Seperti biasa, selepas melaksanakan Solat Subuh, Jojo bersiap berangkat kerja. Saat ia membuka pintu, percikan merah di teras mengganggu pandangannya. Matanya terbelalak menyaksikan.
"Sar, Sari…," teriak Jojo. Istrinya bergegas menghampiri sumber suara. Matanya ikut terbelalak saat mengarahkan pandangan ke tempat jari telunjuk Jojo.
"Apa itu, Mas?" Mereka saling pandang. Percikan itu tidak sedikit tetapi dari teras hingga ke pintu pagar. Bahkan ada bau anyir yang berseliweran.
Segera Jojo menghampiri salah satu percikan merah itu. Mencoba mencium bau dan menerka.
"Amis," ucap Jojo. Pikiran negatif Jojo kembali merasuk, apa ada hubungan dengan Erika? "Kalau di kampung ini namanya…," ucap Jojo tertahan. Sari menghentikan ucapan suaminya.
"Mas, tidak usah berpikir aneh. Kamu berangkat kerja saja. Nanti aku yang membersihkan."
Jojo pun berangkat sesuai titah Sari karena jadwal bis jemputan pun sudah lima menit lagi datang. Meski hatinya masih penuh tanya. Apa yang terjadi dan mengapa semalam Jojo merasa gelisah. Tidak dapat tertidur pulas. Terbayang wajah Erika. Hingga menyesakkan hati. Ada rindu yang jelas sudah ia coba tepis.
Terbalik dengan apa yang dirasakan terhadap istrinya. Sangat tidak ingin melihat Sari. Wajahnya terasa membosankan. Meski sudah ia tahan tetapi tidak bisa. Justru Jojo merasakan kehadiran Erika yang seperti nyata selalu ada di sampingnya, memeluk penuh cinta dan rindu. Bermanjaan, bergelayut di badannya.
"Apa Erika sudah bermain gila, ke dukun?" tanya Jojo dalam hati. Lamunan Jojo terhenti kala suara klakson bis jemputan tiba. Ia pun segera naik dan mencoba melupakan kejadian sekarang.
***
"Ndok, ini bau apa, ya?" tanya Jojo saat mereka menyantap sarapan.
"Bau? Nggak ada kok. Aku nggak cium bau apa-apa."
"Tapi, sejak semalam aku cium bau ini. Kamu nggak cium?" Jojo yakin, penciumannya tidak salah. Bau yang sama persis dengan percikan merah di teras kemarin. Apa Sari tidak bersih saat menghapusnya? Atau ada lagi percikan di tempat lain?
Jojo beranjak dari kursi, menyusuri bau menyengat yang menyentuh indra penciumannya. Namun, ia tidak menemukan apa-apa, bekas noda merah itu pun sudah tidak ada di luar. Lalu, bau apa ini? Mengapa hanya ia yang dapat menciumnya?
"Perasaan kamu doang mungkin, Mas. Aku nggak merasakan bau apa-apa."
"Iya, mungkin, Ndok. Oh, ya, gimana hari ini jadwal interview 'kan?"
"Iya, Mas."
"Setelah selesai langsung pulang, ya, Ndok."
"Iya, Mas."
"Ya sudah, aku berangkat dulu, ya?" Jojo menghampiri Sari dan mencium kening istrinya. Namun, seketika ia menahan napas karena mencium bau anyir yang ternyata sejak tadi dicari.
Akan tetapi, Jojo tidak berkata apapun. Apa mungkin bau itu karena Sari belum mandi? Namun, sebau itu? Sepertinya Jojo belum pernah mencium bau Sari yang sangat amis. Ada apa dengan wanitanya?
"Ndok?"
"Iya, Mas."
"Jangan lupa mandi sebelum berangkat," ucap Jojo.
"Iya, Sayang. Pasti."
Jojo pun yang tidak tahan dengan bau itu segera pergi dari hadapan Sari. Ketika tiba di depan rumah, ia membuang air liur yang telah tertahan ke selokan. Bahkan setiap teringat bau pada tubuh istrinya, ia tak bisa henti membuang saliva dan sangat merasa mual.
Bau itu terus membuntuti Jojo setiap kali ia teringat wajah istrinya. Namun, tiba-tiba ia berpikir bahwa yang diciumnya mungkin Sari tengah datang bulan. Ia menutupi semua firasat buruk, berusaha menjaga aib istrinya seperti wanita itu memperlakukan Jojo.
