Pagi menyapa, aku membuka jendela kamar sambil membalas senyuman hangat sang mentari. Cuaca begitu cerah, seolah menggambarkan suasana hati. Bagaimana aku tidak senang jika kemarin Nila memberi kabar kalau dia bersedia melakukan semua yang aku perintahkan. Kak Alyssa pun kembali kompak denganku. Dia meminta agar aku bersikap baik pada Nila sehingga gadis itu mengira hubungan kami baik seperti seorang teman. Dengan demikian, dia akan menaruh kepercayaan sepenuhnya padaku. Burung-burung mengudara di angkasa, berkicau indah bagai alunan melodi cinta. Sudah lama aku tidak merasakan suasana seperti ini. Bercengkrama bersama pasangan atau seorang teman qqq selalu setia menemani. Akankah terulang kembali kisah di masa silam dengan lembaran baru? Masih mengulum senyum, aku menghirup udara segar seraya memejamkan mata menikmati keindahan alam. Serupa cinta yang tidak dapat dilihat, hanya bisa kita nikmati. Aku merentangkan tangan, embusan angin lembut memeluk jiwa. "Jadi, apa rencanamu hari
POV Dimas _______________________ Sebagai seorang lelaki dewasa yang normal, tentunya merasa bahagia karena dua tidur dengan dua perempuan semasa hidupku. Rasanya sungguh nikmat, aku bahkan menganggap diri sebagai raja. Meskipun pada akhirnya ada masalah, tetapi unboxing dua gadis adalah prestasi membanggakan. Aku tidak ingin membandingkan, tetapi terasa nyaman dengan Sandra. Mungkin benar kata orang bahwa yang haram itu lebih menggugah selera. Akan tetapi, melihat penampilan Ana sekarang membuat aku ingin mendekapnya seperti di malam pertama kami. Ada satu rencana yang aku susun dengan matang selama dua hari terakhir. Mungkin surat cerai akan segera terbit, tetapi hati tidak bisa dikelabui. Kami belum lama berpisah, pasti serpihan kenangan masih tersimpan jelas dalam memori Ana. Mantan istriku yang kini berubah cantik itu masih betah melajang. Aku yakin dia menyimpan cinta untukku. Perjalanan pulang dari kantor cukup melelahkan karena macet di jalan. Namun, sekarang aku bisa mere
"Jangan ngarang kamu, Sandra. Ibuku nggak mungkin melakukan itu. Mungkin kamu sendiri yang sengaja pengen tinggal di sini, lalu merekam perbuatan itu supaya kita nikah. Ingat nggak, kamu yang menggoda aku. Kamu bilang, nggak apa-apa hamil duluan karena menjadi peluang untuk kita nikah. Sudah berapa kali aku menolak kamu, tapi kamu nggak nyerah. Atau jangan-jangan kamu sengaja menjebak ibu aku, hah?!" Sandra memicingkan mata, kedua tangan terkepal begitu kuat. Nila yang berdiri di antara kami memilih keluar kamar saat melihat ibu datang. Tidak mungkin ibu pelakunya. Aku sudah mengenal ibu dengan baik. Sekalipun sering meminta uang lebih ketika aku gajian, tetapi bukan berarti bisa dituduh seenak jidat. "Tanyakan sendiri sama ibumu kalau nggak percaya. Demi menjaga nama baik, aku sampai rela menawarkan diri sama Tuan Arsenio." "Kamu iri sama Ana, Sandra. Kamu nggak nerima fakta kalau sekarang Ana itu jauh lebih cantik dan lebih kaya darimu. Apalagi sekarang kamu sudah dipecat, itu kal
"Tidak, Bu. Aku cuma penasaran kenapa Nila sibuk sama HP-nya setelah tahu aku mau ...." Sekarang aku menggaruk kepala yang tidak gatal karena bingung bagaimana cara menjelaskan pada ibu."Mau apa, Mas?""Nila, kamu ngapain tadi main HP gitu. Kirim pesan ke siapa? Kamu mau bocorin rahasia kita, huh?!" bisikku padanya dengan suara yang sangat pelan dan aku yakin ibu tidak mendengarnya.Nila mendengkus kesal, kemudian menjelaskan pada ibu kalau aku curiga Nila memiliki pacar. Alasan yang bagus karena tidak akan membuat ibu curiga. Akhirnya aku bisa bernapas lega, minggu pagi mungkin harus menemui Ana.Sebenarnya aku juga malu video itu tersebar luas karena teman-teman jadi tahu kalau aku pernah berzina. Satu yang aku syukuri adalah punya alasan berpisah dengan Sandra. Katanya, gadis itu sudah dipecat, berarti sekarang tidak ada mesin ATM.Aku mencintai Sandra karena dia berpendidikan, cantik dan juga banyak uang. Sementara Ana sendiri adalah kebalikan
