Seperti biasa, Jojo telah bersiap berangkat kerja sejak selesai Solat Subuh. Begitu pun Sari yang ikut bersiap-siap membersihkan diri. Ia juga akan pergi pagi karena ada panggilan wawancara kedua.
Jojo berangkat lima menit setelah jadwal bis jemputan tiba. Saat ia sampai di halte, tentu bis pun sudah tidak ada. Ia segera menghentikan bis dari seberang jalan dan menyebrang.
Suara ketukan di kamar kos Erika membuat gadis itu yang baru bangun tidur segera menghampiri dengan malas karena kantuk masih mengganggu. Namun, seketika tubuhnya melonjak kala mengetahui tamunya yang datang pagi-pagi itu.
"Wow! Keras banget pelukan kamu, Honey?" ucap Jojo, terkejut yang mendapat perlakuan dari Erika.
"Iya, dong. 'Kan aku kangen banget sama kamu. Kok, kamu nggak bilang kalau mau datang pagi-pagi?"
"Surprise!"
Erika tersenyum dan segera menuntun Jojo untuk masuk ke kamar. Mereka duduk di sofa, saling pandang. Sesaat Jojo mendekati wajahnya ke gadis seksi itu. Namun, Erika menghindar.
"Aku baru bangun. Belum mandi. Malu, ah," ucap Erika.
"Hei, kamu itu mandi atau tidak, tetap wangi dan cantik. Tidak seperti istriku." Erika tersipu.
"Memang seburuk itu istrimu? Bukankah dia cantik juga?"
"Ya, tapi tidak bisa menandingimu. Kau bayangkan saja, beberapa hari lalu dia sedang haid. Lalu darahnya kemana-mana dan benar-benar menimbulkan bau anyir. Tapi, dia tidak sadar bau itu."
"Uek… menjijikan sekali dia!"
"Ah, itulah sebabnya aku semakin sadar. Kamu Erika, gadis yang seharusnya menjadi istriku."
Jojo berusaha mencium Erika lagi. Namun, gadis itu kembali menghindar.
"Aku mandi dulu, Honey. Sabar dong." Erika segera beranjak dari sofa menuju toilet. "Hei, tapi kamu disini lama 'kan? Tidak kerja?"
"Aku cuti hari ini. Tapi Sari tahunya aku kerja."
"Hmmm… baiklah. Tunggu sebentar kalau begitu."
Erika meninggalkan Jojo dan bersiap untuk membersihkan diri. Lalu, ia pun tak mau kalah, hari ini Jojo harus membawanya ke suatu tempat. Setidaknya mereka menghabiskan waktu panjang hingga malam bersama.
***
"Kita mau kemana?" tanya Erika. Mereka sedang dalam perjalanan dengan kendaraan roda dua milik Erika.
"Aku hari ini mau kelonan aja di hotel sama kamu."
"Ih… genit!" Erika mencubit pinggang Jojo dari belakang.
Disaat yang bersamaan Sari pun sedang di motor ojek online di belakang Jojo. Namun, wanita itu tidak memperhatikan lelaki yang membawa motor di depannya dan tidak sedikit pun ia berpikir akan bertemu Jojo di jalan.
Tak jauh, pertigaan jalan pun ada di depan mereka. Jojo belok ke kiri, sedangkan Sari lurus menuju kantor tempat panggilan wawancara.
"Ya, kita melakukan hal romantis saja di sana. Aku sudah siapkan kejutan pokoknya buat kamu."
"Hmmm… oke."
Beberapa saat kemudian, mereka tiba di sebuah hotel yang telah Jojo pesan. Hotel yang sama saat mereka menginap di Balikpapan. Ruang VIP telah Jojo pesan dengan pelayanan khusus juga.
Erika tersenyum manis menyaksikan kamar yang baru saja ia buka telah menampilkan banyak bunga bertebaran di lantai. Sama persis seperti kamar yang Jojo pesan saat honeymoon dengan Sari.
Ada kelopak bunga mawar merah, putih dan merah muda bertaburan di lantai serta di ranjang yang membuntuk hati.
"Suka?" bisik Jojo setelah menutup pintu dan mengikuti langkah Erika dari belakang.
"Banget." Kini keduanya kembali larut dalam hubungan terlarang. Memadu kasih dengan cinta dan nafsu yang membara.
***
Langit menampakkan warna jingga, sepasang kekasih itu telah duduk di balkon menanti makanan yang sedang disiapkan juru masak.
"Kamu kemarin weekend kemana saja?" tanya Jojo disela menanti makan malam mereka.
