[Sayang, maaf. Semalam kamu video call aku sedang di toilet. Terus lupa mau balas karena ketiduran. Kamu sudah sarapan?]
Sari tersenyum membaca pesan singkat Jojo. Baru juga satu malam mereka berjauhan, tetapi rasa rindu telah bergejolak mengusik hati. Ingin segera kembali bertemu.
[Aku lagi buat sarapan. Kamu sarapan apa, Mas?]
[Kamu masak apa? Aku lagi cari sarapan sambil lari pagi.]
"Pagi, Pak, Bu. Silakan menikmati sarapannya," ucap seorang wanita paruh baya yang baru saja menyajikan nasi goreng seafood ke meja tempat Jojo dan Erika duduk. Jojo pun segera meletakkan gawai dan menikmati sarapan bersama pacar gelapnya di tepi pantai.
Tentu jawaban Jojo mengenai sedang lari pagi dan mencari sarapan hanya sebuah kebohongan yang ia tutupi terhadap Sari.
[Aku masak nasi goreng. Ya sudah, lanjut saja, Mas. Jangan lupa sarapan, ya?]
[Oke. Kamu juga.]
Mereka pun saling mengirim stiker tanda peluk dan cium untuk mengakhiri percakapan.
"Sudah memberi kabar ke istrimu?" tanya Erika.
"Sudah, Honey."
Jojo tersenyum menyaksikan wajah Erika yang sangat terlihat sedang cemburu. Namun, ia senang karena semua rencananya telah berjalan lancar. Gadis di hadapannya sudah mau menuruti.
"Hei, kau cemburu?"
"Jangan kau tanya. Aku yakin, kau sudah tahu jawabannya."
Jojo tergelak-gelak mendapati jawaban sang kekasih. Tangannya mengelus lembut jemari gadis itu. Sejurus kemudian, Erika pun tersipu kala bualan manis terlontar. Tak henti dan tanpa ampun, Jojo membuatnya melayang dengan rayuan gombal.
Sementara dari kejauhan tampak Roni dan Ambar yang sedang bersiap melakukan pengambilan foto prewedding. Mereka berjalan mencari lokasi yang cocok. Mata Ambar tertuju pada meja tempat Jojo dan Erika menikmati makan paginya. Ia segera menghentikan langkah.
"Bang, ingat tidak ceritaku minggu lalu?" tanya Ambar. Roni mengerutkan dahi, mencoba mengingat cerita yang Ambar maksud. Namun, terlalu banyak obrolan di antara mereka, ia tak bisa menerka. "Itu lho, cowok yang chek-in sama cewek. Terus sebelahan sama cewek lainnya dan mereka semua tampak seperti pasangan yang baik-baik saja."
"Hmmm… itu. Kenapa lagi memang?"
"Itu…" Ambar mengarahkan wajahnya ke Jojo dan Erika tanpa menunjuk dengan jari. Sepasang kekasih yang terlihat mesra. Sesekali mereka saling menyuapi diiringi tawa.
Roni membuka kacamata hitam yang dikenakan untuk meyakinkan, apakah tidak salah dengan yang dilihatnya?
"Kamu tidak salah dengan yang dilihat waktu itu? Ciri-ciri wanita satu lagi seperti apa?"
"Benar, Bang. Aku masih ingat, kok. Hmmm… berhijab, logat bahasanya orang Jawa dan di KTP-nya pun berasal dari Jakarta."
Tidak salah lagi dengan apa yang Roni lihat sekarang. Lalu, Ciri-ciri wanita lainnya. Meski setahu Roni Sari tidak berhijab. Mungkin saja sekarang telah menggunakan penutup kepala itu.
Namun, apa yang dipikirkan Jojo? Bukankah ia menyatakan telah bertobat dan sungguh menyesal telah mengecewakan banyak orang?
"Kak, kita melakukan pemotretannya boleh di sana saja?" tanya Roni ke seorang fotografer. Ia pun segera menggiring rombongannya menjauh dari tempat Jojo.
"Loh? Kenapa sih, Bang?" tanya Ambar penasaran.
"Nanti aku ceritakan."
***
Jojo terlihat sangat segar dan bersemangat menyambut pekerjaannya. Semua teman-teman pun meledek kecerian Jojo karena bibirnya tak henti bersiul penuh kebahagiaan.
"Pengantin baru… nyengir terus…," ledek seorang temannya. Lalu, yang lain pun ikut menimpali.
Sementara Roni yang telah mengetahui perselingkuhan Jojo hanya diam, menatap lelaki bermata sipit itu penuh tanya.
