Belum sempat berpikir lebih lanjut, tiba-tiba terdengar suara pintu diketuk. Danurwenda bangkit lalu membukanya. Ternyata Larasati yang datang. Gadis ini pasti diperintah oleh Raden Amara.
Danurwenda menyilakan masuk. Beberapa saat kemudian dua orang ini telah duduk berhadapan di lantai kamar yang terbuat dari kayu."Kau sudah tahu dari Raka Amara, bukan?" tanya Larasati tanpa basa-basi. Beberapa saat gadis ini menatap Danurwenda agak lama. Dia seperti sedang menyelami rupa pemuda yang bisa dikatakan dijodohkan dengannya."Iya, tapi aku tidak tahu apakah kau mau menerima hal ini?" jawab Danurwenda juga agak lama menatap Larasati sampai dalam hatinya menyimpulkan kalau kecantikan gadis ini sebanding dengan Setyawati.Sebagai lelaki dari sisi birahi, tentu saja Danurwenda menyukai Larasati. Namun, apakah gadis ini akan mengimbangi dirinya kalau menjadi pasangan hidupnya?"Sebagai wanita dari lingkup keluarga istana, aku tidak bisa menolak kTugas mengambil pusaka dari Munding Wulung telah selesai. Maksud yang tersimpan di balik tugas ini juga sudah menemukan keputusan.Walaupun Danurwenda diberi hadiah Larasati, tapi dia menolaknya. Selain alasan sudah ada Setyawati -ada kemungkinan ini juga merupakan ujian kesetiaan dari sang guru- alasan lainnya karena dia tidak mau terikat hidup dalam lingkungan istana.Sekarang ketika dia sudah siap hendak pulang dan memilih Setyawati sebagai pasangan hidupnya, tiba-tiba hawa sakti kehadiran gurunya terasa datang."Bukankah aku sudah tahu wujud Eyang, kenapa masih tidak menampakkan diri?" protes Danurwenda.Terdengar suara kekehan sang guru. "Walaupun di sini kelihatannya hanya ada kamu seorang, tapi tidak menutup kemungkinan secara tidak sengaja ada orang lain yang melihatku!"Sang guru menjelaskan bahwa hanya murid-muridnya saja yang boleh melihat wujudnya secara langsung. Danurwenda akhirnya mengerti dan tidak mempermasalahkan lagi.
Lewat tengah hari kereta yang berjalan ke arah barat memasuki sebuah hutan lebat. Kereta ini sudah jauh meninggalkan kota Raja Cundamanik.Jalan yang dilewati tampan sepi, seperti tidak pernah ada yang melintasi daerah ini. Perasaan Danurwenda jadi tidak enak. Terasa ada hawa membunuh yang mengintai mereka.Tiba-tiba saja kereta berhenti. Danurwenda melihat ke depan. Ada beberapa orang berpakaian serba hitam menghadang jalan. Wajah mereka semua ditutupi kain hitam, hanya memperlihatkan kedua mata saja."Serahkan semua harta kalian!" teriak seseorang entah dari mana.Lalu di sekeliling tempat ini ternyata sudah dikepung puluhan orang berpakaian serba hitam."Perampok sebanyak ini?" gumam Danurwenda."Perlu bantuan!" Puspa Arum menawarkan diri dari dalam kereta, tapi tidak segera dijawab si pemuda.Danurwenda menyapukan pandangan lalu dia menemukan seseorang yang berdiri di atas pohon. Tampaknya dia yang berteriak tadi dan juga pemimpinnya."Turun
Setelah beberapa lama mereka mulai memasuki perkampungan. Mereka menyempatkan mampir di sebuah kedai untuk membeli perbekalan.Ketika perjalanan mereka menemukan persimpangan jalan. Di sana sudah menghadang empat orang berkuda dan satu pasukan kecil yang pakaiannya seperti seragam prajurit."Tunggu, mau kemana?" Salah seorang di atas kuda menghentikan mereka."Kami dari Cundamanik hendak ke Purwa Sedana," jawab Danurwenda yang ada di depan."Oh, kalau begitu mari ikut kami!"Tanpa menunggu jawaban lagi keempat orang berkuda ini langsung membalikkan arah kuda lalu menggebah kudanya jalan pelan saja.Sepasukan prajurit langsung mengawal di depan dan belakang.Tanpa curiga rombongan Prabu Surya menurut saja. Namun, setelah berjalan cukup jauh Prabu Surya merasa terkejut."Lho, seharusnya kita ke arah utara. Kenapa malah lurus ke barat?""Mungkin lewat jalan lain, Gusti Prabu!" duga Puspa Wangi."Perasaanku tidak enak!"Si Kembar Cantik d
Akhirnya Danurwenda kembali tanpa membawa kereta kuda tersebut. Dia hanya sempat mengunci kembali pintu kurungan saja."Mohon maaf, bagaimana kalau kita jalan kaki saja? Agar tidak terendus oleh mereka dan juga agar bisa lebih leluasa bergerak!""Tidak apa-apa, lagi pula kota Raja Purwa Sedana tidak jauh lagi. Mungkin dua hari perjalanan," jawab Prabu Surya.Maka mereka melanjutkan perjalanan tanpa menaiki kereta kuda. Danurwenda baru kenal dengan si Kembar Cantik, jadi dia belum bisa membedakan mana Puspa Arum mana Puspa Wangi.Setelah berjalan jauh, Danurwenda menceritakan apa yang didengarnya tadi. Prabu Surya tampak menerawang demi mendapatkan ingatannya, tapi sampai sejauh ini dia tetap belum mengenali ke empat orang yang disebut Danurwenda tadi."Sepertinya mereka pejabat yang berkhianat dan hendak memberontak terhadap anakku, tapi aku tidak mengenal mereka satu pun!" Hanya itu yang keluar dari mulut sang Prabu.Prabu Surya menerangkan bahwa Naraya