"Aku pulang ke rumah orang tuaku. Oh, ya, Honey… ibuku sudah meninggal," jawab Erika. Wajahnya menampilkan kesedihan teramat.
"Innalillahi w* inna illaihi rajiun. Kapan?"
"Beberapa minggu lalu."
"Kok, kamu nggak cerita?" Erika hanya tersenyum menjawab tanya Jojo. Lalu ia meminum es jeruk yang telah tersedia di meja.
"Sebenarnya nggak penting juga dia meninggal. Kau tau sendiri, aku dengan ibu tidak pernah akur."
"Tapi, kamu tidak boleh begitu, Honey. Gimana pun dia ibu kamu lho."
"Iya, ya. Sudah jangan dibahas lagi. Aku cuma sekadar info ke kamu."
"Tapi, gimana kabar ayah dan adik-adik? Mereka sehat?"
"Sehat… tapi, ya, Ayah tuh masih terpukul dengan kepergian Ibu. Jadi, aku minta untuk tidak bekerja biar aku yang biayai hidup mereka."
"Ini nih, salah satu alasan aku sayang banget sama kamu." Erika mangangkat satu alisnya. "Kamu memiliki kelebihan yaitu tanggung jawab kepada keluarga. Meski ibumu sering menyakiti tapi kamu selalu mencukupi kebutuhan mereka."
"Habis, gimana lagi, Honey? Aku nggak mau adik-adik menjadi sepertiku. Aku ingin mereka mendapat pekerjaan yang lebih layak."
"Oke, aku akan membantu kamu. Tenang saja."
"Serius?" Jojo mencium punggung tangan Erika sembari mengangguk.
"Hari ini Sari melamar kerja di sebuah perusahaan pertambangan minyak. Jika dia sampai diterima, itu berarti dia tidak butuh banyak uang dari aku lagi. Aku bisa alokasikan ke kamu." Erika berbinar, tidak percaya dengan keputusan Jojo. Kini ATM berjalannya benar-benar sudah jatuh dan masuk dalam perangkap yang ia buat. "Bahkan, aku bisa pastikan kamu tidak perlu bekerja lagi diluar. Cukup dari gajiku."
"Honey… terima kasih, ya?"
Jojo menghampiri kekasih gelapnya, memeluk erat gadis itu sembari mengelus rambut ikal Erika. Hingga seorang pelayan datang menyajikan makan malam mereka. Mereka pun mulai menyantap makan malam romantis yang Jojo pesan.
Selepas makan malam, Jojo dan Erika bersiap untuk pulang. Mereka tidak bermalam di hotel itu karena tidak ingin membuat Sari curiga. Mereka akan tetap menyembunyikan hubungan ini hingga waktu yang tepat.
Namun, saat keduanya sedang berada di parkiran motor, ada seorang lelaki yang baru memasuki parkiran. Jojo tidak memperhatikan siapa orang itu tetapi orang yang menggunakan roda dua itu adalah Roni dan ia melihat Jojo sangat jelas.
Kali ini Roni berniat untuk memergoki Jojo. Ia berusaha menghampiri tetapi suara gadis dari belakang memanggilnya, melambaikan tangan dan menghampiri. Sementara Jojo dan Erika telah pergi meninggalkan parkiran dengan roda dua.
"Abang. Aku sudah bilang hari ini tidak usah jemput. Kamu pasti masih capek," ucap Ambar sambil menghampiri kekasihnya.
Roni tidak bisa berkonsentrasi, tatapannya tetap tertuju ke Jojo hingga lelaki itu menjauh dan tak terlihat lagi.
"Lihat siapa, Bang?"
"Jojo. Dia ke hotel lagi hari ini?"
Ambar terdiam. Mencoba mengingat Jojo tetapi ia merasa tidak melayani lelaki itu di resepsionis hari ini.
"Aku nggak ketemu. Kamu salah orang mungkin?"
"Nggak. Aku yakin itu dia baru saja keluar sama selingkuhannya yang kita lihat di pantai."
"Apa mungkin dia check-in saat aku ke toilet atau istirahat," ucap Ambar pelan, mencoba mengingat-ingat.
"Coba kamu masuk lagi dan cek. Kasihan istrinya dibohongin terus. Kali ini aku nggak bisa tinggal diam." Ambar bergegas masuk lagi ke dalam hotel, menuruti perkataan calon suaminya. Memastikan apakah benar yang dilihat Roni tadi.