"Sebentar lagi juga ada yang nyusul," ucap Jojo mengarahkan pandangan ke Roni. Semua pun bersorak meledek calon pengantin baru. Roni hanya tersenyum tipis menanggapi dan berlalu.
Apa yang harus Roni lakukan? Apakah ia memiliki hak untuk bertanya dan menegur perbuatan Jojo? Namun, ia tak bisa membuat hubungan baik dengan Jojo menjadi retak dan Roni tidak memiliki bukti apapun.
Ah! Apa ia bicara saja dengan Sari? Akan tetapi, bagaimana jika hubungan keduanya berakhir? Seperti dulu Sari mengambil keputusan dengan cepat untuk membatalkan pernikahan. Kasihan wanita itu, pasti ia akan semakin tenggelam.
Suara sirine panjang terdengar, menandakan waktu istirahat. Gegas Roni berjalan keluar untuk membeli makan siang. Ia duduk di sebuah warung nasi dan memesan makanan. Jojo yang melihat Roni duduk sendirian, ia pun menghampiri dan ingin makan bersama.
Keduanya hanya saling melempar senyum. Setelah makan, Jojo menghisap sebatang nikotin sedangkan Roni tengah berpikir. Bagaimana cara membuka obrolan tentang istri dan selingkuhan Jojo.
"Bro, kabar istri sehat? Sudah pindah ke sini berarti?"
"Iya, sudah ke sini seminggu yang lalu."
"Wah… pantas saja, tebakan anak-anak benar." Jojo meninggikan satu alisnya. "Itu… kalau lu lagi bahagia banget karena bini sudah pindah kesini." Jojo tertawa kecil.
"Justru dia lagi izin balik ke Jakarta, ambil barang-barangnya yang terlupa. Karena memang minggu lalu ke sini kita belum dapat rumah, dan dia nginap di Balikpapan sekalian gue ada kerjaan di sana. Makanya belum bawa semua barang."
Penjelasan Jojo semakin memperkuat dugaan bahwa wanita berhijab yang berada di hotel tempat Ambar bekerja adalah benar, Sari.
"Wah… LDR lagi?" Jojo hanya mengangguk sambil kembali menghisap rokok yang terapit oleh jari telunjuk dan tengah. "Tapi, cewek yang lu ceritakan itu sudah tidak mengganggu lagi 'kan?" tanya Roni to the poin.
Jojo batuk mendengar tanya Roni, ia mengibaskan tangan ke arah kepulan asap rokok yang bertebar di depan wajahnya.
"Cewek itu? Oh… nggak sih, dia udah bisa terima keputusan gue."
"Ya, syukurlah kalau gitu. Semoga tobat yang sudah kau jalani, diterima Allah. Biar lancar hubungan dengan istrimu." Jojo terdiam mendengar ucapan Roni. Ia segera mematikan rokok yang baru saja ia hisap setengah batang.
Entah mengapa, perkataan Roni membuatnya teringat oleh dosa. Merasa bersalah. Kali ini, ia sadar perbuatannya bukan hanya membohongi Sari dan keluarga. Akan tetapi, Tuhan. Ia telah ingkar janji. Bagaimana jika Tuhan murka?
"Gue duluan ke musola. Lu udah solat?" tanya Roni.
"Weh… iya, Bro. Duluan aja. Bentar lagi gue nyusul."
Jojo masih terdiam di bangku tempatnya duduk. Merenungkan kesalahan yang telah ia ambil. Apa yang terjadi, mengapa ia merasa sangat mencintai Erika padahal sebelumnya ia telah melupakan dan berpindah hati ke Sari.
Dering gawai Jojo mengagetkan dalam lamunan, ia segera melihat panggilan masuk yang ternyata dari Erika. Jemarinya sama sekali tak ingin mengangkat panggilan itu. Tatapannya pun hanya terpaku dan merasakan dosa yang sedang menghantui.
"Maaf, Erika," ucap Jojo dalam hati.
Panggilan dari Erika pun berhenti, berganti dering gawai itu memunculkan wajah istrinya. Jojo segera mengangkat telepon. Ada wajah ceria Sari dari sana, tersenyum manis yang sangat membuatnya rindu.
[Assalamu'alaikum, Mas. Hei… hallo… kok diam saja?]
Sapaan dari Sari tak di jawab Jojo. Lelaki yang muncul dalam layar gawainya menatap kosong penuh kesedihan. Membuat Sari khawatir, apa yang terjadi dengan Jojo? Apa ada yang salah?
