Share

Bab 3

Setelah kegiatan makan siang di antara Reza dan Dina selesai, sang istri memutuskan untuk pulang dan berlalu keluar dari ruang kerja dari suami yang sangat dihormatinya itu.

Dengan rasa lega yang tampak dari senyuman merekah di bibirnya, Dina berujar dalam hati, "Aku yakin kalau Mas Reza bukan tipikal laki-laki yang mudah bosan dan akan mencari hiburan di luar sana. Dia tidak sama seperti laki-laki hidung belang yang tak bermoral."

Saat dirinya telah keluar dari gedung perusahaan, Dina melangkah menuju parkiran tempat mobilnya diparkir. Tanpa berlama-lama, ia segera memasuki kendaraan roda empat dan memutuskan untuk kembali ke rumah yang disinggahinya bersama Reza.

Perjalanan yang memakan waktu setengah jam itu membuat Dina tiba di tujuan pada pukul 13.45. Setelah memarkirkan mobilnya di garasi rumah, wanita dengan pikiran dan pribadi yang positif itu membereskan peralatan masak dan mencuci piring.

Dengan sedikit rasa lelah dan penat yang mulai menghampiri, ia juga mulai mengurus pesanan yang masuk dari toko online miliknya yang bergerak di bidang Custom Cake itu. Bersama dengan kesibukan, perhatian dan pikiran Dina tentang Reza pun teralihkan. Bahkan, ia juga mulai membuat sejumlah pesanan kue yang akan dikirim keesokan harinya.

-**-

Waktu terus bergulir. Langit yang semula ditemani oleh sinar matahari menghangatkan berangsur berubah menjadi langit hitam yang bertahtakan gemintang.

Kala itu, waktu menunjukkan pukul 17.30, saat bagi para pekerja kantor dan petingginya pulang dan melepas rasa lelah dengan mampir di kedai kopi terdekat atau hanya sekadar mencari makanan ringan untuk mengisi perut yang didera rasa lapar. Namun hal tersebut tidak berlaku bagi Reza dan Naffa.

Dua insan dengan status strata sosial yang berbeda itu memutuskan pulang bersama dengan menggunakan mobil pajero milik Reza. Sebelum mereka melajukan mobil menuju hotel terdekat, Reza terlebih dahulu mengirim pesan pada Dina. Ia menyatakan jika dirinya mungkin pulang larut dikarenakan adanya tambahan kerja lembur yang wajib diselesaikan.

Setelahnya, tanpa basa-basi, Reza pun melajukan mobil hitam kesayangannya itu sembari bertukar kata dengan Naffa, sekretaris sekaligus selingkuhan yang menurutnya jauh lebih menarik dan memahami dirinya dibanding Dina, sang istri sah.

Sekitar dua puluh menit kemudian, dua insan tanpa status resmi itu tiba di gedung apartemen yang dibeli oleh Reza dua bulan lalu tanpa sepengetahuan istrinya.

"TING.." Pintu elevator yang membawa keduanya terbuka, mempersilakan mereka untuk keluar mengingat balok tersebut sudah mendarat di lantai yang dituju.

"Malam ini, kita punya banyak waktu untuk bersenang-senang, sayang." Reza memeluk pinggang ramping Naffa seraya tersenyum nakal.

Naffa hanya bisa mengulas senyum senang. Yang ada di pikirannya saat ini hanya lah bermesraan dengan bosnya yang notabene merupakan pria beristri. Dalam hatinya, wanita berparas manis itu berujar, "Memang engga seharusnya aku sama Pak Reza seperti ini, tapi mau gimana lagi? Aku engga mungkin nolak tawaran ini karena dapat tambahan bonus."

Beberapa menit kemudian, pasangan tersebut tiba di unit apartement berukuran studio milik Reza dengan interior vintage-minimalis. Tanpa menunda waktu, keduanya langsung bercumbu panas di kamar. Tak ada satu pun jarak di antara mereka tatkala keduanya bertukar hasrat ketika menanggalkan pakaian masing-masing.

Dari cumbuan-cumbuan itu, terdengar desahan-desahan kecil dari bibir merah Naffa yang sensual. Setelahnya, Reza yang sudah dikuasai nafsu benar-benar tak lagi memikirkan resiko ke depan melakukan penyatuan tubuh dengan wanita yang selalu membangkitkan gairahnya di tempat kerja. Pada situasi tersebut, erangan mereka berdua saling bersahutan di sela penyampaian gairah yang terjadi.

