Seorang pelayan paruh baya membuka pintu. "Den Sean, sudah di tunggu Non Indri," ucapnya seraya membungkukkan tubuhnya memberi hormat.Mas Sean hanya menganggukkan kepala. "Ayo, Aira," ajaknya. Mas Sean menggengam jemariku kemudian menuntunku ke ruang makan di mana Ibu Indri sudah berkumpul.Sebuah senyum menyambut kedatanganku. "Aira," sapa Ibu Indri. Beliau menghampiriku seraya memelukku penuh sayang. "Apa kabar, Aira?" "Alhamdulillah baik, Bu," balasku. Beliau melepaskan pelukkannya lalu membimbingku menuju meja makan yang di atasnya sudah berisi beberapa masakan yang begitu mengunggah selera."Pa, ini yang nama Aira." Ibu Indri memperkenalkanku ke seorang pria dewasa yang sejak tadi tersenyum kearahku.Aku menjabat tangan suami Ibu Indri. "Kamu yang namanya Aira istri Aksara Wijaya?" tanya Pak Wicaksono."Iya, Pak. Saya istri Mas Aksa tapi sebentar lagi akan jadi mantan istrinya," jawabku sopan."Istri saya sudah cerita masalah kamu, Aira. Saya tidak tahu kalau Aksara melanggar p
"Aira, gugatan cerai kamu sepertinya akan cepat di kabulkan hakim. Dari bukti yang kuat kamu akan menang, Aksa juga tidak akan dapat harta gono-gini," tutur Ibu Indri."Alhamdulillah," balasku. Seketika beban di dada terasa ringan. "Setelah bercerai apa rencana kamu, Aira? Ibu berharap setelah kamu sendiri, mau menerima Sean," pintanya.Aku diam sejenak, bingung harus menjawab apa. Karena, untuk saat ini aku belum memikirkan untuk menikah lagi. "Kak, aku tidak mau memaksa Aira. Lebih baik kita fokus dulu dengan proses perceraiannya. Jika memang kami berjodoh Aira pasti akan menjadi istriku, Kak," potong Mas Sean. Pria disampingku sepertinya sangat paham dengan situasi yang sedang aku hadapi."Ya sudah. Aira, ibu minta maaf, ya. Ibu terlalu bahagia karena ternyata orang yang selama ini Sean cintai itu adalah kamu. Ibu berharap kalian bisa bersatu, ibu yakin Sean bisa menjaga kamu dan menjadi suami yang baik untuk kamu, Aira," katanya dengan netra berembun. "Kamu wanita baik, seperti
Aku dan Mas Sean berjalan keluar dari ruangan kerjaku, membiarkan Laras beristirahat. Kasihan dia pasti sangat lelah, setelahnya aku akan memberi Laras cuti beberapa hari agar bisa memulihkan tenaganya."Ai, kamu masih ingat dengan perkataanku agar berhati-hati dengan orang terdekat kamu?" tanya Mas Sean.Kuhentikan langkah sejenak, menatap pria disampingku. "Ingat, Mas. Memangnya siapa orang yang mas curigai?" tanyaku penasaran.Mas Sean melihat keadaan sekitar. Kami masih berdiri di lorong antara ruang kerjaku dengan ruangan resto. Lorong ini sepi karena hanya karyawan yang di perbolehkan masuk ke dalam sini."Dia Laras," bisik Mas Sean membuatku sontak menutup mulut karena kaget.Laras? Apa alasan Laras ingin mencelakaiku? Tidak, aku yakin dugaan Mas Sean salah menuduh Laras sebagai dalang orang yang menyuruh preman untuk mencelakaiku."Tidak mungkin Laras, Mas. Kamu pasti salah," ujarku seraya menggeleng kepala tidak percaya.Aku tahu seperti apa Laras, walau papa mengambil Laras
"Sakit." Bergetar suara Selena meringis menahan sakit di bagian perut.Seketika aku teringat, Selena sedang mengandung. Ibu yang tadi bertengkar dengan Selena pun terkejut, saat dari pangkal paha Selena mengalir cairan kental berwarna merah. "Lihat pelakor itu sepertinya pendarahan, apa mungkin dia sedang hamil," celetuk salah satu gadis yang berada di dekat Selena seraya menatap ngeri karena darahnya mengalir sampai ke kaki putihnya."Selena," pekikku. Aku mendekati maduku yang masih duduk terlentang di bawah. "Mas Sean tolong sepertinya Selena pendarahan.""Biarkan saja, itu akibat merebut suami orang. Karmanya kontan." Salah satu ibu berpakaian glamor seperti toko mas berjalan berkata sinis. Walau aku membenci Selena, bayi di dalam perut Selena tidak berdosa. "Ayo, sudah biarkan saja. Lebih baik kita lanjutkan makan." Semua pengunjung resto kembali ketempat duduk mereka masing-masing, rasa empati mereka hilang karena bagi mereka pelakor adalah kejahatan paling kejam yang tidak b
Setelah rambut panjangku terlepas dari cengkraman Ratu. Aku membalikkan tubuh menatap tajam kearah calon mantan adik iparku.'Plak!'Kutampar pipi mulusnya, Ratu menatap kaget kearahku. Satu tangannya mengusap pipi kanannya yang terdapat cap lima jari milikku. Pasti dia tidak menyangka, kakak iparnya yang selama ini hanya diam diperlakukan seperti apapun kini menunjukkan taringnya."Sakit! Seharusnya dari dulu aku menampar kamu. Ingat jangan pernah kamu berani menyentuh bagian tubuhku lagi atau kamu akan menyesal!" ancamku.Gadis cantik itu mengepalkan tangan dengan rahang mengeras. "Aku tidak akan melakukan ini jika Mbak Aira mau membayar biaya rumah sakit Mas Aksa.""Kenapa kamu tidak meminta ke Selena, bukankah dia kakak ipar kebanggaan kamu, Ratu," sahutku sinis. "Mbak Selena tidak mau menanggung biaya rumah sakit Mas Aksa," balasnya.Aku terkekeh kecil. "Selena kemarin mengambil uang ganti rugi resto 50 juta, kamu minta uang itu untuk membayar biaya rumah sakit Mas Aksa," aduku.
