"Kamu kasih saja, Yana. Untuk pelanggan tadi, kamu kasih diskon 5 persen, karena hati saya sedang gembira bertemu seorang sahabat yang paling baik," tekan Indah sembari menatap tajam mata Luna. Luna sendiri menelan liur tak percaya kalau Indah memiliki butik mewah. Seolah tak rela dan merasa sakit hati, wanita itu pun
"Wah, beruntung sekali ibu itu," ucap karyawannya sembari meninggalkan Indah.
"Jadi, Indah benar-benar bosnya? Beruntung sekali dia." Luna membatin sambil menahan rasa malu. Namun, wanita itu tetap bersikap seolah Indah tidak ada apa-apanya dibandingkan dia.
Indah mulai membolak balik pakaian yang sudah dibeli Luna. Sebuah gaun berwarna rose gold bermanik mutiara di bagian dada hingga bagian bawahnya itu benar-benar diperiksa cukup hati-hati karena
"Ngaco lo, Hend." Edwan menimpali. Kali ini wajahnya terlihat santai. "Kaya pernah ketemu aja kalian ini. Gue udah sibuk di bidang makanan dari dulu. Jadi mana ada waktu buat urus-urus perusahaan," lanjutnya lagi."Widih! Jangan salah. Jaman sekarang, uang yang bekerja. Apalagi kalau sudah punya orang kepercayaan. Bukan sombong nih, contohnya Adit. Gue yang urus semuanya," balas Hendra. Novi membenarkan ucapan suaminya."Jadi, benar kamu pemilik perusahaan itu?" Indah bertanya pada Edwan dengan sorot mata menatap tajam. Membuat laki-laki itu salah tingkah hingga menggaruk kepala yang mungkin saja tidak terasa gatal. "Edwannn!!! Jawab aku!" tekannya lagi masih menatap pria itu."B-bukan aku, Ndah. Novi sama Hendra ngarang itu. Mending kamu besok datang dan t
"Kamu," lirih Indah sedikit kesal. Buru-buru ia pun berjalan meninggalkan lelaki di hadapannya.Dengan langkah cepat ia berjalan menuju mobilnya."Indah," lirih Laki-laki yang tak lain adalah Reyhan. Reyhan datang ke perusahaan EI mencoba untuk melamar pekerjaan. Sebab ia tahu kalau perusahaan baru itu pasti masih membutuhkan tenaga kerja ahli.Lelaki itu masih berdiri termenung melihat punggung mantan istrinya yang berjalan ke arah mobil. "Dengan siapa dia sekarang ini?" gumamnya kemudian beranjak masuk ke kantor.Indah sendiri sebelum masuk mobil, ia kembali menoleh ke arah Reyhan yang sudah berjalan ke dalam kantor. "Aku pernah mencintai laki-laki yang tak memiliki hati itu," lirihnya kemudian mengusap air
"Indah," lirihnya sambil melihat ke arah tangan kami. "Elo? Ngapain? Nyasar?" Edwan bertanya. Membawaku ke mejanya melewati Reyhan. "Kamu duduk, Sayang," ucapnya sambil menarik kursi."Terima kasih," ujarku tersenyum. "Vita!"Edwan memanggil sekretarisnya. Wajah Reyhan terlihat panik. Terlihat sekali dia sangat ingin lekas pergi dari ruangan ini. "Tolong ambilkan bangkumu. Dan bawa ke sini," lanjut Edwan lagi. Vita menurut dan tak lama kemudian, bangku Vita berpindah di depan meja Edwan. Tepat di sampingku tentunya."Kalian ngapain di sini? Di mana Pak Ilham?" Reyhan bertanya."Ini kantor saya. Dan kamu sedang bertemu dengan pemilik perusahaan ini," tegas Edwan. Reyhan terdiam. "Vita! Tolong nama Ilham Utama diganti dengan Ilham Edwan Utama," perintahnya pad