[Mas?]
Sari mencoba menyapanya sekali lagi berharap mendapat jawaban. Suaminya berkedip dan menatapnya seperti orang yang telah kembali ke alam sadar.
[I-iya, Sayang.]
[Hmmm… kok tadi diam aja? Kenapa, Mas? Aku khawatir.]
[Mungkin sinyal buruk. Kamu lagi di kamar?]
[Oh… iya aku lagi di kamar. Baru selesai membereskan barang yang mau dibawa pindah ke sana.]
Sari mengarahkan kameranya ke perlengkapan yang telah ia siapkan. Dua koper besar dengan sebuah dus sedang.
[Wah kena charge itu kalau dibawa semua?]
[Habis gimana, daripada beli lagi di sana. Apa aku kurangi?]
[Hehehe nggak apa, Sayang. Bawa saja. Nanti aku ganti uang kamu yang terkena charge. Memang itu apa saja yang kamu bawa?]
[Iya ada baju, perlengkapan pribadi aku, dan ada beberapa perlengkapan masak.]
[Haduh… Bawa saja yang perlu. Nanti perlengkapan masak kita beli disini.]
Sari tertawa dan akhirnya menyetujui perkataan Jojo. Beberapa menit mereka habiskan waktu dengan canda dan obrolan penuh rindu. Rasa sayang pada hati Jojo pun bertambah dan Erika terlupakan begitu saja. Tanpa sebab.
[Ndok, jangan lama-lama di sana. Kalau bisa, besok kembali kesini.]
[Hmmm… Bukankah kemarin ada yang memberi izin seminggu aku boleh disini?]
[Hehehe ternyata rindu itu berat, Sayang. Aku nggak bisa tahan.]
Keduanya pun tergelak-gelak dan Sari mengakhiri panggilan setelah Jojo izin ingin melaksanakan solat.
Bersambung….
Panggilan telepon dari Erika tak henti, mencari kabar tentang kekasihnya yang belum juga memberi jawaban. Hilang tanpa sebab. Bukankah kemarin baru saja mereka bersenang-senang? Apa yang direncanakan Jojo sekarang? Apa lelaki itu sengaja?Semua tanya mengguncang hati Erika. Kegelisahan akan kehilangan lagi pun merasuk. Namun, Erika mencoba bersikap baik dan wajar. Ia mengirim pesan manis meski amarah telah terlontar dengan kasar dari bibir berulang."Ah! Ada apalagi, sih? Lihat saja kau wanita perebut pacar orang, aku akan membuatmu menderita juga. Tak 'kan aku biarkan dengan mudah Jojo kembali," ucap Erika dengan bibir bergetar.Ia yakin, pasti ada sesuatu lagi yang terjadi dengan Jojo. Namun, pikiran Erika tidak dapat menebak. Ia hanya bisa melontarkan am
Rumah masih tampak sepi, Jojo baru saja selesai membersihkan diri setelah bekerja seharian. Ia duduk di pinggir ranjang. Mengecek beberapa pesan masuk. Embusan napas kencang keluar dari hidungnya, merasa lega. Tidak ada satu pun pesan dari Erika atau Femi yang menandakan gadis itu baik-baik saja, pasti. Pikiran Jojo melayang. Ia masih tak menemukan jawaban atas sikapnya kemarin yang telah tega menduakan Sari. Perasaan bersalah pun terus mengusik. Hingga jemarinya mulai menghapus jejak tentang hubungan terlarang. Dimulai dari percakapan pesan, panggilan, struk booking hotel dan lain-lain. Jojo terlelap dalam tidur setelah menyelesaikan semua. Kurangnya beristirahat membuat ia begitu cepat pulas malam ini. Sementara Erika bersama beberapa temannya, asik
Sari meraih kotak merah muda yang terjatuh di lantai. Mencari apakah ada pesan di dalamnya. Nihil. Bahkan di plastik hitam pembungkus kotak pun hanya ada nama dan alamat lengkap Sari. Ia hanya bisa mengelus dada berulang, mencoba memahami maksud dari semua. Kira-kira siapa pelakunya?Wanita itu menggeleng, menolak pikiran yang langsung tertuju pada Erika. Sari memilih mengambil gawai dan ia memfoto kotak itu. Lalu mengirimkannya kepada Jojo dan menceritakan kejadian aneh yang baru saja terjadi. Mungkin, Jojo mengetahui pelakunya.Orang yang mengetahui alamat baru mereka hanya teman-teman kerja Jojo. Tidak mungkin Erika tahu, pikir Sari.Sementara Jojo yang baru membuka pesan Sari, terdiam. Tentu, pikirannya langsung tertuju ke Erika, sama seperti Sari. Ia s