***
Sepulang kerja, Jojo sudah tidak mencium bau amis atau apapun yang aneh saat memasuki rumah. Ia menatap wajah istrinya dan tampak biasa saja. Tidak lusuh seperti kemarin. Mungkin karena hari ini Sari ada jadwal wawancara kerja, bisa jadi ia merias diri sedikit dan terlihat lebih cantik dari biasanya.
Jojo pun memeluk wanita itu, merasakan rindu. Setelah beberapa hari merasa tidak nyaman berasa di dekat istrinya sendiri.
"Mandi dulu, Mas."
"Iya, sebentar saja. Boleh 'kan?"
Sari hanya menjawab dengan isyarat anggukan, selebihnya ikut larut dalam pelukan.
"Ndok, apa hari ini kamu datang bulan?" tanya Jojo.
"Iya, Mas. Kok kamu tahu?"
Jojo tidak menjawab, ia merasa lega dengan pemikiran positifnya yang ternyata benar. Senyumnya mengembang dan melepas pelukan. Lalu ia izin untuk pergi membersihkan diri dan meminta istrinya menyiapkan makan malam.
***
"Gimana interview kamu tadi?" tanya Jojo setelah mereka menyelesaikan makan malam. Lalu bersantai di ruang keluarga, bercengkrama saling peluk.
"Alhamdulillah lancar, Mas. Terus sesampainya di rumah dapat e-mail. Panggilan kedua hari senin."
"Semoga lancar, ya, Sayang."
"Aamiin… pekerjaan kamu juga lancar-lancar saja, Mas?"
"Iya, alhamdulillah lagi pada rajin. Nggak ada yang izin jadi aku pun tidak lembur. Kamu sudah jenuh, ya, butuh liburan?" Tangan Jojo mengelus rambut Sari yang terurai dan berada di bahunya.
"Aku sih, nggak terlalu. Tapi, kamu yang butuh banget sepertinya." Tawa kecil mereka mengiringi.
Ya, Jojo sangat butuh liburan. Merilekskan hati yang beberapa hari ini cukup menegangkan. Dari awal kejadian bertemu dengan Erika hingga bayangnya yang mengusik. Ia tidak bisa menjabarkan apa yang sedang terjadi. Namun, Jojo mencoba meyakini diri jika semua hanya firasat yang entah apa maksudnya.
Mungkin, hatinya belum benar-benar melupakan Erika. Terlebih Sari tidak pernah bisa menjadi wanita yang seperti mantan kekasihnya itu. Kecantikan dan cara Erika merawat diri, membuat nilai plus pada hati Jojo.
Ah! Bukankah setiap manusia memiliki nilai negatif dan positif masing-masing? Begitu pun dengan dua wanita yang kini tengah muncul dalam benak Jojo. Mencoba mengusik membandingkan satu sama lainnya.
***
Seperti kemarin, setelah turun dari bis jemputan Jojo duduk sebentar di halte dan menyulut kembali batang nikotin. Sesaat ia hanya ingin mencari tahu apa yang sebenarnya sedang dirasakan. Apakah benar Erika bermain ilmu Hitam atau Jojo yang belum bisa melupakan gadis itu karena sangat bertolak belakang dengan istrinya.
Lalu, menyadari betapa Erika yang harus ia pilih. Bahkan saat ini, tiba-tiba rasa sesal menikahi Sari muncul. Benar, Sari adalah wanita idaman ibunya. Akan tetapi, bukan ibunya yang menjalani rumah tangga melainkan ia sendiri. Yang harus siap mengarungi rumah tangga, mungkin seumur hidup.
Harusnya ia sadar itu, meski Sari bisa menerima masa lalu tetapi wanita itu tidak bisa menjadi lebih baik dari Erika. Padahal pinta Jojo hanya Sari bisa merias diri dan berpenampilan menarik. Bahkan hal yang menjijikkan seperti kemarin, bau anyir yang Jojo cari ternyata hasil dari wanita itu datang bulan. Apa ia tidak merasakan tubuhnya bau dan segera mengganti pakaiannya?
Bagaimana Jojo bisa betah? Sementara Erika yang sudah tidak ada di dekatnya tetapi bau parfum yang ia kenakan masih berseliweran. Tercium menyengat di setiap detik Jojo menghirup napas.