Aku mengedarkan pandangan ke segala arah. Ibu-ibu mulai mencibir tanpa sungkan. Sekitar sepuluh orang berkumpul di depan rumah, sesuatu yang belum pernah aku duga sebelumnya. Sandra terlihat sangat marah, dia masuk ke rumah, kemudian keluar membawa pisau lantas merobek baliho raksasa itu. Entah siapa pelakunya, aku tidak bisa menebak. Tadi sebelum berangkat, rumah masih aman dari baliho. Kenapa setelah pulang ... apa tidak ada tetangga yang melihat pemasang baliho itu? "Gak usah dirusak balihonya, kita semua udah tahu kalau kamu ini pelakor!" seru salah satu dari ibu-ibu yang ada. Bibir mereka merah merekah karena lipstick. "Bener. Walau balihonya rusak juga nggak akan mengubah fakta kalau kamu pelakor. Mbak, jadi perempuan jangan gatal-gatal amat, kasian kalau gak ada yang garukin," sahut yang lain. "Kasian Mbak Ana harus dicerai. Pantes aja aku udah nggak pernah ngeliat Mbak Ana jalan kaki ke pasar, ternyata udah pisah sama Dimas. Udahlah penampilan kayak babu, diperlakukan kayak
POV Zanna________________"Benarkah?" Aku tersenyum senang ketika Nila mengangguk mengiyakan.Sekarang kami bertemu di kafe karena aku khawatir Mas Dimas tiba-tiba muncul ke rumah. Akhirnya, lelaki itu mulai merasakan penderitaan. Sebuah kehinaan yang tidak pernah dia sangka akan datang padanya.Aku senang. Ini hanyalah permulaan dan Nila pun kelak mendapatkan bagian tersendiri. Bukan, bukan dengan cara menyiksa seperti yang aku lakukan pada Mas Dimas. Akan tetapi, gadis itu akan menyesal seumur hidup setiap mengingat bahwa dia lah akar dari masalah.'Seandainya aku nggak membunuh Mas Dimas, pasti dia masih ada sampai sekarang. Maafin aku, Mas. Aku telah salah mengambil keputusan.' Seperti itulah kiranya Nila meraung sepanjang siang dan malam dan aku bisa menikmati hidup sebagaimana mestinya."Tapi siapa yang memasang baliho itu, Nyonya?""Itu bukan urusanmu." Mataku bergerak cepat memindai tubuh Nila. Merasa tidak puas, akhirnya kugeledah tas kecil yang dia bawa.Tidak ada yang mena
POV Author___________________Siang berganti malam dan Nila belum juga menemukan cara bagaimana membujuk Dimas agar mau menelan biji wisteria itu. Sejak pulang ke rumah, dia merasa gelisah sampai harus mencari artikel tentang wisteria. Beruntung sebelum pulang tadi, Zanna memberinya sejumlah uang untuk membeli ponsel baru.Dari internet, kini Nila tahu bahwa wisteria yang memukau kala dipandang memang berbahaya. Ibarat sosok gadis yang begitu cantik, tetapi memiliki hati paling busuk. Dia berpikir bahwa Sandra sangat cocok mendapat gelar wisteria.Sekarang, biji berwarna cokelat yang dibungkus kertas putih ada dalam genggamannya. Sebentar lagi sang ibu akan memanggil untuk makan malam, tetapi ide belum juga muncul. Sesekali menelan saliva, takut pada konsekuensi apabila melanggar janji.Haruskah Nila melupakan semua janjinya pada Zanna dan membuang tanaman itu? Jika Zanna bertanya, Nila cukup mengarang cerita. Akan tetapi, bagaimana jika suatu hari nanti Zanna mengetahui kecurangan g
"Apa, Mas?" Nila bertanya dengan suara yang terdengar ragu."Mas merasa ada yang kamu sembunyikan. Apa mungkin kamu–""Jangan suudzon, Mas. Aku ke sini ya cuma pengen mastiin keadaan kamu aja, Mas. Biar bagaimanapun Mas Dimas itu kakak aku, masa dibiarin pusing sendiri. Lagian kalau mau curhat, curhat aja kali, Mas, nggak usah sok gengsi."Dimas mengalihkan pandangan, lebih suka menatap langit tanpa bintang itu. Embusan angin malam semakin terasa, perlahan rintik hujan mulai membasahi bumi. Tidak, hanya gerimis biasa yang kata orang mengundang rindu. Dimas berdiri, duduk di kusen jendela.Perasaan rindu menyergap jiwa. Dimas memejamkan mata karena bayangan Zanna menari-nari di depan sana, melambai seolah ingin Dimas berada dalam pelukan. Dimas tahu itu sebatas ilusi, jadi memilih mengatup bibir sambil melambungkan harapan bisa kembali dipersatukan."Nil, kalau kamu jadi Ana, mau nggak balik sama mas lagi? Jawab yang jujur, nggak usah sungkan karena takut mas sakit hati.""Kalau aku ja