Share

3 Awal Rasa Sakit

Tidak terasa tiga bulan sudah Ellena tinggal di negara ini. Dan selama itu pula Ellena sudah bekerja di majikan yang sama dengan Erwin. Ellena meminta diberi pekerjaan kepada Erwin, dia ingin mendapatkan uang untuk bisa kembali ke negara asalnya.

Tuan Deffin adalah seorang tuan muda penguasa negeri ini, dia memiliki seorang istri yang cantik dan baik hati yang bernama Azkia, mereka berdua sudah dikaruniai seorang putra yang bernama Reynand, seorang bayi lelaki yang tampan dan menggemaskan yang sudah berusia empat bulan.

Ellena bekerja sebagai pengasuh Reynand, setelah Erwin memberikan beberapa pilihan pekerjaan kepada Ellena, Ellena lebih memilih menjadi pengasuh bayi, karena dia memang suka dengan anak kecil.

Dan selama tinggal di rumah Deffin, Ellena menjadi sedikit lebih banyak mengetahui tentang Erwin yang sangat misterius baginya.

****

Pada waktu menjelang siang, Azkia dan Ellena sedang duduk santai sambil mengasuh Reynand, Azkia yang sangat suka dengan sifat gadis polos yang sedang duduk di depannya, berencana ingin menjodohkannya dengan Erwin.

Azkia semakin girang di dalam hati, ketika melihat Ellena yang menatap Erwin tertarik, di saat Erwin sedang tidak sengaja lewat di belakang Azkia.

"Ehm." Azkia berdehem melihat kelakuan Ellena yang mencuri pandang ke arah Erwin.

Ellena yang mendengar deheman Azkia mendadak salah tingkah, Azkia yang melihat ada semburat merah di pipi Ellena sudah tidak bisa menahan senyumnya lagi.

"Sepertinya kamu tertarik dengan Erwin," ujar Azkia. 

"Tidak, Nona!" jawab Ellena panik. 

"Hehehe ... Sudahlah Ellena, kamu tidak bisa menutupinya dariku." 

"Nona, mana mungkin saya berani menaruh rasa suka kepada tuan Erwin yang seperti tidak tersentuh itu," ujar Ellena lirih.

Sejak pertama kali bertemu dengan Erwin, Ellena memang sudah jatuh hati dengan dewa penolongnya. Ellena mengira bahwa Erwin adalah lelaki yang berhati hangat, namun ternyata dugaannya salah.

Selama tiga bulan mengenal Erwin, ternyata Erwin adalah orang yang dingin, Erwin hanya mau bicara seperlunya saja dengan orang lain, namun entah kenapa ketika dengan Azkia semua sikapnya berbanding terbalik.

Azkia yang mendengar perkataan Ellena tersenyum. "Erwin sebenarnya berhati hangat Ellena, dia orang yang sangat baik. Kamu jangan khawatir, aku akan membantumu mencairkan sikap dinginnya itu, aku mendukungmu." Azkia mengepalkan tangannya memberikan semangat kepada Ellena.

"Nona bisa saja, tapi sayang mungkin ini hari terakhir saya bekerja di sini Nona."

Perkataan Ellena membuat Azkia terkejut. " Hei, kenapa kamu tiba-tiba ingin berhenti bekerja, Ellena?!"

"Apakah kamu tidak nyaman bekerja di sini?"

"Apa kamu ingin ganti pekerjaan? nanti biar saya bantu bicara dengan Deffin kalau kamu ingin ganti profesi."

"Atau apakah kami membuat kesalahan, hingga kamu mendadak ingin berhenti?" Azkia mencecar pertanyaan untuk Ellena dengan panik.

Azkia sudah merasa cocok dengan Ellena, dia merasa sedih jika gadis di depannya ini memutuskan berhenti bekerja.

"Tidak, Nona. Di sini sangat nyaman, Nona dan Tuan juga sangat baik, dan saya sangat suka dengan pekerjaan saya mengasuh Rey yang menggemaskan ini, tetapi saya ingin kembali ke negara saya, saya sudah sangat merindukan orang tua saya," jawab Ellena jujur.

"Oh begitu ... Kalau seperti itu aku sudah tidak bisa mencegah, tapi kalau bisa kamu urungkan niatmu itu ya ...." pinta Azkia yang membuat Ellena tersenyum bahagia, dia sangat senang bisa mengenal nona mudanya yang tidak pernah menganggapnya sebagai pengasuh.

Azkia memperlakukannya seperti seorang adik, dan itu jelas membuatnya juga ikut bersedih jika meninggalkan tempat ini.

Di saat suasana sedang sedih, tangisan Rey membuat Ellena segera berdiri menghampiri stroller bayi untuk menenangkan Rey.

"Popok Rey sudah penuh, saya tinggal dulu untuk menggantinya, Nona."

Azkia mengangguk, menatap nanar gadis yang sedang menggendong anaknya menuju ke kamar.

Setelah kepergian Ellena, Erwin yang melihat wajah muram Azkia segera mendekat dan bertanya, "Kenapa dengan wajah Anda, Nona? Mengapa jadi berubah muram tidak seperti tadi?"

