“Sudah terpancing?” tanya Bang Rozi saat aku tiba di kantor usangnya. “Bukan istriku, Bang,” jawabku. “Gue gak pernah bilang itu istri lo,” Bang Rozi berdalih dengan wajahnya yang menyebalkan. Pria dengan rambut sedikit beruban itu menyeringai, aku malah terpancing dengan pertanyaannya dan mengaku bahwa aku mencurigai Elena. “Lo kesini mau minta bantuan gue kan? Apa yang bisa gue bantu buat mantan adik iparku tersayang ini?” Aku meringis melihat Bang Rozi cengengesan. Tampak jelas apa niat pria ini, dia hanya mengejar uang 10 Milyar itu. Otak cerdiknya pasti mencium bahwa pelakunya orang terdekatku. “Aku hanya ingin mengenal istriku lebih dalam, selama ini aku kurang mengenali dirinya,” ucapku. Secara tak langsung aku meminta Bang Rozi untuk menyelidiki latar belakang Elena secara mendalam dan juga mengawasi kegiatannya. Selama ini yang kutahu hanya, Elena itu anak pengusaha kaya dan pewaris tunggal. Tapi sialnya aku sama sekali tak mengecap manisnya kekayaan yang dimiliki oleh
“Aku yang akan memutuskan, apa yang akan dilakukan selanjutnya,” gumamku.Kenapa aku tiba-tiba jadi cemburu membayangkan Elena bersama Denis, padahal sama saja denganku. Aku tak memikirkan bagaimana perasaan Elena saat aku bersama Jessica.Pukul 10.00, aku pergi ke restoran, ketika akan memarkirkan mobil, tiba-tiba Jessica nyelonong masuk.“Kenapa kamu gak pernah nelpon aku lagi?” dia bertanya dengan wajah kesal.“Kita bicarakan ini lain kali saja,” jawabku tanpa menoleh sedikitpun padanya.“Hah? Apa masih ada lain kali untuk kita?” protesnya.Beberapa detik kami saling diam, Jessica menarik kerah bajuku dengan kasar, dia melihat bekas luka di leherku.“Jadi kamu benar-benar ingin mati demi istrimu?” wajah Jessica tampak sangat kecewa.“Kalau saat itu benar-benar mati, apakah aku sudah bisa tenang?”“Kamu juga menemukan sesuatu yang aneh kan?” Jessica mengernyit.“Aku menemukan ini, hanya satu orang yang bisa melakukan ini.” Jessica menunjukkan alat penyadap yang serupa seperti didala
“Ya Lord! Keributan apalagi yang akan terjadi,” gumamku sambil mengusap wajah kasar.Elena menghampiriku dengan senyum merekah dibibir merahnya.“Kenapa kamu datang kesini?” aku bertanya dengan napas sedikit tercekat.“Apa aku mengejutkanmu, sayang?” tanyanya.Tiba-tiba Jessica muncul dari belakang menyambar pertanyaan Elena seperti kilat, membuat jantungku hampir lompat dari posisinya.“Anda datang pada waktu yang tepat, Nyonya bos,” ucap Jessica sambil tersenyum getir.Aku memegang dadaku takut organ penting ini berdetak tak normal.“Aku mau pulang lebih cepat, jadi orangnya gak cukup, anda bisa menggantikanku kan?” tanya Jessica.Elena tersenyum, “baiklah, kamu tak perlu khawatir, cepatlah pulang dan istirahat saja!” ujar Elena.“Terima kasih, berkat anda juga pelanggan restoran jadi semakin banyak,” ucap Jessica dengan senyum sinisnya.Elena mendekati Jessica dan membisikkan sesuatu yang tak terdengar olehku. Membuat senyum yang terukir di bibir Jessica seketika meredup, wajahnya
“Apa kalian sedang mencurigai istriku?” ucapku terkejut.“Sebenarnya ada banyak hal aneh dalam kasus ini, ada seseorang yang melapor, bahwa dia melihat kamu menaruh racun ke dalam anggur, tapi hasil penyelidikkan menunjukkan tak ada racun di dalamnya.”Aku bergeming sesaat, mencerna ucapan detektif Toni.“Chef Bastian, kenapa kau membuang anggur di botol itu?”“Hah?” aku terkesiap dan salah tingkah.“Karena kau mengira ada racun di dalamnya..” tatapan detektif Toni semakin membuatku gugup.Aku menarik napas dalam, berharap supaya lebih tenang.“Bukannya sudah kubilang, aku tak tau soal racun itu!” aku menyanggah tuduhan detektif Toni.“Jadi, kenapa kau begitu senang saat di rumah sakit? Sampai kau seperti ini..” detektif Toni memperagakan selebrasiku saat itu.“Ah, sebenarnya aku melepaskan kepenatan dalam hatiku, setidaknya aku senang karena sudah hilang satu hal yang mungkin bisa membuatku disalahpahami.” Akhirnya aku mendapat jawaban cemerlang untuk kuutarakan.“Masih terlalu dini
