Jojo menaiki bis jemputan seperti biasa. Ia duduk di sebelah Roni, salah satu bangku yang masih kosong. Jojo menyapa lelaki di sebelahnya itu dan mengajaknya berbincang.
"Gimana, Bro, persiapan nikah sudah semua?" tanya Jojo.
"Sudah semua, Bro. Tinggal tunggu waktu. Gue juga udah bikin surat pengajuan rumah dinas. Tinggal tunggu buku nikahnya," jawab lelaki itu.
"Wah… sudah matang semua. Semoga lancar dan dipermudah."
"Aamiin. Lu sendiri gimana hubungan rumah tangga dengan istri? Baik-baik saja?" Jojo berdehem mendapat pertanyaan Roni. "Istri sudah hamil?" tanya Roni lagi. Baginya ini kesempatan untuk memancing obrolan. Mungkin saja bisa menyadarkan Jojo.
"Belum nih. Belum dapat rejeki sepertinya."
"Hmmm… oh ya, Bro. Kemarin lu cuti kerja?"
"Eh? Oh, iya, cuti. Karena honeymoon sama istri."
"Wah… pengantin baru honeymoon terus, ya? Biar cepet jadi." Jojo tidak menjawab. Ia menundukkan pandangan.
Entah mengapa tiba-tiba ia merasakan wajahnya panas, apakah kini telah memerah?
"Ke Balikpapan?" tanya Roni lagi. Jojo membulatkan mata dan mengarahkan pandangan ke lelaki di sebelahnya. Bibirnya kaku, tidak bisa menjawab. Namun, Roni dengan santai berucap lagi, "Jadi, calon istriku 'kan orang Balikpapan. Semalam aku menjemput dia di tempat kerjanya. Aku melihat seorang lelaki dengan wanita keluar dari tempat kerja calon istriku. Itu, seperti kamu. Apakah iya, itu kamu?"
Tanya Roni semakin membuat Jojo kelabakan. Apa yang harus ia jawab. Sesaat ia membuang pandangan ke segala arah untuk menghilangkan grogi.
"Salah lihat kau pasti, Ron. Karena aku itu abis liburan ke Mamuju dengan istriku. Jadi, tidak mungkin di Balikpapan. Lalu, kemarin senin aku istirahat di rumah saja."
"Oh… syukurlah aku tidak menyapa lelaki yang mirip denganmu saat itu. Bisa malu, jika sampai salah orang. Lagi pula, tidak mungkin juga 'kan, lu cuma honeymoon ke hotel Balikpapan?" Tawa Roni kecil mengiringi.
"Hotel? Apa jangan-jangan calon istri Roni bekerja di hotel itu?" tanya Jojo dalam hati. Namun, ia tak berani bertanya. Hanya ikut tertawa kecil dan mengatakan, "Iya, nggak mungkinlah. Ngapain gue honeymoon di Balikpapan."
Roni menatap Jojo dalam. Ia merasakan kegelisahan dari wajah Jojo yang sudah tidak nyaman dengan tanyanya.
Bis pun tiba di tempat bekerja mereka. Jojo bergegas turun lebih dulu untuk menghindari Roni. Ia segera menuju toilet untuk menenangkan diri sesaat.
Jojo membasuh wajahnya dengan air. Ia berpikir, harus lebih waspada menjaga hubungan dengan Erika. Nasib baik masih menyertai. Ia harus menutupi semua dengan rapat hingga waktu tiba untuk menikahi Erika dan Sari telah menerima semua keputusan.
***
Jam istirahat tiba. Sari menelpon, tetapi Jojo abaikan. Ia biarkan gawai itu terus berdering. Entah apa yang akan dibicarakan wanita itu. Sebelumnya ia hanya mengirim pesan di saat suaminya bener, sangat jarang menelpon. Namun, setelah dering telepon dari Sari mati, masuk telepon dari Erika.
Jojo melihat gawai sebentar, lalu pergi dari keramaian dan mengangkat telepon.