Setelah menghabiskan sebatang rokok, Jojo bangkit dari duduk. Berniat kembali pulang, tetapi tiba-tiba rasa itu hilang. Ia putuskan untuk menyebrang jalan dan menghentikan bis yang melintas. Entah apa yang kini merasuk dalam benaknya.
Ia tiba di sebuah rumah kos yang tak asing. Langkahnya dengan pasti menghampiri suatu ruang kamar dan meninggalkan ketukan pada pintu. Tidak ada yang keluar dari dalam. Akan tetapi gadis pemilik bilik sebelah mengintip dari jendela dan membuka pintu. Memberitahu bahwa Erika belum pulang.
Jojo putuskan untuk kembali dan merasa menjadi sangat bodoh dengan tindakannya hari ini. Apa yang sedang ia lakukan? Kembali ke Erika? Saat ia tiba di tangga, gadis yang dicarinya muncul. Tidak terkejut karena sudah mengetahui akan kedatangan tamu yang dinanti. Tersenyum manis menyambut kedatangan lelaki yang telah ia tunggu.
Sesaat mata mereka saling pandang ketika berpapasan di tangga.
"Kamu, disini?" tanya Erika. Jojo terbata, tidak tahu harus beralasan apa atau jujur saja dengan yang dirasakannya?
"Hmmm a-ak--"
"Ayo, naik."
Lelaki itu pun bergegas mengikuti langkah Erika dan mereka masuk ke ruang kamar. Tempat yang tak asing selama beberapa tahun ini menjadi persinggahan Jojo dikala merindu belaian gadis seksi di depannya. Ia duduk menanti si empunya kamar yang sedang mengambil segelas air. Lalu kembali menyuguhkan.
"Ka, apa aku ganggu kamu?" Gadis itu tidak menjawab, hanya senyuman manis yang menghiasi bibirnya. Lalu perlahan mendekati wajah Jojo. Melepas rindu dan hasrat bercinta yang dipendam beberapa bulan ini.
Kini yang dinanti telah datang, tidak Erika biarkan pergi lagi. Meski ia akan menjadi istri kedua tetapi akan dipastikan itu tak lama. Perlahan Erika menjalankan semua sesuai rencana. Menyingkirkan Sari dengan caranya. Bahkan sekarang lelaki yang tengah mengulum bibirnya pun telah jatuh ke perangkap. Tinggal menanti waktu untuk menjadikan selamanya.
Bersambung….
Lelaki bermata sipit itu bergegas mengenakan pakaiannya saat melihat waktu sudah pukul sebelas malam. Erika yang sudah tertidur pulas, terbangun mendengar suara ikat pinggang Jojo terjatuh ke lantai."Kamu, mau kemana, Honey?" tanya gadis itu."Aku harus kembali ke rumah.""Nggak nginep aja?""Tidak. Istriku bisa curiga. Aku pasti kembali."Jojo meninggalkan kecupan pada kening Erika dan menghampiri ojek yang telah ia pesan melalui aplikasi online. Langkahnya sedikit terburu-buru dan ketika menemui supir ojek pun ia meminta untuk cepat mengantar. Tidak ingin Sari berpikir aneh atau curiga.
Sepasang suami-istri itu tengah menikmati makan pagi yang terlanjur siang di warung dengan sangat menikmati. Mereka saling berkomentar tentang cita rasa masakan yang baru kali pertama dicoba. Bahkan Jojo yang masih merasa belum kenyang, membuka buku menu lagi. Ia penasaran dengan sebuah gambar yang menampilkan makanan dibungkus dengan daun pisang."Golla kambu," ucap Jojo. "Ndok, tolong pesan ini seporsi. Kamu mau tambah makanan lainnya nggak?""Hmmm apa itu, Mas, golla kambu?""Entah. Kayanya menarik. Makanya kita harus coba.""Ya sudah, aku pesan es pisang ijo. Tapi, bantu habiskan, ya, Mas?" Jojo mengangguk menanggapi. Sari segera memanggil pelayan dan memesan lagi.
