Di dalam kamar Ellena, sedari tadi Erwin tidak berhenti mengomeli Ellena, ia masih kesal sebab mengingat kejadian tadi, jika saja dirinya terlambat sedikit saja, Nico pasti bisa merasakan halusnya tangan Ellena, dan Erwin tentu tidak mau hal itu terjadi.
Siang sudah berganti malam, namun Erwin masih belum bosan mengulang perkataannya untuk memperingatkan Ellena agar menjauhi Nico, jika mereka berdua tidak sengaja bertemu.
Ellena mengangguk patuh, namun dalam hati ia tersenyum, Ellena merasa senang mendengar nada bicara Erwin yang tersirat rasa cemburu. Melihat kenyataan sekarang, bolehkah Ellena menerka, jika Erwin sudah mulai mencintainya?
"Kau dengar tidak?!" Lagi-lagi Erwin bertanya dengan nada sedikit membentak.
Ellena yang terkesiap refleks menganggukkan kepalanya cepat. "Saya mengerti, Tuan." sahut Ellena seraya menundukkan kepalanya.
Posisi Ellena yang duduk di pinggir ranjang, sedangkan Erwin yang berdiri seraya berkacak pinggang, mereka be
Ellena yang hanyut dengan harumnya bunga mawar putih di tangannya, tersentak saat pintu kamarnya dibuka dengan sedikit kasar. Ellena ketakutan saat melihat sosok orang yang membuka pintu kamarnya tersebut, sorot mata tajam Erwin, dan rahangnya yang mengeras, mengantarkan sinyal pertanda bahaya bagi Ellena."Bunga dari siapa itu? Cepat buang!!!"Ellena yang bingung, tidak langsung mengindahkan perkataan Erwin, dalam hati ia bertanya-tanya, kenapa Erwin sampai marah seperti ini?"Maaf, Tuan. Tapi kenapa Anda menyuruh saya membuang bunga ini?" tanya Ellena polos."Jangan banyak tanya! Cepat buang! Oh ... atau mungkin bunga ini pemberian dari selingkuhanmu!" tukas Erwin geram. Kepala Erwin terasa ingin pecah karena marah, ia barusan melihat sendiri bagaimana bahagianya Ellena mencium bunga tersebut, dan itu membuatnya tidak bisa mengontrol emosinya, sehingga dalam sekali tarikan, bunga itu berhasil dibuang Erwin ke dalam tempat sampah.Ellena terperang
Hari terus berganti, dan bunga kiriman dari Nico pun tetap berdatangan. Sampai saat ini Ellena masih belum tahu bunga itu dari siapa? Ellena juga lebih mengabaikan rasa penasarannya ketimbang memancing emosi Erwin, jadi ia terus mengabaikan kiriman bunga yang harganya tidak murah itu sia-sia terbuang di tong sampah.Erwin pun tetap pada pendiriannya, ia belum mau mengambil tindakan apapun untuk Nico. Namun, tetap saja hati Erwin terasa terbakar melihat istrinya terus menerus mendapatkan kiriman bunga dari lelaki lain, dan itu sangat tidak adil bagi Erwin, karena Ellena tidak merasakan rasanya terbakar api cemburu yang sama seperti yang ia rasakan. Jadi inilah waktunya bagi Erwin untuk mengetahui perasaan Ellena sesungguhnya kepadanya.Erwin sudah mengatur waktu pertemuannya dengan Rose, tepat di saat menjelang waktu makan siang, di mana Ellena akan mengantarkan bekal makan siang pesanan Erwin."Apakah semua sudah siap, B
Tidak ada yang dilakukan Ellena selain diam, ia seperti layaknya seorang pelayan yang menyaksikan keromantisan sepasang kekasih yang sedang makan siang, meski tidak ada adegan yang berlebihan. Namun, ini sudah lebih dari cukup untuk membuat Ellena menyerah dengan perasaannya kepada Erwin.Setelah mengemasi kotak bekal makan siang, ia langsung pamit. Ellena tidak peduli lagi jika mereka berdua tidak menanggapi kepergiannya, Erwin dan Rose kembali asyik mengobrol yang membuat telinga Ellena panas, dan ia sudah tidak tahan lagi untuk mendengarkan yang lebih jauh lagi.Tepat setelah keluar dari ruangan Erwin, Ellena melihat Lucas sudah berdiri di depan pintu lift, ia terlihat sedang menunggu kedatangannya.Tidak ada pembicaraan di antara mereka hingga mereka masuk ke dalam mobil."Lucas, apakah kamu sudah makan siang?" tanya Ellena setelah mobil berjalan meninggalkan kantor Erwin."Sudah, Nona.""Emm ... Bolehkah aku meminta bantuanmu?" tanya Elle
Melihat kemarahan Ellena, Nico sama sekali tidak panik, ia justru mengangkat kedua tangannya sejajar dengan kepalanya, lalu bibirnya mengulas senyum khas miliknya."Maaf, aku terlalu tidak sabar untuk mendekatimu, duduklah! Kali ini aku janji tidak akan menyentuhmu," ujar Nico sungguh-sungguh."Tidak! Katakan saja apa yang ingin kamu sampaikan, aku tidak punya banyak waktu untuk berbicara denganmu!" sahut Ellena ketus.Nico mendengus. "Apakah kamu begitu mencintainya? Padahal dia bukan suami yang baik untukmu." Nico memandang burung-burung yang beterbangan meninggalkan area taman. Seolah-olah, burung-burung itu sedang mewakili kisah cintanya yang tidak akan pernah singgah untuknya."Apa maksudmu?""Aku tahu kamu hanya dianggap pelayan oleh Erwin, dari dulu dia hanya mencintai istri Tuan Deffin. Erwin juga tidak pernah bersikap baik denganmu, dia seorang psikopat, dan kabar terakh