Sekitar hitungan menit kemudian, Reza mencapai puncaknya dan merebahkan tubuhnga di sisi kiri Naffa. Kala itu, sang wanita tersenyum, menatap atasannya yang terlihat lelah dan berkata, "Kamu hebat, Mas."

"Kamu juga sama, Naf." Reza berujar sembari memeluk tubuh mungil Naffa dari samping dan memejamkan kedua matanya.

Naffa pun menyandarkan kepalanya pada dada bidang laki-laki itu dan menanggapi, "Tapi, kalau istrimu tahu tentang kita gimana? Kamu engga takut?"

"Takut? Buat apa? Palingan dia marah, terus minta aku buat jauhin kamu." Reza mengusap wajah wanita yang menjabat sebagai sekretarisnya itu sembari meremehkan istrinya.

Menerima perlakuan lembut tersebut, Naffa mengulas senyum simpul. Rupanya, ada rasa senang dalam hatinya saat mendengat tanggapan dari laki-laki yang kerap menyentuh dirinya ini. Bahkan, di dalam benaknya, mulai muncul harapan jika suatu hari Reza mungkin saja menceraikan istri sahnya untuk bisa bersanding dengannya.

Oleh sebab itu, Naffa memastikan, "Mas, kalau dia tahu tentang kita, akankah kamu menyingkirkannya untukku?"

Reza mengulum senyum saat mendengar pertanyaan yang meluncur dari bibir manis Naffa. Ia pun menanggapi, "Akan ada masa itu, tapi bukan sekarang."

Dalam hitungan detik, senyuman di bibir wanita bertubuh sintal itu memudar. Sepertinya, pikirannya mulai dikuasai oleh ambisi untuk merebut laki-laki yang sedang mendekapnya itu dari istri sahnya. "Tapi, kita engga mungkin terus kucing-kucingan begini, Mas. Aku juga takut kalau tertangkap basah suatu hari," timpalnya lalu mengerucutkan bibir.

Reza yang masih mendekap Naffa mengusap surai cokelat gelap milik sang sekretaris dan meyakinkan, "Kamu tenang saja. Istriku bukan tipikal wanita yang mudah curiga meski terlihat tegas di luar. Yang penting, kita nikmati waktu-waktu bersama jika sempat."

Mendengar hal itu, kekesalan di hati Naffa tak kunjung pudar. Ia malah menggerutu dalam hati, "Aku tunggu hari dimana istri dari Pak Reza tersingkir. Jika tidak, aku yang akan bergerak sendiri."

-**-

Sementara itu, di sisi lain, Dina yang sedang berbaring di atas kasur di kamarnya tak dapat menutup mata dengan nyaman. Setiap kali ia berusaha untuk terlelap, selalu saja ada pikiran negatif tentang suaminya yang berdatangan.

"Mas Reza? Kamu kok sampai tengah malam gini belum juga pulang? Meski aku paham dia menunaikan tugas lembur, tapi entah mengapa, aku merasa dia memang sengaja tak pulang karena ada urusan lain. Perasaanku terus mengatakan akan hal itu meski berulang kali ku tepis." Dina berujar dalam hatinya.

Lalu, dengan berbalut piyama lengan pendek berwarna violet, Dina bangkit dari posisi rebah dan meraih ponselnya yang terletak di nakas sebelah kiri. Dengan rasa gundah, ia memeriksa aplikasi instant messaging yang menampilkan kontak sang suami.

"Tulisan terakhir dilihatnya empat jam yang lalu. Ditambah lagi, pesanku belum juga terbaca dan dibalas olehnya. Apa Mas Reza sengaja mengabaikan pesanku? Atau memang terlalu banyak chat yang masuk di ponselnya hingga pesanku tergeser dan tak terlihat olehnya?" Dina kembali berujar dan bertanya-tanya dalam hatinya.

Kemudian, wanita dengan surai sebahu itu mengalihkan pandangannya dari ponsel dan menatap pada foto pernikahannya yang tergantung di dinding seberang, bersampingan dengan lemari pakaian berwarna putih gading.

"Aku mungkin tak bisa beranggapan tanpa bukti seperti ini. Apalagi, menuduh Mas Reza berlaku yang bukan-bukan, sama saja, aku menyakiti hatinya. Toh, dia juga bukan tipikal laki-laki mata keranjang yang gemar tebar pesona meski ia tampan dan memiliki kuasa." Dina berusaha berpikiran positif meski kecurigaan masih menyelimuti pikiran dan hatinya.

TO BE CONTINUED..

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status