“Mau ke mana kamu?”Gio menghentikan langkah saat mendengar pertanyaan dari ibunya.“Ada urusan di luar,” jawab pria itu sambil merapikan kancing di ujung lengannya.“Kamu tidak merenungkan kesalahanmu, tapi malah bersikap seenaknya. Apa kamu tidak mau mendapatkan warisan dari kakekmu? Bahkan berani-beraninya kamu meninggalkannya saat makan malam, lalu baru pulang sore tadi sekarang sudah mau pergi lagi.”Sang mama langsung mengomel karena tingkah putranya yang sulit diatur.“Meski aku bersikap baik dan penurut, bukankah itu percuma karena kita semua tahu, siapa pewaris utama keluarga ini!” Gio bicara dengan nada suara tinggi.“Kalau kamu sejak dulu bisa mengambil hati kakekmu, seharusnya kamu bisa merebutnya!” bantah sang mama dengan suara tinggi juga.Gio tersenyum mencibir mendengar ucapan sang mama. Dia terlalu malas berdebat dengan wanita itu.“Sejak kecil, hanya Alaric yang terus diperhatikan Kakek. Bahkan saat nilaiku lebih tinggi darinya, malah Alaric yang mendapatkan pujian m
Emily berada di ruang kerjanya seperti biasa di hari berikutnya meski kakinya masih agak sakit.“Bu, ada kiriman.”Emily menatap ke pintu saat sekretarisnya mengatakan itu.“Kiriman? Apa dari siapa?” tanya Emily keheranan karena tak ada yang mengabarinya hendak mengirim sesuatu.“Makanan,” jawab sekretaris Emily.Emily mengerutkan alis, hingga kurir masuk membawa kantong plastik berukuran sedang lantas menghampirinya.“Dari siapa?” tanya Emily.“Saya kurang tahu, tapi diminta kirim kemari. Pemesanan lewat transaksi online.”Emily mengerutkan alis mendengar ucapan kurir, tapi tetap menerima makanan itu.“Terima kasih,” ucap Emily ke kurir sebelum pergi.Emily mengecek isi makanan yang dikirim oleh kurir tadi.“Ini tidak beracun, kan?”Emily mendadak horor, takut-takut itu dikirim oleh mantannya atau rivalnya yang hendak meracuninya.“Kalau dicoba sedikit bagaimana?”Emily malah bingung sendiri. Ingin dibuang, tapi tampilan makanan itu sangat menggoda. Dia lantas menoleh ke bungkus satu
“Terima kasih makan siangnya tadi, sangat enak.”Emily langsung berterima kasih saat baru saja masuk mobil ketika Alaric menjemput, seperti biasa pria itu tak banyak bicara seolah tak peduli.Emily tersenyum meski Alaric tak membalas ucapannya, sepertinya dia mulai terbiasa dengan sikap pria itu.Alaric mengemudikan mobil meninggalkan perusahaan Emily. Keduanya tak bicara seperti biasa, tapi Emily bersikap berbeda dari biasanya.Alaric beberapa kali menoleh ke Emily, tapi seperti biasa tak bersuara sama sekali seolah pria itu memang tak punya banyak kosakata untuk diucapkan.Emily tampak menegakkan badan saat akan sampai di kafe langganannya, tapi karena tahu jika Alaric tak mungkin mau mampir, dia pun kembali duduk dengan benar.Namun, siapa sangka Alaric melihat gerak-gerik Emily. Tanpa disadari dia tiba-tiba saja menepikan mobil lantas memasuki halaman parkir kafe.“Kenapa kamu ke sini?” tanya Emily sambil menoleh Alaric.“Aku tidak mau jika harus membelikanmu minum lagi, jadi beli
“Kita mau ke mana? Ada apa sebenarnya? Kenapa setelah lihat ponsel, kamu jadi panik?”Emily menatap Alaric yang menyetir dengan kecepatan tinggi. Dia tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi hingga membuat pria itu bersikap demikian.Belum lagi Emily sedikit trauma dengan mobil yang melaju cepat karena pernah kecelakaan, sampai membuatnya berpegangan erat.Emily melihat Alaric yang masih menyetir mengabaikan pertanyaannya, hingga akhirnya pria itu menurunkan kecepatan saat sampai di area sebuah apartemen.Mobil itu masuk ke area apartemen, membuat Emily bingung kenapa Alaric malah mengajaknya ke sana.“Al, kenapa ke sini?” tanya Emily cemas.“Turunlah!” Alaric memberi perintah sambil melepas seatbelt.“Tidak, aku tidak akan turun sebelum kamu mengatakan apa yang terjadi!” Tolak Emily karena merasa aneh tiba-tiba diajak ke sana.Emily juga harus waspada, jangan sampai Alaric melakukan hal-hal yang tak diinginkan.Alaric menoleh Emily yang terlihat cemas. Dia bisa saja meninggalkan Emily,