"Ayo, Ndok. Cepetan!" teriak Jojo. Sari bergegas menghampiri sumber suara dan mengikuti langkah Jojo yang sudah berjalan lebih dulu.Mereka kembali ke bibir pantai untuk menikmati makan malam. Suasana terlihat ramai, beberapa orang sudah asik bercengkrama dengan orang terdekat mereka. Sepasang suami-istri itu pun memilih bangku tempat makan dan memesan beberapa menu masakan laut yang menggoda.Saat menanti makanan disajikan, Jojo meminta Sari melihat ke langit. Malam yang cerah bertabur bintang. Tak lama ada kembang api menghiasi langit. Mencerahkan suasana gelap. Lalu, Jojo mencium tangan istrinya. Membuat wanita berbibir tipis itu mengalihkan pandangan ke lelaki di depannya."Ndok, aku udah mengganti kalungnya," ucap Jojo. Ia mengulurkan sebuah kotak mera
Seperti biasa, Jojo telah bersiap berangkat kerja sejak selesai Solat Subuh. Begitu pun Sari yang ikut bersiap-siap membersihkan diri. Ia juga akan pergi pagi karena ada panggilan wawancara kedua.Jojo berangkat lima menit setelah jadwal bis jemputan tiba. Saat ia sampai di halte, tentu bis pun sudah tidak ada. Ia segera menghentikan bis dari seberang jalan dan menyebrang.Suara ketukan di kamar kos Erika membuat gadis itu yang baru bangun tidur segera menghampiri dengan malas karena kantuk masih mengganggu. Namun, seketika tubuhnya melonjak kala mengetahui tamunya yang datang pagi-pagi itu."Wow! Keras banget pelukan kamu, Honey?" ucap Jojo, terkejut yang mendapat perlakuan dari Erika."Iya,
Jojo menaiki bis jemputan seperti biasa. Ia duduk di sebelah Roni, salah satu bangku yang masih kosong. Jojo menyapa lelaki di sebelahnya itu dan mengajaknya berbincang."Gimana, Bro, persiapan nikah sudah semua?" tanya Jojo."Sudah semua, Bro. Tinggal tunggu waktu. Gue juga udah bikin surat pengajuan rumah dinas. Tinggal tunggu buku nikahnya," jawab lelaki itu."Wah… sudah matang semua. Semoga lancar dan dipermudah.""Aamiin. Lu sendiri gimana hubungan rumah tangga dengan istri? Baik-baik saja?" Jojo berdehem mendapat pertanyaan Roni. "Istri sudah hamil?" tanya Roni lagi. Baginya ini kesempatan untuk memancing obrolan. Mungkin saja bisa menyadarkan Jojo.
[Mas, Papa kepalanya terbentur. Itu yang membuatnya di rawat.][Terus gimana kondisi beliau sekarang, Sayang? Apa aku perlu cuti menemani ke Jakarta?][Tidak apa, Mas. Kamu kerja saja. Aku cuma mau minta izin, mungkin disini akan menemani sedikit lebih lama hingga Papa lebih baik.][Iya, Sayang. Kamu bantu Mama saja mengurus Papa. Kalau sudah selesai urusan baru kembali, tidak apa.]Lampu hijau menyala. Pertanda baik untuk hubungan tersembunyi Jojo dan Erika. Senyum Jojo semakin mengembang. Setidaknya ia memiliki waktu beberapa hari bersama Erika di rumah. Tanpa harus ketahuan orang luar, seperti Roni yang hampir mempergoki hubungan mereka.Kabar baik
Erika terbangun dari tidur kala dering gawainya tak henti mengganggu. Ia duduk di tepi ranjang, menyadarkan jiwa yang masih di alam mimpi. Perlahan gadis seksi itu menggeser layar berwarna hijau pada gawai. Suara tangis dari balik telepon terdengar. Membuat separuh nyawanya tersadar.[Mel? Kamu kenapa?][Kak, Ayah…][Ayah kenapa?]Tidak ada jawaban dari Meli, hanya tangis dari balik telepon terdengar jelas dan semakin sendu.[Kamu tenangkan diri dulu. Ayo, cerita pelan-pelan. Mana bisa aku paham kalau kamu sambil menangis seperti ini.]Erika mencoba menenangkan adiknya tetapi gad
"Hei, Hon, ayo bangun." Jojo mengerjapkan mata. Menatap gadis yang tengah mencium pipinya sambil berbisik. Ia segera mendekap gadisnya, enggan beranjak. "Ayo, bangun. Katanya takut kesiangan lagi?" "Jam berapa sih, Hon?" "Jam empat." "Kamu kok, udah bangun?" Erika tidak menjawab. Ia memasukkan wajahnya ke dalam pelukan Jojo. Berdiam beberapa saat di sana. Bukan sudah bangun, lebih tepatnya gadis itu tidak bisa tidur nyenyak teringat sang ayah. Namun, Erika memilih tidak menceritakan ke Jojo. "Aku masakin sar