“Anak-anakmu pasti rajin berlatih sampai membuatmu bangga seperti ini,” ucap seorang wanita disebelahku. Mungkin dia melihat aku tersenyum sambil menitikan air mata.“Bukan, ini karena suamiku.” Aku menjawab tanpa menoleh pada wanita itu. Bibirku melengkung sempurna melihat Mas Bastian bergegas lari ke pintu keluar stadion tempat dimana aku telah meletakkan kantong berisi sampah disana.Setelah melihat Mas Bastian sudah pergi ke dermaga, aku mengambil uang yang sudah dia letakkan di dalam tong sampah dan memasukkannya ke dalam termos besar. Aku memakai rambut palsu pendek sebahu dan berwarna sama dengan rambut Jessica.Permainan ini sangat menyenangkan, bibirku tak hentinya tersenyum menikmati keberhasilan dari rencanaku. Setelah itu, aku membeli kartu sekali pakai dan menelpon polisi untuk melaporkan bahwa malam itu suamiku telah menyuntikkan sesuatu ke dalam botol anggur yang baru dia beli, tepat di depan garasi sebelum masuk ke rumah. Tentunya aku menyamarkan suara supaya tidak dik
POV Bastian“Tadi aku melihat stop kontak itu miring, jadi aku berinisiatif untuk membenarkannya, tapi aku melihat benda ini di dalam,” wajah Elena tampak pias. aku mengira dirinya tidak berbohong. Dia memang sangat jeli memperhatikan seisi rumah, kurang satu centi saja pasti dia akan sibuk membenahi.Dua jam sebelumnya Elena pulang.Aku dan Bang Rozi memeriksa seisi rumah dengan sebuah alat yang dapat mendeteksi adanya penyadap. Saat berada di kamar, alat itu mengarah pada stop kontak dekat sudut ruangan.“Itu…” aku terkejut melihat alat pendeteksi berbunyi tepat di dekat stop kontak.“Ssstttt….” Bang Rozi menarikku untuk menjauh dari sana, “jangan bicara apa-apa, nanti dia bisa dengar,” bisik Bang Rozi.“Tapi siapa yang pasang alat penyadap disini…” akupun ikut berbisik.“Biarkan saja, kita jadikan itu sebagai umpan,” ujar Bang Rozi.“Siapa yang bisa melakukan ini….” Mataku melirik keatas sambil berpikir.“Jangan-jangan…..” ucapku dan Bang Rozi kompak.“Apa lo mikirin orang yang sam
“Sudah terpancing?” tanya Bang Rozi saat aku tiba di kantor usangnya. “Bukan istriku, Bang,” jawabku. “Gue gak pernah bilang itu istri lo,” Bang Rozi berdalih dengan wajahnya yang menyebalkan. Pria dengan rambut sedikit beruban itu menyeringai, aku malah terpancing dengan pertanyaannya dan mengaku bahwa aku mencurigai Elena. “Lo kesini mau minta bantuan gue kan? Apa yang bisa gue bantu buat mantan adik iparku tersayang ini?” Aku meringis melihat Bang Rozi cengengesan. Tampak jelas apa niat pria ini, dia hanya mengejar uang 10 Milyar itu. Otak cerdiknya pasti mencium bahwa pelakunya orang terdekatku. “Aku hanya ingin mengenal istriku lebih dalam, selama ini aku kurang mengenali dirinya,” ucapku. Secara tak langsung aku meminta Bang Rozi untuk menyelidiki latar belakang Elena secara mendalam dan juga mengawasi kegiatannya. Selama ini yang kutahu hanya, Elena itu anak pengusaha kaya dan pewaris tunggal. Tapi sialnya aku sama sekali tak mengecap manisnya kekayaan yang dimiliki oleh
“Aku yang akan memutuskan, apa yang akan dilakukan selanjutnya,” gumamku.Kenapa aku tiba-tiba jadi cemburu membayangkan Elena bersama Denis, padahal sama saja denganku. Aku tak memikirkan bagaimana perasaan Elena saat aku bersama Jessica.Pukul 10.00, aku pergi ke restoran, ketika akan memarkirkan mobil, tiba-tiba Jessica nyelonong masuk.“Kenapa kamu gak pernah nelpon aku lagi?” dia bertanya dengan wajah kesal.“Kita bicarakan ini lain kali saja,” jawabku tanpa menoleh sedikitpun padanya.“Hah? Apa masih ada lain kali untuk kita?” protesnya.Beberapa detik kami saling diam, Jessica menarik kerah bajuku dengan kasar, dia melihat bekas luka di leherku.“Jadi kamu benar-benar ingin mati demi istrimu?” wajah Jessica tampak sangat kecewa.“Kalau saat itu benar-benar mati, apakah aku sudah bisa tenang?”“Kamu juga menemukan sesuatu yang aneh kan?” Jessica mengernyit.“Aku menemukan ini, hanya satu orang yang bisa melakukan ini.” Jessica menunjukkan alat penyadap yang serupa seperti didala