Suasana di depan kantor Erwin mendadak ramai, orang-orang yang melewati jalan itu menyempatkan diri untuk berhenti guna melihat apa yang sedang terjadi, tidak sedikit juga para karyawan yang berhamburan keluar karena mendengar istri bosnya terkena tembakan. Tepat setelah Ellena tidak sadarkan diri, sebuah mobil datang mendekat ke arah mereka."Silahkan, Bos," ujar James seraya membukakan pintu mobil. James mendengar kabar dari anak buahnya, jika ada yang tidak beres di kantor Erwin. Setelah terus mengawasinya, siapa yang menduga hal buruk ini sungguh terjadi."Cepat jalan, James." Ini pertama kalinya suara Erwin terdengar parau. Rose yang duduk di kursi penumpang di samping James, sepertinya mulai menyadari sesuatu.Mobil melaju dengan kencang menuju rumah sakit milik Deffin.Sedangkan di sisi lain, Nico masih tidak percaya dengan apa yang baru saja terjadi, ia melihat pistol di tangannya yang bergetar, ia tidak menyangka telah membunuh orang yang d
Semua orang mendadak lemas mendengar berita buruk ini, para wanita sontak menangis karena tidak dapat menahan perasaan sedih mereka. Erwin yang tidak terima mendengar kenyataan ini, ia langsung masuk ke ruang operasi. Para perawat baru saja melepas semua alat bantu medis dari tubuh Ellena, dengan tidak sabaran Erwin menghampiri Ellena, dan meraih tangganya. "Tidak ... kamu tidak boleh mati ... Ellena." Erwin sudah tidak mempedulikan pandangan orang di sekelilingnya, semua orang nampak prihatin dengan sosok suami yang baru saja ditinggal mati oleh istrinya. "Bangunlah ... kamu memintaku untuk mencintaimu, aku sudah mencintaimu. Bahkan dari dulu aku sudah mencintaimu, tapi aku sendiri yang terlalu bodoh untuk mengerti perasaan itu. Kumohon bangunlah ...." "Aku sangat mencintaimu ...." Berulang kali Erwin membisikkan kata-kata ini di dekat telinga Ellena, berharap Ellena bisa mendengarnya dan bangun dari kematiannya. Semua orang merasa terenyuh melihat b
Ruangan yang tadinya ramai, kini mendadak hening. Dinginnya udara yang keluar dari AC, kalah jauh dari aura dingin yang dipancarkan oleh Erwin, bahkan rasa dinginnya lebih menusuk hingga sampai ke tulang Lucas."Kamu bisa melihat sendiri, apa akibatnya jika melanggar perintahku?" sembur Erwin.Suara Erwin tidak terlalu keras. Namun, sangat mampu membuat perasaan Lucas sakit karena rasa bersalah."Maafkan saya, Tuan. Saya siap menerima hukuman dari Anda," sahut Lucas pasrah seraya berlutut. Melihat keadaan Ellena seperti ini, Lucas sedari tadi tidak berhenti menyalahkan dirinya sendiri. Dia merasa bodoh dan lemah karena tidak bisa melawan anak buah Nico saat menyerangnya di saat ia membelikan makan siang untuk Ellena.Seharusnya Lucas mampu untuk melawan ke delapan orang suruhan Nico, dengan begitu tidak akan terjadi kejadian seperti ini, Lucas sungguh merasa bersalah."Sudahlah, saat ini aku bisa mengampunimu, karena kamu sudah mendapatkan balasann
Suara berisik dari dalam kamar mandi mengusik tidur nyenyak Ellena, dengan pelan ia mencoba membuka matanya. Saat netranya terbuka sempurna, ia sedikit terkejut ketika melihat Erwin yang bertepatan keluar dari kamar mandi.Erwin tidak kalah kagetnya ketika melihat Ellena sudah sadar, dengan perasaan bahagia, ia langsung bergegas menghampiri Ellena. "Kamu sudah bangun?" tanya Erwin senang.Ellena terlalu gugup untuk menjawab pertanyaan Erwin, tenggorokannya juga terasa kering, hingga membuatnya tidak nyaman untuk berbicara, hingga akhirnya Ellena memilih mengangguk kecil untuk menanggapi pertanyaan Erwin.Senyuman Erwin semakin melebar melihat istrinya mau merespon pertanyaannya. "Mau minum?" tawar Erwin yang langsung diangguki oleh Ellena.Setelah membantu Ellena minum, Erwin segera memencet tombol yang berada di dinding ruang rawat inap untuk memanggil perawat yang berjaga.Senyuman di bibir Erwin belum juga luntur, Ellena yang tidak biasa melihat