“Dari mana saja kalian? Kalian tahu betapa cemasnya mama karena ada berita soal perselingkuhanmu beredar di dunia maya?”Mia langsung menghadang Alaric dan Emily yang baru saja pulang.“Aku bisa menjelaskannya, Ma.” Alaric tampak tenang karena tak bersalah sama sekali.“Jangan membuat kakekmu murka, Al. Mama percaya kalau kamu tak mungkin mengkhianati Emi, tapi coba jelaskan biar mama dan Kakek yakin,” ujar Mia sambil menatap Emily yang berdiri di samping Alari.Bahkan Mia langsung menggenggam telapak tangan menantunya itu karena cemas jika Emily tertekan karena berita itu.Alaric dan yang lainnya pun pergi ke ruang keluarga menemui sang kakek. Alaric melihat Bobby sudah memasang wajah datar.“Kenapa muncul berita seperti ini?” tanya Bobby saat Alaric sudah duduk.“Apa kamu sebenarnya masih menyukainya, lalu mengabaikan istrimu?” tanya Bobby lagi.Emily melihat Bobby yang bicara dengan nada tinggi. Dia lantas menoleh Alaric yang masih duduk tegap menatap ke Bobby.“Aku bisa buktikan j
Emily berbaring miring menghadap ke jendela, sedangkan Alaric berbaring miring ke dinding, keduanya sama-sama berbaring saling memunggungi. Emily belum bisa tidur, entah kenapa tiba-tiba saja pikirannya penuh membuatnya sama sekali tak bisa memejamkan mata. “Kamu sudah tidur?” Emily bertanya untuk memastikan apakah Alaric sudah istiarahat. “Belum.” Emily membalikkan badan setelah mendengar jawaban Alaric, pria itu juga ternyata membalikkan badan, hingga keduanya saling tatap. “Kenapa belum tidur?” tanya Alaric. “Entah, mungkin karena aku mencemaskan apa yang akan terjadi besok. Aku tidak pernah menghadapi masalah seperti ini meski aku sering berinteraksi dengan orang. Bagaimana kalau semua orang menganggapku benar perebut pria orang, lalu menganggapku dan keluargaku buruk?” Emily mengungkap kegelisahan yang membuatnya benar-benar cemas. “Semua sudah dirangkai kamu tinggal membaca skripnya,” ucap Alaric yang kali ini tak bisa mengabaikan kegelisahan Emily. “Bagaimana kalau gug
Konferensi pers pun digelar di hotel milik keluarga Alaric. Bahkan orang tua Emily datang karena mencemaskan keadana Emily.“Kenapa Mami dan Papi ke sini?” tanya Emily terkejut melihat kedua orang tuanya di sana.“Mami tidak tenang melihatmu menghadapi banyak wartawan. Mami ingin memberikan support karena tahu kalian hanya kena fitnah,” jawab sang mami sambil menatap prihatin ke putrinya.Emily tersenyum melihat sang mami sangat mencemaskan dirinya. Dia pun memeluk wanita itu karena sangat butuh pelukan.“Terima kasih, Mami. Asal kalian percaya kepadaku, aku pasti akan baik-baik saja,” ucap Emily.Aruna mengusap punggung putrinya itu untuk memberi kekuatan agar bisa menghadapi masalah yang sedang terjadi.Alaric sedang berdiskusi dengan tim dan Billy. Dia melirik ke Emily sekilas, melihat istrinya itu sedang bersama mertuanya membuat Alaric sedikit tenang.“Aku akan memastikan semua wartawan di sini tidak ada yang jadi mata-mata Gio dan membuat berita palsu,” ucap Billy meyakinkan Ala
“Apa benar Anda berselingkuh padahal baru berapa minggu menikah karena masih mencintai mantan tunangan Anda?”Pertanyaan pertama mulai dilontarkan. Alaric mendekat ke mic lantas mencoba menjelaskan.“Itu tidak benar. Jika soal mencintai, aku mencintai istriku, bukan mantanku.”Alaric menjawab dengan tenang, satu tangan masih terus menggenggam telapak tangan Emily.“Tapi, bagaimana Anda menjelaskan foto yang beredar?” tanya wartawan lain.“Keberadaan kami di sini ingin meluruskan itu. Jadi, di sini saya punya bukti rekaman dashboard mobil yang memperlihatkan jika pelaku datang secara tiba-tiba lalu memaksa saya agar menerimanya.”Emily tampak terkejut mendengar Alaric menyebut Aster dengan kata pelaku. Dia sampai menoleh ke pria itu dan melihat jika Alaric sepertinya bicara tanpa beban.Para wartawan terkejut mendengar jawaban Alaric, hingga melihat pria itu meminta ke tim untuk memutar rekaman saat Aster mendatanginya.Alaric dan Emily menoleh ke layar besar yang terpasang di belakang