"Sayang, hari ini kita liburan di rumah, ya? Aku lagi capek banget. Seminggu ini banyak lembur," ucap Jojo. Tangannya memeluk lingkar pinggang Sari yang sedang berdiri di dapur, mencuci piring."Iya, Mas. Ya sudah kamu istirahat saja.""Oh, ya. Gimana lamaran kerja kamu, apa sudah ada balasan?""Belum, Mas.""Ya sudah, kamu sabar saja dulu. Biasanya maksimal satu bulan. Nanti aku cari tahu info lowongan kerja di tempat lain juga."Sari mengeringkan tangan dengan kain yang berada di dinding di sampingnya. Lalu, ia membalikkan badan, melingkarkan tangan pada leher Jojo."Iya, Sayang. Teri
Buntu. Jojo tidak bisa berpikir jernih. Pesan yang dikirim ke Erika pun tidak kunjung ada balasan. Kenapa wanita ini? Ia kembali mengirim pesan ke Erika, mencaci wanita itu. Menyalahkan semua kepadanya. Satupun pesan dari Jojo tidak direspon, hanya tawa Erika yang semakin geli membaca pesan-pesan itu.Jojo putus asa, meninggalkan gawainya begitu saja di meja ruang tamu. Ia berjalan menghampiri Sari yang berada di kamar. Namun, pintu terkunci. Ia mengetuk pintu dan memanggil nama istrinya. Beberapa kali tidak ada jawaban, sunyi."Sar… tolong buka. Ayo, kita bicarakan." Rayu Jojo mengiba."Apa lagi, Mas? Kebohongan lagi?" teriak Sari."Sar, kita sudah dewasa. Ayo, kita bicarakan. Jangan
Selama seharian, Jojo tak henti memikirkan Erika. Bayang wajah gadis itu mengusik terus. Senyumnya menggoda, seolah membuat Jojo tak tahan ingin memeluk. Bau parfum, masih terasa melekat di hidung. Hingga Jojo merasakan hadir Erika setiap detik harinya.Ia tak paham, meski sudah berusaha menepis semua tetapi Erika sangat nyata dalam pikirannya. Bahkan tawanya sesekali terdengar, suara lembut Erika pun selalu berbisik kata cinta. Apa yang terjadi? Apa ini kejadian lagi seperti kemarin saat dia berusaha melepas Erika. Akan tetapi, kali ini rasanya lebih ada tarikan yang memperkuat.Tatapan Jojo kosong, mengedarkan pandangan ke jendela bis yang menampilkan hutan dengan pepohonan di sepanjang perjalanan. Bahkan suara bising dari teman-teman yang sedang mengobrol selama perjalanan pulang tidak dapat ia dengar. Hanya ada suara Erika
Seperti biasa, selepas melaksanakan Solat Subuh, Jojo bersiap berangkat kerja. Saat ia membuka pintu, percikan merah di teras mengganggu pandangannya. Matanya terbelalak menyaksikan."Sar, Sari…," teriak Jojo. Istrinya bergegas menghampiri sumber suara. Matanya ikut terbelalak saat mengarahkan pandangan ke tempat jari telunjuk Jojo."Apa itu, Mas?" Mereka saling pandang. Percikan itu tidak sedikit tetapi dari teras hingga ke pintu pagar. Bahkan ada bau anyir yang berseliweran.Segera Jojo menghampiri salah satu percikan merah itu. Mencoba mencium bau dan menerka."Amis," ucap Jojo. Pikiran negatif Jojo kembali merasuk, apa ada hubungan dengan Erika? "Kalau di kampung ini namanya&hellip
Lelaki bermata sipit itu bergegas mengenakan pakaiannya saat melihat waktu sudah pukul sebelas malam. Erika yang sudah tertidur pulas, terbangun mendengar suara ikat pinggang Jojo terjatuh ke lantai."Kamu, mau kemana, Honey?" tanya gadis itu."Aku harus kembali ke rumah.""Nggak nginep aja?""Tidak. Istriku bisa curiga. Aku pasti kembali."Jojo meninggalkan kecupan pada kening Erika dan menghampiri ojek yang telah ia pesan melalui aplikasi online. Langkahnya sedikit terburu-buru dan ketika menemui supir ojek pun ia meminta untuk cepat mengantar. Tidak ingin Sari berpikir aneh atau curiga.