Entah apa yang terjadi, aku sama sekali tak ingat.Rasanya saat itu, Debi memintaku tinggal sebentar. Lalu memberikan minuman sebelum aku pergi. Setelah itu aku tak ingat apapun lagi."Mas, kamu sudah bangun?" Suara Debi mengagetkanku.Aku menatapnya yang baru saja keluar dari dalam kamar mandi.Astaga, apakah aku melakukannya sesuatu padanya tadi malam, pikirku."Deb ... apa kita?" tanyaku menggantung di udara. Tak sanggup rasanya melanjutkan pertanyaan ini padanya."Kenapa, Mas?" Ia bertanya balik padaku. Terlihat kulitnya yang mulus.Debi yang berdiri dengan balutan handuk di tubuhnya, membuatku bergidik ngeri membayangkan apa yang terjadi.Walaupun kami sudah sah, entahlah aku tak berniat sedikitpun menyentuhnya."Kenapa aku bisa berada di kamar ini, apa kita tidur bersama?" tanyaku tak sabaran."Kamu ini bicara apa, Mas. Bukankah tadi malam, kamu sendiri yang meminta untuk menginap di rumahku. Dikarenakan, hari yang mulai malam," ucapnya diiringi kekehan kecil."Apa benar begitu?
"Terima kasih, Mas. Kamu sudah mau menerimaku."Aku terdiam mematung, langkahku terhenti tepat di belakang Mas Alif.Duniaku seakan runtuh, harapan yang awalnya muncul sedikit demi sedikit sekarang hancur berkeping-keping. Mungkin tak akan ada.lagi kata kembali di antara kami berdua.Ucapan Debi benar-benar membuatku diam tak berkutik. Tak percaya begitu cepatnya Mas Alif mencintai Debi. Membagi hatinya dengan perempuan lain, rasanya ini seperti mimpiku di siang bolong Secepat itukah Mas Alif melupakanku, hanya dalam waktu sehari Debi berhasil membuat Mas Alif jatuh dalam pelukannya.Mataku mulai berkaca-kaca, kubiarkan bulir bening saling berjatuhan membasahi pipiku."Sudah, ya." Suara Mas Alif berhasil membuyarkan lamunan panjangku.Lagi-lagi pemandangan yang menyakitkan terpatri tepat di depanku. Belaian lembut pada rambut Debi seakan-akan memberitahukan, bahwa inilah saatnya aku mundur. Inilah saatnya aku tak boleh berharap apa-apa lagi pada hubungan rumah tangga kami.Mas Alif l
"Sakit, dia sudah kasar. Ayahmu saja tak pernah memperlakukanmu begini. Cinta boleh, bodoh jangan!" tegas Ibu.yang tak terima putri satu-satunya disakiti.Ia lalu berdiri, dan meninggalkanku yang terpaku mencerna ucapannya."Benar kata Ibu, Lau. Jika hanya kamu yang berjuang, cinta juga tetap akan menghilang." Tiara memegang bahuku. Hanya dia sosok yang selalu ada selama ini. Selama aku didera oleh masalah."Apa aku bodoh, Ra?" tanyaku sambil menatapnya. Aku merasa sangat tak berguna karena sampai sekarang masih tak bisa menghaluskan rasa cintaku pada dirinya "Hampir," ucap Tiara diiringi kekehan kecil."Kamu hanya akan melukai hati Ibu saja. Ayahmu juga akan terluka, jika melihat putri kesayangannya dihancurkan berkeping-keping," ucap Tiara lagi.Tok ... tok ... tok ....Terdengar bunyi pintu yang diketuk dari luar."Biar aku yang buka," ucap Tiara."Kalo Mas Alif, suruh dia pulang saja ya, Ra." Aku menatapnya dengan sayu.Tiara mengangguk, sambil menampilkan senyumnya.Aku mengambi
Seminggu setelah kedatangan Mama mertua ke rumah, aku mulai menjalankan segala rencana yang dari awal sudah kusiapkan.Mulai dari rencana perceraian yang sudah kuurus dengan sedetail mungkin, dibantu oleh Tiara, sahabatku.Dan hari ini, aku berencana untuk melaporkan Mas Alif pada atasannya.Tentang pernikahan yang dilaksanakan olehnya secara diam-diam, yang apabila kusebarkan bukan hanya Mas Alif dan Deby yang hancur. Namun, perusahaan tempatnya bekerja pun akan di-cap buruk. Sebenarnya tak tega, hanya saja dia harus menerima semua yang dia perbuat. Aku tak mungkin membiarkannya bahagia di atas penderitaanku.Enak saja, mereka tertawa sedangkan aku menangis tersiksa.Beberapa hari yang lalu, Mas Alif selalu menghubungiku. Ia bahkan sering mengunjungi rumah yang kutempati, tetapi selalu kuusir. Aku tak ingin lagi bertemu dengannya, hatiku sudah mati rasa.Sampai-sampai aku bosan dengan apa yang dilakukannya, dan berujung memblokir seluruh akses medsosnya. Menurutku ini adalah salah