[Honey… hari ini kamu kesini?]
[Hmmm… aku belum tahu, Hon. Kenapa?]
[Iya, nggak apa-apa. Setidaknya aku bisa merias diri kalau kamu kesini.]
[Kamu tuh memang wanita yang paling mengerti ingin aku. Bagaimana aku tidak betah bertemu kamu, ya?]
[Hmmm… makanya setiap hari kamu harus temui aku.]
[Oke, nanti aku lihat jadwal dulu ya, ada lembur nggak.]
[Oke. Aku tunggu. Hei, jangan lupa makan.]
[Iya, Hon. Tenang saja. Ini aku baru mau makan siang.]
[Oke, bye.]
[Bye.]
Mereka mengakhiri panggilan dan Jojo kembali ke rumah makan. Saat ia memesan makan, dering gawainya terdengar lagi. Ia melihat nama Sari muncul. Ada apa dengan istrinya? Apakah ada hal yang penting?
"Duh… pengantin baru, ditelponin terus sama istri," ledek Roni yang kini duduk di sebelah Jojo. Tidak ingin menaruh curiga dari teman-temannya. Jojo mengambil kesempatan ini untuk mengangkat telepon agar Roni pun melihat kemesraannya dengan Sari. Mungkin saja bisa membantu mengurangi kecurigaan Roni.
[Assalamu'alaikum, Sayang.]
[Waalaikumsalam, Mas. Mas, aku ganggu kamu nggak?]
[Nggak, kok. Kenapa, Sayang? Aku baru mau pesan makan nih.]
[Mas, tadi Mama telepon. Papa jatuh di kamar mandi.]
[Jatuh? Terus?]
[Iya, sekarang di bawa ke rumah sakit. Apa boleh aku pulang ke Jakarta hari ini untuk lihat Papa?]
[B-bo-boleh, Sayang. Mau gimana lagi. Mereka cuma punya kamu. Ya sudah, aku transfer uang ke kamu sekarang, ya? Buat pegangan di jalan.]
[Makasih, Mas. Aku langsung beli tiket sekarang dan berangkat kalau gitu.]
[Iya, kamu terus kasih kabar aku, ya? Salam buat Mama Papa. Semoga beliau tidak apa-apa.]
[Iya, Mas.]
Sari mengakhiri percakapan setelah mengucap salam. Segera Jojo pun mengirim uang ke rekening Istrinya itu.
"Kenapa, Bro?" tanya Roni penasaran.
"Mertua gue sakit. Istri izin pulang ke Jakarta." Roni hanya mengangguk.
Setelah makan siang, Jojo mencuri waktu mengirim pesan ke Erika. Mengabarkan bahwa Sari akan pulang ke Jakarta beberapa hari dan malam ini Jojo akan lembur. Jadi, tidak bisa menemui Erika di kosan.
[Tapi, gimana kalau selama istriku tidak ada di rumah, kamu menginap di rumahku?]
Erika tertawa membaca pesan singkat Jojo. Lelaki itu sudah mulai tidak bisa menjauh darinya. Tentu Erika setuju dan dengan syarat, gadis itu harus datang ke rumah menggunakan kerudung nanti malam. Agar tetangga tidak memperhatikan siapa yang sebenarnya masuk ke dalam rumah.
[Aku pulang sekitar jam 10 malam. Kamu datang jam 9 saja. Bawa stok makanan untuk di rumah karena kamu akan susah keluar rumah. Kunci ada di bawah keset depan pintu. Sampai ketemu nanti malam.]
***
Sementara Sari baru saja tiba di bandara, ia segera check-in. Keberangkatan pesawat yang dadakan ia pesan akan berangkat empat puluh lima menit lagi. Langkahnya ia ayun dengan sedikit berlari. Hatinya tak karuan memikirkan ayah tercinta.
[Mah, Sari segera ke rumah sakit. Mama yang sabar, ya.]
