang, sudah transfer uang. Lu cek deh dan bisa dipakai buat pasang susuk 'kan? Tenang, Ka, masih ada jalan menuju roma."

Erika mengerjapkan mata dan mengatur napasnya lagi. Mencerna dengan baik perkataan Femi yang menurutnya benar. 

"Hape gue dah rusak, Fem. Nggak bisa cek dari M-bangking. Anterin gue ke ATM kalau gitu."

Mereka pun bergegas ke mesin ATM terdekat dan memeriksa jumlah saldo rekening Erika. Benar saja, uang dua puluh juta telah masuk. Erika tersenyum sengit dan menarik separuh uang itu. 

"Gimana, ada?" tanya Femi penasaran setelah Erika keluar dari ruang penarik uang tunai. 

"Cukup deh buat beli hape baru dan pasang susuk," jawab Erika. Tawanya pun keluar dan ia segera naik ke motor Femi. 

"Jadi, kapan lu pasang susuk?"

"Ah, gue udah banyak ijin kerja, Fem. Sekarang, gue mau biarkan mereka akur dulu. Sebelum hancurkan hubungan mereka. Kita tunggu aja tanggal mainnya." Kedua gadis itu pun tergelak. "Fem, ini uang cukup buat open table nanti malam. Kita fun dulu, gimana?"

"Asik, ide bagus tuh…"

"Selametan buat hajat yang lebih besar, menarik uang lebih besar dari ATM berjalan gue."

Mereka pun kembali tergelak-gelak dan Erika yakin, bahwa Jojo pasti akan kembali lagi ke pelukannya. 

"Lu nggak bisa lepas dari gue, Jo. Lihat aja tanggal mainnya," ucap Erika dalam hati. Wajahnya tersenyum sengit penuh dendam. 

Bersambung….

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status