Aku memekik kaget setelah membuka paksa pintu mes. Laras sudah terlentang di lantai, tubuhnya lemas dengan bibir terkatup erat."Laras," panggilku sembari menggoyang tubuhnya. Gadis itu masih bergeming, hanya kedua netranya terus mengeluarkan air mata."Ya Tuhan, Laras kamu kenapa?" tanyaku begitu panik. Aku bingung apa yang harus aku lakukan, di sini hanya aku dan Laras. Untuk membawa Laras keluar dari sini aku tidak bisa menggendongnya sendiri, sedangkan Laras seolah enggan membuka mata.Mas Sean. Ya, hanya pria itu yang bisa membantuku. Aku merogoh saku celana mencari benda pintarku, namun sudah beberapa kali mencari tidak kutemukan ponselku. Pasti aku lupa membawa ponselku di ruang kerjaku.Melihat ponsel Laras tergeletak disamping gadis itu, rasa penasaran begitu membuncah. Siapa sosok pacar Laras? Dengan pelan, kuambil benda pipih itu. Di layar ponsel foto Laras sedang tersenyum manis. Tanganku gemetar, ketika mengusap layar ponsel Laras. Rasanya seperti maling yang takut ketah
Di dalam mobil aku dan Laras masih menunggu ibunya Selena selesai memarahi Pak Raja. Kasihan pria itu hanya diam duduk tidak berdaya, melihat tubuhnya sedikit miring sepertinya Pak Raja terkena strok setengah badan. "Bu, aku minta duit." Seorang pria muda keluar dari dalam rumah seraya menengadahkan tangan ke arah wanita paruh baya itu."Duit mulu kamu, Rangga. Gimana tugas kamu sudah selesai belum? Ibu nggak mau tau ya kamu harus bisa membujuk pacar kamu itu agar mau memberikan resep ayam bakar madu resto Danendra. Ibu mau istri pertama Aksa yang sombong itu bangkrut, ibu tidak rela Selena tidak mendapatkan apa pun. Jadi, lebih baik kita hancurkan usahanya. Setelah itu, kita buka resto ayam bakar madu memakai resep resto Danendra," ucapnya.Sontak aku terperanjat kaget, mendengar perkataan ibu kandung Selena yang ingin menghancurkan usaha orang tuaku. "Mbak, aku minta maaf. Demi Tuhan, aku tidak tahu rencana mereka," ucap Laras seraya menundukkan kepala.Aku membuang napas kasar. J
Matahari sudah tergelincir ke Barat. Aku dan Laras sudah tiba rumah dengan selamat, walau lelah ada perasaan lega. Laras sudah terbebas dari keluarga Rangga, sekarang PR--ku akan merawat anak Laras dengan baik agar nanti akhlaknya kelak tidak menurun dari ayah biologisnya."Mbak Aira, terima kasih," ucap Laras dengan wajah terharu."Mulai sekarang kamu hapus nama Rangga, fokuskan masa depan bayi di dalam perut kamu, Ras.""Pasti, Mbak. Aku akan menjaga dan merawat anak ini," balasnya mantap."Tolong jaga kepercayaanku, Ras."Seketika ada mendung di pelupuk matanya. "Aku janji tidak akan mengecewakan Mbak Aira lagi.""Aku percaya. Ya sudah, lebih baik kita masuk dulu. Nanti kita obrolkan lagi rencana selanjutnya."Laras mengangguk, untuk sementara biar Laras tinggal di rumah menemaniku sampai dia melahirkan. Aku khawatir keluarga Rangga menganggu Laras lagi.Tepat pukul 8 malam terdengar suara mobil, Bibik sudah membuka pintu pagar. Aku memang tadi menyuruh Mas Sean datang ke rumah unt