Air matanya tak kuasa terbendung. Ia mengirim pesan sebelum pesawat berangkat. Tak lupa ia pun memberi kabar keberangkatan ke Jojo. Suaminya menaruh simpatik agar menenangkan hati Sari.
[Kamu yang sabar, Sayang. Kita sama-sama berdoa semoga semua baik-baik saja. Kamu mau di sana berapa lama pun, aku nggak apa-apa. Yang terpenting kamu harus selalu ada di saat Papa Mama butuh. Temani Mama terus agar beliau tidak drop juga, ya. Salam sayang dari aku. Hati-hati di jalan.]
[Terima kasih, Mas. Nanti aku kabarkan kamu lagi, jika kondisi Papa membaik, aku segera pulang.]
Keduanya berkirim emoji peluk dan cium sebelum mengakhiri obrolan. Tak lama, panggilan seluruh penumpang penerbangan pesawat yang Sari tumpangi terdengar. Ia segera berjalan masuk ke dalam pesawat dan sambil menonaktifkan gawai.
Sementara Jojo tersenyum lebar. Tak sabar menanti waktu pulang kerja yang akan di sambut oleh Erika di rumah. Begitu pun gadis seksi itu. Ia telah berkemas barang-barang yang akan dibawanya nanti malam.
Bersambung….
[Mas, Papa kepalanya terbentur. Itu yang membuatnya di rawat.][Terus gimana kondisi beliau sekarang, Sayang? Apa aku perlu cuti menemani ke Jakarta?][Tidak apa, Mas. Kamu kerja saja. Aku cuma mau minta izin, mungkin disini akan menemani sedikit lebih lama hingga Papa lebih baik.][Iya, Sayang. Kamu bantu Mama saja mengurus Papa. Kalau sudah selesai urusan baru kembali, tidak apa.]Lampu hijau menyala. Pertanda baik untuk hubungan tersembunyi Jojo dan Erika. Senyum Jojo semakin mengembang. Setidaknya ia memiliki waktu beberapa hari bersama Erika di rumah. Tanpa harus ketahuan orang luar, seperti Roni yang hampir mempergoki hubungan mereka.Kabar baik
Erika terbangun dari tidur kala dering gawainya tak henti mengganggu. Ia duduk di tepi ranjang, menyadarkan jiwa yang masih di alam mimpi. Perlahan gadis seksi itu menggeser layar berwarna hijau pada gawai. Suara tangis dari balik telepon terdengar. Membuat separuh nyawanya tersadar.[Mel? Kamu kenapa?][Kak, Ayah…][Ayah kenapa?]Tidak ada jawaban dari Meli, hanya tangis dari balik telepon terdengar jelas dan semakin sendu.[Kamu tenangkan diri dulu. Ayo, cerita pelan-pelan. Mana bisa aku paham kalau kamu sambil menangis seperti ini.]Erika mencoba menenangkan adiknya tetapi gad
"Hei, Hon, ayo bangun." Jojo mengerjapkan mata. Menatap gadis yang tengah mencium pipinya sambil berbisik. Ia segera mendekap gadisnya, enggan beranjak. "Ayo, bangun. Katanya takut kesiangan lagi?" "Jam berapa sih, Hon?" "Jam empat." "Kamu kok, udah bangun?" Erika tidak menjawab. Ia memasukkan wajahnya ke dalam pelukan Jojo. Berdiam beberapa saat di sana. Bukan sudah bangun, lebih tepatnya gadis itu tidak bisa tidur nyenyak teringat sang ayah. Namun, Erika memilih tidak menceritakan ke Jojo. "Aku masakin sar