Tidak mau berlaku sembarangan, si penyusup langsung menyerang Danurwenda. Si pemuda ini sempat terkesiap sejenak mendapati gerakan lawan cukup cepat.Dalam beberapa jurus Danurwenda hanya menghindar saja guna mengetahui lebih jauh siapa orang ini. Seberapa besar kekuatan yang dimiliki.Namun, konsentrasinya sedikit terganggu karena melihat postur tubuh lawan yang menggiurkan. Dia teringat kepada dua wanita yang memiliki bentuk badan seperti ini.Prabarini dan Citrasari.Dua wanita yang memiliki kemiripan wajah bahkan seluruh tubuhnya juga.Akibatnya satu dua pukulan wanita ini berhasil bersarang di tubuh Danurwenda, tapi tidak membuatnya terluka atau apapun. Hanya terasa seperti sentuhan saja.Berikutnya Danurwenda lebih fokus. Dia sudah mengukur tenaga dalam yang dimiliki lawannya.Namun, dia tidak bisa membunuh orang ini. Hanya melumpuhkan saja karena keterangannya pasti dibutuhkan. Untuk apa menyusup? Dari mana dan siapa yang menyuruhnya?Selanjutnya giliran Danurwenda menyerang bal
Perempuan itu tak bisa lagi menahan deburan keras yang sudah melanda dadanya dari tadi, sebagai tanda bahwa gairahnya mulai berkobar-kobar.Wajahnya sedikit tengadah dan disodorkan kepada Danurwenda. Si pemuda tak mau melewatkan kesempatan ini. Seperti yang dikatakan Puspa Arum, hanya sekedar suka.Sedangkan cinta kasih sayangnya hanya untuk Setyawati seorang. Jadi yang melanda perasaan Danurwenda sekarang hanyalah segumpal birahi yang terbangkit karena melihat keindahan tubuh wanita.Hal yang wajar bagi setiap lelaki dewasa. Tanpa ragu-ragu lagi, Danurwenda akhirnya mengecup bibir itu dengan kecupan lembut sekali.Puspa Arum bagai diterbangkan tinggi-tinggi oleh kecupan itu hingga lidahnya mulai menari-nari melawan kecupan tersebut.Puspa Arum akhirnya melumat bibir si pemuda dengan penuh gairah, tanpa rasa malu dan sungkan lagi. Bahkan kecupan itu merayap sampai ke leher dan mencekam beberapa kali di sana.Puspa Arum semakin bergairah lagi. Kini dada Danurwenda disapu habis oleh kecu
"Lebih baik langsung hukum saja hamba!" kata Seruni membuat Prabu Narayana geram.Namun, sang ibu yang bijaksana ini mengisyaratkan agar putranya menahan diri."Kalau begitu aku tidak akan menghukummu, asal kau katakan dengan dengan jujur!" Suara Dewi Parwati sedikit keras.Si gadis terdiam. Matanya memancarkan keraguan. Pundaknya terasa menahan beban sebesar gunung. Kalau dia membongkar semuanya, maka keluarganya yang akan celaka."Katakan," Suara wanita itu berubah lembut.Sikap ini seperti seorang ibu yang sedang berbicara dengan putrinya. Penuh kelembutan dan memancarkan aura kasih sayang. Sehingga Seruni tergerak hatinya."Hamba hanya disuruh mengambil pusaka kebesaran Purwa Sedana,"Terdengar Dewi Parwati menghela napas pelan mendengar jawaban Seruni. Apa ini atas perintah kakanya itu atau ada orang lain lagi?Selagi berpikir keras tentang hal ini, tiba-tiba ada seorang prajurit berjalan dengan tergesa-ges
Bahkan dia tidak tahu bahwa orang yang satunya adalah Prabu Surya. Dia anak selir, tapi kurang luas pergaulan, jadi tidak banyak kenal pejabat. Dia hanya tahu Danurwenda saja. Dia mengira orang tua itu hanya pejabat biasa."Nanti juga tahu, makan saja dulu!"Dengan ragu-ragu akhirnya Seruni menyantap hidangan yang menjadi bagiannya."Aku tahu sebenarnya kau tahu mereka," kata Danurwenda lagi sembari makan."Mereka siapa?" Dalam hati si gadis menduga-duga."Rumah besar yang kita lewati tadi, bukankah kau menantikan kedatangan mereka untuk menolongmu?"Seruni terkejut, tapi tidak menunjukkannya. Dia pura-pura melahap makanan saja. Padahal apa yang dikatakan Danurwenda memang benar."Kau tahu, aku sebenarnya berasal dari Galuh. Bersama temanku yang lain mengawal Prabu Surya yang hendak ke Purwa Sedana,"Kemudian Danurwenda menceritakan kejadian penyekapan di rumah besar itu."Sampai datang surat itu, padahal Gusti Prabu Surya sudah selamat di is