Share

Rasa Kesal

Sang surya telah menampakkan diri seutuhnya. Namun, beberapa insan masih terlelap dalam tidur. Anak lelaki itu juga masih berada di tempat tidur sementara, walau keadaan di luar sedang dalam keributan tetap saja anak itu tidak merasa terganggu sedikit pun. Orang-orang menatapnya aneh. Tatapan risi ia terima, seharusnya tatapan tersebut tidak harus ia terima.

Anak itu mengerjapkan matanya. Menyesuaikan cahaya yang masuk. Ia merasakan nyeri di sekujur tubuhnya. Netra anak tersebut mengamati situasi yang ada, ia merasa asing dengan tempat tersebut. Ia juga merasa heran pada dirinya, anak tersebut berpikir ia telah berada di alam lain. Namun, nyatanya ia masih berada di dunia yang sama seperti sebelumnya, karena ia melihat beberapa orang yang ia kenal lalu-lalang.

“Gleysia!” panggilnya ketika netranya menangkap seorang gadis kecil tengah duduk memainkan tanah. Wajahnya tampak sendu.

“G-Gley!” panggilnya lagi ragu.

Biasanya, gadis tersebut akan menampilkan wajah cerianya ketika disapa. Entah dia tidak mendengar panggilan tersebut, atau memang sengaja mengabaikan.

Anak itu berinisiatif menepuk pundak Gleysia. Sontak gadis tersebut terperangah. Sorot mata Gley tidak seperti biasanya. Pagi ini, ia merasa temannya tersebut menatapnya risi seperti orang-orang. Jack; anak lelaki berambut merah terang, menarik lengan baju untuk menutupi luka-lukanya yang masih terbuka serta menampilkan pemandangan yang tidak seharusnya.

“Mungkin Gley merasa tidak senang dengan luka-luka ini,” pikir Jack.

Suasana canggung menyelimuti mereka, terutama Jack. Ia merasa aneh dengan sikap Gleysia.

“Ke-kenapa Gley?” Jack menelan salivanya beberapa kali, ia ragu bertanya pada gadis kecil tersebut. Kembali tidak ada jawaban dari Gleysia. Keadaan menjadi hening kembali. Air bening jatuh mengenai pipi tirus milik gadis kecil itu setelah beberapa saat keheningan menyelimuti.

Jack hanya dapat membeku di tempatnya, ia bingung harus melakukan apa saat ini. Sejujurnya, ia tidak memilik pengalaman menenangkan orang lain. Jack merasakan sakit di dadanya, seperti diiris sembilu.

“Ne-nenek!” pekiknya tiba-tiba, semakin membuat Jack bingung. Sejak tadi Jack memang tidak melihat wanita paruh baya itu dari banyaknya orang yang ia lihat sejak pagi hari.

Anak lelaki tersebut merengkuh tubuh kecil milik Gleysia. Ia tidak tahu apakah tindakannya ini adalah tindakan yang tepat atau tidak tepat. Tangis Gleysia semakin pecah, kehangatan yang Jack berikan membuat Gleysia menumpahkan segala air mata yang ia punya. Gley menangis sesenggukan hingga sulit untuk berbicara. Setiap ia mencoba untuk mengucapkan sepatah dua patah kata, tangisnya selalu kembali pecah, membuatnya tidak bisa menuntaskan kalimat yang ingin ia ucapkan.

“Kenapa Gley?” tanya Jack setelah Gley mulai tenang, ia merasa Gley sudah dapat berbicara kepadanya.

“Ne-nenek sama paman sudah tiada,” ujarnya dengan terisak-isak.

“Be-beneran?” tanya Jack tak percaya. Seluruh tubuh anak itu bergetar. Ia sadar bahwa manusia pasti akan kembali pada Sang Pencipta, tetapi ia tidak ingin berpisah secepat ini dengan malaikat pelindung sekaligus penolongnya. Ya! Bagi Jack, nenek dari Gleysia adalah malaikat pelindung dan penolongnya sejak dulu.

Gley mengangguk beberapa kali guna meyakinkan Jack. Ia juga tidak ingin berpisah dari keluarganya yang tersisa yaitu nenek dan pamannya.

“A-aku enggak tahu harus hidup gimana Jack!” Ucapan Gleysia tampak menyedihkan. Ia hanyalah anak perempuan kecil yang tidak tahu harus hidup bagaimana tanpa keluarganya. Berbeda dengan Jack yang telah hidup sebatang kara sejak ia mulai mengenal dunia.

Jack meraih jemari Gleysia yang tampak bergetar, ia juga menghapus air mata yang membasahi pipi Gleysia.

“Tenanglah Gley! Ada aku di sini!” bisik Jack lembut. Mereka kembali berpelukan, saling memberi kehangatan di tengah kesedihan.

***

Langit tampak cerah siang ini, tetapi suasana hati Aixlon sedang tidak baik. Sedari pagi tadi raut wajahnya tampak kesal, entah apa yang membuat lelaki tersebut kesal. Beberapa kesatria mendapatkan dampak dari kekesalannya tersebut.

“Ada apa Aixlon? Raut wajahmu dari tadi sangat buruk!” tanya seorang lelaki sebaya dengan duke muda tersebut. Ia mengambil cerutu di balik sakunya, lalu mulai menghisap cerutu tersebut. Kumpulan asap mulai memenuhi ruangan tersebut.

“Berhenti menghisap itu! Keluar saja kau!” sarkas Aixlon, ia mengibas udara yang masuk melalui indra penciumannya, juga menatapnya tajam.

“Hei kawan! Tenang-tenang!” ujar lelaki itu menenangkan Aixlon.

“Serkey! Matikan benda itu atau keluar!” titah Aixlon kesal.

“Baiklah-baiklah!” Serkey mengalah. Ia tahu betul bagaimana watak dari temannya tersebut. Akan sangat rumit menenangkannya jika sedang kesal. Serkey hanya ingin mengubah suasana hati temannya tersebut.

“Ada masalah apa Aixlon sampai kau tidak memakan makananmu?” tanya Serkey setelah mematikan cerutunya.

“Jangan ajak aku bicara! Aku tengah kesal!” seru Aixlon.

“Ayolah Aixlon! Untuk apa kau menyembunyikan sesuatu dari temanmu ini?” Tidak diragukan lagi bahwa saat ini Serkey tengah mengulik lebih dalam perasaan temannya tersebut.

“Ah! Menurutmu aku kesal karena apa?” tanya Aixlon.

“Apa?” tanya balik Serkey. “Kau pikir aku peramal yang bisa membaca pikiranmu?” sarkas Serkey. Ungkapan-ungkapan sarkas tidak akan menyakiti hati mereka, memang kerap kali ungkapan sarkas terlontar dari mulut dua pemuda tersebut.

Aixlon menarik napasnya.

“Tentang kejadian malam tadi,” ujarnya dengan nama bicara lebih tenang daripada sebelumnya.

“Kejadian malam tadi?” Serkey mengingat kembali kejadian malam tadi, menelaah dari banyaknya kejadian yang terjadi.

“Ah! Tentang putra mahkota?” ujar Serkey berbisik. Aixlon hanya mengangguk saja, menyetujui ucapan Serkey. 

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status