Pov Reyhan "Aku abis nyari kerja. Jangan marah-marah. Suami baru pulang itu disambut!" kesalku menatap wajah Luna yang menyusulku ke kamar. Dengan tatapan sinis tentunya. Luna mendengus dan langsung duduk di sampingku. "Huh!" Wanita itu membuang nafas kasar. "Gimana? Dapat kerjaan nya? Aku dengar perusahaan EI group sedang membutuhkan tenaga ahli. Keterima kan kamu?" cerocosnya bertanya. "Bagaimana bisa aku kerja di sana kalau pemilik perusahaan itu Edwan?" jawabku balik bertanya. Luna terlihat kaget. "Edwan?" tanyanya. Aku mengangguk kemudian membaringkan tubuh di ranjang dengan kedua tangan kujadikan bantal. "Ya udah si kerja di perusahaan bapak aja. Keuangan kita semakin menipis. Kalau kamu gak kerja juga gimana, Mas?" "Enggak deh, Lun. Aku ingin menunjukkan pada Papa kalau aku bisa tanpa mereka." "Tapi faktanya untuk dapat rekan kerja untuk dapat investor aja kamu kesulitan, Mas. Ini tuh seperti permainan Papa kamu dan Haris! Mereka menghasut supaya tidak ada yang mau kerja sa
***Setelah menempuh perjalanan hampir satu jam karena macetnya kota jakarta, kami tiba juga di rumah kedua orang tuaku."Aku deg-degan. Takut sama Mama kamu," ucap Luna sedikit sewot."Kamu gak kaya Indah ya, bisa ambil hati keluargaku." Mata Luna membulat mendengar ucapan yang keluar dari mulutku."Kok kamu jadi banding-bandingin aku sama Indah, Mas?" tanyanya dengan nada penuh emosi. "Aku malas ribut. Sekarang turun," kataku sedikit kesal. "Cepat! Malah bengong!" sentakku. Dengan kesal Luna pun membuka sabuk pengaman. Kemudian kami turun secara bersamaaan.Ting … Nong ….! Kutekan bel beberapa kali.
POV Reyhan"Masuk!" Aku menarik kasar tangan Luna ke dalam mobil."Biasa aja, Mas! Gak usah kasar!" Luna tak kalah membentakku. Tangan wanita itu ia hempaskan hingga membuat tanganku terhempas mengenai pintu mobil. Kutatap tajam mata wanita itu penuh emosi."Tak habis pikir aku bisa terpikat dengan wanita sepertimu!" kesalku kemudian menutup pintu mobil dengan sangat kencang. Luna hanya diam sambil memejamkan mata.Setelah aku berada di dalam mobil, kembali aku menegaskan padanya. "Jangan banyak bicara atau aku turunkan kamu di sini!" tekanku sembari memakai sabuk pengaman. Setelah itu, aku pun menginjak pedal gas lalu mengemudikan mobil dengan kecepatan di luar batas normal. Kulirik mata Luna meme
Lemas! Wanita itu belum menerimaku."Mas, mandi terus sarapan," ucap Luna. Aku mengangguk dan langsung beranjak ke kamar mandi.Lima belas menit kemudian aku selesai mandi dan sudah rapi dengan pakaian kantor. Yah, hari ini aku berniat untuk melamar pekerjaan."Kamu kenapa?" tanyaku mendekati Luna. Wajah wanita itu terlihat pucat sambil memijat kening. "Kepalaku pusing, Mas," lirihnya. Tak tega aku pun mendekati. Kupijat keningnya karena merasa kasihan."Mual?" tanyaku. Luna mengangguk. "Mungkin efek ngidam," katanya."Lagi hamil jangan banyak pikiran. Gak bagus buat janin kamu.""Aku juga maunya
Pov Reyhan"Mas kenapa pulang-pulang mukanya ditekuk?" tanya Luna. Aku langsung menuju sofa dan duduk di sana. Tak lama kemudian, ibu mertua super cerewet, comel dan paling suka ikut campur urusan rumah tangga anaknya itu pun menghambur. "Mas, kenapa mukanya ditekuk?" ulang Luna bertanya dengan manis. Tidak seperti biasanya. Tumben lembut cara ber tanyanya. "Sayang, Papa mau memberiku pekerjaan.""Bagus dong, Mas," sambar Luna memotong ucapanku. "Tapi….""Tapi apa lagi sih Reyhan?!" Kali ini mertua bawel menyambar seperti petir menggelegar di atas langit."Tapi aku harus jadi OB di kantor, Papa. Atau gak kepala gudang di perusahaan Edwan. Dan pilihan terakhir…." Aku tidak melanjutkan ucapanku. "Pilihan terakhir apa?" tanya Luna dengan mata melotot seperti bom atom."Meminta pekerjaan sama Indah," lirihku terdengar lemas. "Yang benar saja, Mas! Masa iya mantan istriku bosku?" protes Luna. Pun wajah ibu mertua memperlihatkan wajah tidak suka. Persis nenek lampir di misteri gunung me