Beberapa menit Roni menanti, Ambar datang. Wanita itu mengangguk. Roni mengajaknya segera naik ke motor dan mereka segera pergi dari hotel.
"Kita mau kejar mereka, Bang?"
"Nggak. Pulang saja. Nanti aku cari cara untuk menegurnya dulu. Jika dia tidak juga berubah, terpaksa aku akan menghubungi istrinya."
Roni pun mengantar calon istrinya pulang malam itu. Sementara Jojo membawa motor Erika sekitar satu jam dan dia turun di depan perumahan tempat tinggalnya. Erika melanjutkan perjalanan sendiri untuk pulang dan Jojo berjalan kaki ke rumah. Seolah seperti biasa saat dia pulang kerja menggunakan bis jemputan.
Mendengar suara pintu pagar terbuka, Sari segera beranjak menghampiri pintu masuk. Membuka pintu dan mencium takzim punggung tangan suaminya seperti biasa. Lelaki itu menampilkan wajah lelah dan langsung duduk di sofa ruang keluarga.
"Mas, mau minum apa?"
"Air putih saja, Ndok."
Sari segera mengambilkan segelas air putih yang Jojo pinta. Lalu, mereka duduk bersebelahan. Sari mencium aroma parfum milik Erika yang menempel di baju kerja Jojo saat ia menyandarkan tubuh ke lelaki itu. Namun, bibirnya tak sanggup bertanya apalagi curiga. Ia hanya menatap suaminya diam.
"Gimana interview kamu tadi?" tanya Jojo. Sari yang semula terdiam dan bengong menatap suaminya mengerjapkan mata, menyadarkan diri.
"Alhamdulillah lancar, Mas. Diminta tunggu maksimal lima hari kerja kabar baiknya. Jika lebih dari lima hari tidak ada kabar, artinya tidak lolos."
"Hmmm… tapi, aku yakin kamu lolos," ucap Jojo meninggikan tingkat percaya diri Sari.
"Mas, kamu mau aku siapkan makan malam sekarang?" Jojo berdehem, ia melepas sandaran tubuhnya yang ke sofa.
"Kamu memang belum makan? Aku tadi sebelum pulang makan dulu, karena sudah lapar."
"Belum. Aku nungguin kamu."
"Yah… Sayang, maafin aku."
"Ya sudah nggak apa. Aku makan sendiri kalau begitu."
"Ya, kamu makan saja sekarang. Aku mau bersih-bersih. Oke?" Jojo beranjak dari sofa dan meninggalkan kecupan di kening Sari.
Bersambung….
Jojo menaiki bis jemputan seperti biasa. Ia duduk di sebelah Roni, salah satu bangku yang masih kosong. Jojo menyapa lelaki di sebelahnya itu dan mengajaknya berbincang."Gimana, Bro, persiapan nikah sudah semua?" tanya Jojo."Sudah semua, Bro. Tinggal tunggu waktu. Gue juga udah bikin surat pengajuan rumah dinas. Tinggal tunggu buku nikahnya," jawab lelaki itu."Wah… sudah matang semua. Semoga lancar dan dipermudah.""Aamiin. Lu sendiri gimana hubungan rumah tangga dengan istri? Baik-baik saja?" Jojo berdehem mendapat pertanyaan Roni. "Istri sudah hamil?" tanya Roni lagi. Baginya ini kesempatan untuk memancing obrolan. Mungkin saja bisa menyadarkan Jojo.