“Apa kita perlu memulainya dengan pelan-pelan?” aku menjatuhkan tubuhnya ke ranjang sambil menggelitikinya, membuat tawa renyah keluar dari mulut Elena. Aku sengaja melakukan itu agar Denis mendengar kemesraan kami.***Setelah bersenda gurau, Elena tertidur. Aku turun ke dapur untuk sekedar membuat kopi kemudian kembali ke kamar.Kuperhatikan Elena yang sedang tidur, apa saat ini pun dia sedang berpura-pura? Segala perbuatannya hanya sandiwara dimataku sekarang. Sandiwara versi baru sudah di mulai dalam hidupku.Botol anggur yang sudah ditaruh racun itu, bisa menutupi bukti yang mutlak, mungkin karena masih ada informasi lain. Itu artinya, kasus ini masih berlanjut. Penjahatnya masih mengamati semua ini.Awalnya aku mencurigai Jessica, tapi alibinya sangat meyakinkan. Denis dan Jessica juga tidak ada hubungan apapun. Orang yang harus menyembunyikan botol anggur itu… aku harus menemukannya.Setelah memastikan Elena benar-benar terlelap, aku mematikan semua lampu dan mulai menjelajahi
Pov ElenaSuamiku tampak percaya bahwa aku hanya menemukan alat penyadap itu dari dalam stop kontak. Aku ingin dia mempercayaiku, hanya itu. Setelahnya kami akan hidup rukun kembali.Makan malam ini, Mas Bastian memasak makanan spesial untukku. Dia juga menyuguhkan anggur merah merek Cinta Abadi.“Suamiku memang chef yang hebat,” pujiku saat melihat makanan yang terhidang diatas meja.Dia tersenyum, lalu menuangkan anggur ke dalam gelas.“Mas, mereka bilang kamu menaruh racun ke dalam anggur, itu tidak mungkin, kan?”Aku melihat air mukanya berubah tegang. Aku tersenyum menyambut ketakutannya itu. Mas Bastian bertanya padaku apakah aku mempercayainya, dia juga menyuruhku memastikan apakah dia patut untuk dipercayai.“Tentu saja, kamu kan suamiku, apapun pemberianmu, walaupun itu racun sekalipun, aku akan tetap memakan dan meminumnya.”Kami mengobrol banyak hal malam itu, sampai akhirnya kami memutuskan untuk tidur karena rasa lelah seharian. Besok akan memulai hari kembali, mengawalin
POV Bastian“Sampai maut memisahkan… kontrak ini sama saja dengan omong kosong. Menurutmu bagaimana? Kamu juga sudah bersumpah dengan anggur ini. Apa kamu tau, balas dendam aadalah mengharapkan lawan mati bersamaan dengan kita minum racun ini. Dan sekarang.. kita sudah meminum racunnya. Sampai maut memisahkan, kita akan terus menjalaninya… jangan kamu lupakan sumpah kita diatas anggur Cinta Abadi ini..”Elena terus mengoceh dengan ekspresinya yang begitu menyeramkan, sambil menyerahkan gelas berisi anggur yang membuat kami saling berseteru tadi.Aku sama sekali tidak bisa berkutik, istriku mempunyai bukti penting untuk mengancamku, apakah aku harus menyetujuinya untuk saling menjaga rahasia masing-masing?Beberapa menit yang lalu Bang Rozi menelpon, dia mengabarkan bahwa Denis sudah tertangkap dan studionya terbakar. Dia menyebut bahwa ada kaki tangan dibalik ini.Detektif Toni juga menegaskan sebelumnya bahwa kasus ini baru permulaan. Semuanya belum selesai.“Minum dong!” pintanya.A
“Oh, aku akan menyeka wajahku sekali lagi,” jawabku.Ting tong… Ting tong…!Bunyi bel rumah menyelamatkanku dari tatapan tajam Elena.Kami berdua bergerak menuju pintu melihat dari balik layar monitor siapa yang datang pagi-pagi.“Detektif itu lagi, apa rencanamu kali ini?” tanyaku pada Elena.“Mau bagaimana lagi, kita harus menghadapinya bersama, kita kan suami istri,” jawabnya.Setelah membukakan pintu, aku, Elena dan kedua detektif itu duduk melingkar di sofa ruang tamu.Elena masih dengan wajah lugunya, dia benar-benar tenang dan berakting dengan baik seolah tidak tahu apa-apa. Sementara aku sedikit gemetar dan mungkin sangat kelihatan tegang.“Anda mengenal Denis, bukan?” Detektif Toni membuka pembicaraan sambil memperlihatkan foto Denis.“Iya,” jawab Elena singkat.“Studionya sudah terbakar,” kata detektif Toni.“Aku sudah melihat beritanya,” jawab Elena sambil menggenggam tanganku, kepalanya menunduk, suaranya lemah lembut. Membuat aku ingin menjerit bahwa dia-lah dalang dibali