[Hai, Sayang.][Kamu lagi di rumah, Mas?][Iya. Baru selesai makan.][Makan malam apa?][Tadi aku beli di depan. Gimana kondisi Papah?][Alhamdulillah lebih baik, Mas. Mungkin aku pulang hari Minggu.]Jojo mengangguk. Memasang wajah ceria, menyambut kedatangan istrinya. Rayuan gombal pun ia lontarkan untuk meyakinkan wanita itu bahwa rindu padanya sangat menyiksa.Sementara Erika yang mendengar Jojo sedang mengobrol dengan Sari di panggilan video tidak menghiraukan. Ia tetap melanjutkan mencuci piring di dapur. Memberikan waktu untuk
"Pagi, Sayang… masak apa, Sayang?" sapa Jojo. Ia baru bangun, memeluk mesra tubuh Sari dari belakang yang sedang sibuk memasak di dapur."Masak yang ada di kulkas. Kamu stok ayam ungkep, Mas?""Oh, iya. Kemarin. Aku pikir kamu baru pulang hari ini. Jadi kemarin aku beli, niatnya buat makan semalam sama pagi ini. Praktis tinggal goreng.""Hmmm… oh, ya, Mas. Kamu ganti parfum baru?""Parfum? Nggak. Kenapa memangnya?""Itu yang di meja rias aku. Kayaknya aku baru lihat parfum itu."Jojo terdiam mencoba berpikir. Apa yang dimaksud Sari adalah parfum Erika yang mungkin tertinggal, pi
Satu bulan berlalu. Setiap Sari lembur bekerja, Jojo dan Erika mengambil kesempatan untuk jalan-jalan. Menghabiskan waktu dan uang. Bahkan mulai bulan ini, separuh gaji Jojo telah ia transfer ke rekening Erika. Beralasan Sari telah memiliki gaji sendiri, lelaki itu bilang kepada istrinya ingin menabung untuk membeli rumah di kampung. Sari pun setuju. Jadi, untuk kebutuhan sehari-hari istrinya yang mengeluarkan uang.Semua kebusukan Jojo dan Erika berjalan lancar. Sari tak lagi curiga karena sikap Jojo yang setiap hari romantis. Ia kembali menepis pikiran negatif yang sempat mengusik lagi. Bahkan ia juga sudah lupa dengan helai rambut di ranjang saat pulang kampung.Wanita itu fokus dengan pekerjaan barunya. Menikmati mengurus suami, rumah dan kantor. Sambil menanti momongan yang sampai sekarang belum juga dititipkan Tuhan
"Hei… kamu belum tidur?" Dengan sigap Jojo menghampiri Sari, merangkul wanita itu sambil menutup pintu belakang. Ia mengajak istrinya melangkah ke arah kamar. Mengalihkan pemandangan halaman belakang yang masih menampilkan asap, bakaran kertas."Kamu ngapain malam-malam di belakang?" tanya Sari penasaran."Ng-nggak ngapa-ngapain. Hirup udara malam aja.""Kok ada asap? Kamu bakar sesuatu?""Oh… aku ngerokok tadi. Baru selesai. Tidur, yuk?"Jojo memeluk Sari sebelum wanita itu merebahkan tubuh di ranjang saat mereka tiba di kamar. Ia pun meninggalkan kecupan di kening istrinya. Dengan wajah bahagia, karena sikap manis Jojo, Sari pun
"Hei, hei… dengar aku, Sayang. Sari akan pergi ke Makassar minggu depan. Kamu bisa tinggal di rumah dinasku sementara, gimana?""Kenapa harus sembunyi-sembunyi? Aku sudah bilang sama kamu, Mas. Aku mau kita segera menikah. Mumpung dia tidak disini, mengapa kita tidak menikah saja minggu depan? Jadi, aku bisa kamu bawa pulang ke rumah dinas."Erika tampak mondar-mandir sambil berbicara. Saat Jojo mendekat dan mulai merayunya, ia kembali menghindar. Bahkan sentuhan Jojo pun ditepis."Mana mungkin bisa?" tanya Jojo."Bisa. Besok aku ke KUA dan urus semuanya. Kamu terima beres.""Bukan itu maksud aku, Honey. Duitnya udah nggak ada. Aku nggak