[Mas, Papa kepalanya terbentur. Itu yang membuatnya di rawat.][Terus gimana kondisi beliau sekarang, Sayang? Apa aku perlu cuti menemani ke Jakarta?][Tidak apa, Mas. Kamu kerja saja. Aku cuma mau minta izin, mungkin disini akan menemani sedikit lebih lama hingga Papa lebih baik.][Iya, Sayang. Kamu bantu Mama saja mengurus Papa. Kalau sudah selesai urusan baru kembali, tidak apa.]Lampu hijau menyala. Pertanda baik untuk hubungan tersembunyi Jojo dan Erika. Senyum Jojo semakin mengembang. Setidaknya ia memiliki waktu beberapa hari bersama Erika di rumah. Tanpa harus ketahuan orang luar, seperti Roni yang hampir mempergoki hubungan mereka.Kabar baik
Erika terbangun dari tidur kala dering gawainya tak henti mengganggu. Ia duduk di tepi ranjang, menyadarkan jiwa yang masih di alam mimpi. Perlahan gadis seksi itu menggeser layar berwarna hijau pada gawai. Suara tangis dari balik telepon terdengar. Membuat separuh nyawanya tersadar.[Mel? Kamu kenapa?][Kak, Ayah…][Ayah kenapa?]Tidak ada jawaban dari Meli, hanya tangis dari balik telepon terdengar jelas dan semakin sendu.[Kamu tenangkan diri dulu. Ayo, cerita pelan-pelan. Mana bisa aku paham kalau kamu sambil menangis seperti ini.]Erika mencoba menenangkan adiknya tetapi gad
"Hei, Hon, ayo bangun." Jojo mengerjapkan mata. Menatap gadis yang tengah mencium pipinya sambil berbisik. Ia segera mendekap gadisnya, enggan beranjak. "Ayo, bangun. Katanya takut kesiangan lagi?" "Jam berapa sih, Hon?" "Jam empat." "Kamu kok, udah bangun?" Erika tidak menjawab. Ia memasukkan wajahnya ke dalam pelukan Jojo. Berdiam beberapa saat di sana. Bukan sudah bangun, lebih tepatnya gadis itu tidak bisa tidur nyenyak teringat sang ayah. Namun, Erika memilih tidak menceritakan ke Jojo. "Aku masakin sar
[Hai, Sayang.][Kamu lagi di rumah, Mas?][Iya. Baru selesai makan.][Makan malam apa?][Tadi aku beli di depan. Gimana kondisi Papah?][Alhamdulillah lebih baik, Mas. Mungkin aku pulang hari Minggu.]Jojo mengangguk. Memasang wajah ceria, menyambut kedatangan istrinya. Rayuan gombal pun ia lontarkan untuk meyakinkan wanita itu bahwa rindu padanya sangat menyiksa.Sementara Erika yang mendengar Jojo sedang mengobrol dengan Sari di panggilan video tidak menghiraukan. Ia tetap melanjutkan mencuci piring di dapur. Memberikan waktu untuk
"Pagi, Sayang… masak apa, Sayang?" sapa Jojo. Ia baru bangun, memeluk mesra tubuh Sari dari belakang yang sedang sibuk memasak di dapur."Masak yang ada di kulkas. Kamu stok ayam ungkep, Mas?""Oh, iya. Kemarin. Aku pikir kamu baru pulang hari ini. Jadi kemarin aku beli, niatnya buat makan semalam sama pagi ini. Praktis tinggal goreng.""Hmmm… oh, ya, Mas. Kamu ganti parfum baru?""Parfum? Nggak. Kenapa memangnya?""Itu yang di meja rias aku. Kayaknya aku baru lihat parfum itu."Jojo terdiam mencoba berpikir. Apa yang dimaksud Sari adalah parfum Erika yang mungkin tertinggal, pi
Satu bulan berlalu. Setiap Sari lembur bekerja, Jojo dan Erika mengambil kesempatan untuk jalan-jalan. Menghabiskan waktu dan uang. Bahkan mulai bulan ini, separuh gaji Jojo telah ia transfer ke rekening Erika. Beralasan Sari telah memiliki gaji sendiri, lelaki itu bilang kepada istrinya ingin menabung untuk membeli rumah di kampung. Sari pun setuju. Jadi, untuk kebutuhan sehari-hari istrinya yang mengeluarkan uang.Semua kebusukan Jojo dan Erika berjalan lancar. Sari tak lagi curiga karena sikap Jojo yang setiap hari romantis. Ia kembali menepis pikiran negatif yang sempat mengusik lagi. Bahkan ia juga sudah lupa dengan helai rambut di ranjang saat pulang kampung.Wanita itu fokus dengan pekerjaan barunya. Menikmati mengurus suami, rumah dan kantor. Sambil menanti momongan yang sampai sekarang belum juga dititipkan Tuhan
"Hei… kamu belum tidur?" Dengan sigap Jojo menghampiri Sari, merangkul wanita itu sambil menutup pintu belakang. Ia mengajak istrinya melangkah ke arah kamar. Mengalihkan pemandangan halaman belakang yang masih menampilkan asap, bakaran kertas."Kamu ngapain malam-malam di belakang?" tanya Sari penasaran."Ng-nggak ngapa-ngapain. Hirup udara malam aja.""Kok ada asap? Kamu bakar sesuatu?""Oh… aku ngerokok tadi. Baru selesai. Tidur, yuk?"Jojo memeluk Sari sebelum wanita itu merebahkan tubuh di ranjang saat mereka tiba di kamar. Ia pun meninggalkan kecupan di kening istrinya. Dengan wajah bahagia, karena sikap manis Jojo, Sari pun