“Ya Lord! Keributan apalagi yang akan terjadi,” gumamku sambil mengusap wajah kasar.Elena menghampiriku dengan senyum merekah dibibir merahnya.“Kenapa kamu datang kesini?” aku bertanya dengan napas sedikit tercekat.“Apa aku mengejutkanmu, sayang?” tanyanya.Tiba-tiba Jessica muncul dari belakang menyambar pertanyaan Elena seperti kilat, membuat jantungku hampir lompat dari posisinya.“Anda datang pada waktu yang tepat, Nyonya bos,” ucap Jessica sambil tersenyum getir.Aku memegang dadaku takut organ penting ini berdetak tak normal.“Aku mau pulang lebih cepat, jadi orangnya gak cukup, anda bisa menggantikanku kan?” tanya Jessica.Elena tersenyum, “baiklah, kamu tak perlu khawatir, cepatlah pulang dan istirahat saja!” ujar Elena.“Terima kasih, berkat anda juga pelanggan restoran jadi semakin banyak,” ucap Jessica dengan senyum sinisnya.Elena mendekati Jessica dan membisikkan sesuatu yang tak terdengar olehku. Membuat senyum yang terukir di bibir Jessica seketika meredup, wajahnya
“Apa kalian sedang mencurigai istriku?” ucapku terkejut.“Sebenarnya ada banyak hal aneh dalam kasus ini, ada seseorang yang melapor, bahwa dia melihat kamu menaruh racun ke dalam anggur, tapi hasil penyelidikkan menunjukkan tak ada racun di dalamnya.”Aku bergeming sesaat, mencerna ucapan detektif Toni.“Chef Bastian, kenapa kau membuang anggur di botol itu?”“Hah?” aku terkesiap dan salah tingkah.“Karena kau mengira ada racun di dalamnya..” tatapan detektif Toni semakin membuatku gugup.Aku menarik napas dalam, berharap supaya lebih tenang.“Bukannya sudah kubilang, aku tak tau soal racun itu!” aku menyanggah tuduhan detektif Toni.“Jadi, kenapa kau begitu senang saat di rumah sakit? Sampai kau seperti ini..” detektif Toni memperagakan selebrasiku saat itu.“Ah, sebenarnya aku melepaskan kepenatan dalam hatiku, setidaknya aku senang karena sudah hilang satu hal yang mungkin bisa membuatku disalahpahami.” Akhirnya aku mendapat jawaban cemerlang untuk kuutarakan.“Masih terlalu dini
“Apa kita perlu memulainya dengan pelan-pelan?” aku menjatuhkan tubuhnya ke ranjang sambil menggelitikinya, membuat tawa renyah keluar dari mulut Elena. Aku sengaja melakukan itu agar Denis mendengar kemesraan kami.***Setelah bersenda gurau, Elena tertidur. Aku turun ke dapur untuk sekedar membuat kopi kemudian kembali ke kamar.Kuperhatikan Elena yang sedang tidur, apa saat ini pun dia sedang berpura-pura? Segala perbuatannya hanya sandiwara dimataku sekarang. Sandiwara versi baru sudah di mulai dalam hidupku.Botol anggur yang sudah ditaruh racun itu, bisa menutupi bukti yang mutlak, mungkin karena masih ada informasi lain. Itu artinya, kasus ini masih berlanjut. Penjahatnya masih mengamati semua ini.Awalnya aku mencurigai Jessica, tapi alibinya sangat meyakinkan. Denis dan Jessica juga tidak ada hubungan apapun. Orang yang harus menyembunyikan botol anggur itu… aku harus menemukannya.Setelah memastikan Elena benar-benar terlelap, aku mematikan semua lampu dan mulai menjelajahi
Pov ElenaSuamiku tampak percaya bahwa aku hanya menemukan alat penyadap itu dari dalam stop kontak. Aku ingin dia mempercayaiku, hanya itu. Setelahnya kami akan hidup rukun kembali.Makan malam ini, Mas Bastian memasak makanan spesial untukku. Dia juga menyuguhkan anggur merah merek Cinta Abadi.“Suamiku memang chef yang hebat,” pujiku saat melihat makanan yang terhidang diatas meja.Dia tersenyum, lalu menuangkan anggur ke dalam gelas.“Mas, mereka bilang kamu menaruh racun ke dalam anggur, itu tidak mungkin, kan?”Aku melihat air mukanya berubah tegang. Aku tersenyum menyambut ketakutannya itu. Mas Bastian bertanya padaku apakah aku mempercayainya, dia juga menyuruhku memastikan apakah dia patut untuk dipercayai.“Tentu saja, kamu kan suamiku, apapun pemberianmu, walaupun itu racun sekalipun, aku akan tetap memakan dan meminumnya.”Kami mengobrol banyak hal malam itu, sampai akhirnya kami memutuskan untuk tidur karena rasa lelah seharian. Besok akan memulai hari kembali, mengawalin