"Apa kamu tahu rencana Ellena yang ingin berhenti bekerja, Erwin?" 

Erwin mengernyit heran. "Tidak," jawabannya datar.

"Huh, padahal aku sudah sangat cocok dengan dia, aku sudah tidak kesepian lagi semenjak Ellena ada di sini."

Erwin diam tidak memberi respon, lalu dia segera pergi ketika melihat Deffin yang sudah pulang datang mendekat.

Dia tidak ingin melihat adegan yang selalu membuat hatinya panas, ketika berjalan melewati anak tangga, Erwin berpapasan dengan Ellena yang sedang menuruni tangga.

"Kamu ingin berhenti bekerja?" tanya Erwin datar.

"I-iya, Tuan. Karena tabunganku sudah cukup, saya ingin kembali ke negara saya.

"Baiklah, tapi nanti kamu bersihkan dahulu kamar di rumahku yang dua hari dulu pernah kamu tempati, aku tidak ingin ada barang bekasmu yang tersisa di sana," ujar Erwin yang tidak sadar telah menyakiti hati Ellena.

"Baik Tuan, sebelum saya pergi, nanti saya bersihkan," sahut Ellena sopan.

Erwin kemudian berlalu, meninggalkan Ellena yang sedang bergumam dalam hatinya, "Apakah ini yang Anda maksud berhati hangat, nona? Tuan Erwin bahkan tidak ingin barang yang bekas kupakai tertinggal di rumahnya, padahal hanya beberapa lembar pakaian yang sudah saya cuci bersih. Bagaimana mungkin saya akan bisa mendapatkan perasaan tuan Erwin, jika sampai sekarang cinta tuan Erwin hanya ada untuk Anda."

Tanpa ada yang memberi tahu, Ellena mengerti bahwa cara Erwin memandang Azkia bukanlah tatapan rasa hormat untuk majikan, setiap tatapan dan sikap lembutnya kepada Azkia adalah karena perasaan cinta.

Ellena menghela napas dalam, dia berharap hari cepat sore agar dia bisa pamit dan segera membersihkan kamar yang dulu pernah dia tempati selama dua hari di rumah Erwin.

****

Sore yang ditunggu Ellena telah tiba, setelah drama tangis panjang ketika berpamitan dengan majikan beserta orang yang bekerja di sana telah usai, kini Ellena sudah sampai di rumah Erwin.

Semua orang merasa sedih akan kehilangan sosok cerianya, Ellena pun juga tidak kalah sedih karena dia akan berpisah dengan orang-orang baik di negara ini.

Karena kebanyakan melamun sebab memikirkan bagaimana nasibnya nanti ketika sampai di negaranya, membuat Ellena cukup lama berada di kamar itu, hingga dia tersadar karena dikejutkan dengan suara ketukan pintu.

"Ada apa, Bi Ema?" Setelah membuka pintu, ternyata pelayan Erwin yang mengetuk pintunya.

"Tuan berpesan, Anda harus membawa semua barang di kamar ini, yang memang disiapkan tuan untuk Anda."

"Kenapa harus semua Bi? Saya hanya memakai Empat lembar pakaian saja, jadi hanya itu yang akan saya bawa. Barang lainnya masih utuh, saya hanya akan membawa barang yang pernah saya pakai."

"Maaf Nona, tapi Anda harus mengikuti perintah tuan Erwin. Ini kopernya." Bibi Ema menyerahkan koper dengan sopan, setelah itu dia langsung pergi, karena memang dilarang Erwin untuk membantu Ellena.

Dengan terpaksa Ellena mengemasi semua barang-barang itu, namun karena kopernya tidak muat dia menulis memo untuk meminta maaf karena menyisakan barang, Ellena hanya membawa beberapa lembar pakaian dan sepasang sepatu, dan untuk peralatan make-up yang sudah disediakan lengkap, dia hanya memilih bedak dan lipstik saja.

Tidak terasa jam sudah menunjukkan pukul 20.00, dia segera bergegas karena satu jam lagi adalah jadwal penerbangan pesawat yang akan ditumpanginya.

Ketika sudah membuka pintu hendak keluar kamar, Ellena terkejut melihat Erwin yang berdiri di depan kamarnya dengan penampilan kacau dan bau alkohol yang sangat menyengat menyeruak di Indra penciumannya.

Tanpa aba-aba, tiba-tiba saja Erwin mencium bibir Ellena dan mendorongnya masuk ke dalam kamar, Erwin sempat mengunci kamar tanpa melepaskan ciuman itu, lalu dia dengan terburu-buru membawa Ellena ke ranjang, Erwin tidak peduli dengan tangisan dan penolakan Ellena, dia hanya ingin malam ini gairahnya bisa dituntaskan.

Dan malam itu awal rasa sakit untuk Ellena telah dimulai.

***

Komen (1)
goodnovel comment avatar
ari fin
kok naskahnya d ulang alik trs..menyebalkann
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status