"Laura ...." Jantungku serasa berhenti berdetak, ketika mendengar suara yang memanggilku.Aku berbalik, lalu menatap pemilik suara yang sangat kukenali, bahkan pernah sangat kurindukan.Tatapan matanya beradu dengan tatapan mata milikku.Terpancar kesedihan di dalam sana, bergegas kupalingkan wajah menghadap ke lain arah."Ayah sudah mengetahui semuanya," lirih ucapan itu terdengar. Namun, aku masih terdiam membisu, enggan mengeluarkan suara.Kutundukkan wajahku, ada sesak yang benar-benar menghantam dalam dada."Mari kita perbaiki lagi, aku berjanji semua akan baik-baik saja seperti awal." Aku langsung menatapnya dengan tajam, semudah itu dia berbicara."Jangan, Laura. Itu hanya akal bulusnya untuk mendapatkan dua wanita sekaligus. Dia memiliki daya tipu yang luar biasa, Ibu tak sudi anak perempuan Ibu satu-satunya kembali disakiti!" sentak Ibu, sebelum aku menjawab apa yang disampaikan Mas Alif."Ibu diam, ini urusan rumah tangga anak kita. Tak baik kita ikut campur di dalamnya, me
Kuambil foto pernikahan di dalam laci meja riasku. Lalu membuangnya ke dalam tempat sampah.Kuanggap semuanya telah selesai, dan hanya kenangan yang tersisa.Percuma istana indah diciptakan, yang ujung-ujungnya hanya menjadi petaka yang menyakitkan.****Selesai makan malam, aku dan kedua orangtuaku berkumpul bersama di ruang keluarga.Hening.Tak ada pembicaraan di sini, kami sibuk berkutat dengan pikiran masing-masing. Kutatap wajah yang berada di ruangan ini satu persatu. Ingin memulai pembicaraan, tapi tak tau harus darimana.Aku yang bingung, mencoba mencari jawaban dari mata kedua orangtuaku.Nihil, tak juga kudapatkan sedikit saja celahnya, tentang apa yang sedang dipikirkan oleh mereka.Sedangkan Tiara, dia pamit pulang hari ini. Karena pekerjaan yang tak bisa ditinggalkan begitu saja, aku maklumi, karena kami memang memiliki kesibukan masing-masing. Apalagi dia sekarang sudah bekerja, pastinya tak mungkin ia akan leluasa seperti dahulu lagi."Laura masuk kamar duluan ya," uja
Ting!Sebuah foto yang dikirim dari nomor tak dikenal, aku langsung membuka foto tersebut.Penasaran dengan apa yang dikirimkannya.Dan ... foto itu mampu membuat seluruh badanku memanas.****POV DebiHari ini aku merasakan kesal yang sangat luar biasa. Bagaimana tidak, saat ke kantor Mas Alif, aku malah tak menjumpai keberadaannya, yang ada hanya cibiran dan juga hinaan yang dilontarkan oleh makhluk-makhluk halus di dalam kantor itu.Bahkan mereka mengusirku dengan cara yang tak pantas, sebagian dari mereka juga menyebutku wanita murahan yang rela merusak rumah tangga orang lain demi kepuasan.Dasar!Mereka belum tau saja, bagaimana fakta yang sebenarnya. Apa yang terjadi sebelumnya.Wanita itulah yang telah merebut hak milikku. Dia merebut Alif, dia merebut cinta pertamaku, orang yang selama ini kuimpi-impikan. Memangnya salah jika aku mengambil kembali apa yang harusnya aku miliki, tidak 'kan, mereka saja yang terlalu naif. Menyalahkanku atas semuanya tanpa tahu kebenarannya.Kata
Malam hari ternyata Alif tak kunjung pulang, bahkan aku sekarang bangun kesiangan karena semalaman menunggu kedatangannya.Aku menyiapkan sarapan terlebih dahulu, lalu mandi dan sarapan sendiri di meja makan.Berjam-jam aku memikirkan cara, agar Alif menyesal meninggalkanku.Dan ... fix, ide gila muncul di kepalaku."Kenapa tak kukirimkan saja gambar yang kuambil dengan sedikit cara kotor pada Laura. Dia akan melihatnya, lalu ... DOR! Habis kau Alif." Aku berbicara sendiri, lalu tertawa setelannya."Kuhancurkan kau Alif!" Tawaku menggema memenuhi ruangan.Aku langsung mengirim foto ini pada Laura, nomornya tentu saja kuambil secara diam-diam di handphone Alif. Karena aku juga diam-diam mengintip apa sandi miliknya."Rasakan kau, Alif! Jika aku tak bisa memilikimu seutuhnya, berarti Laura juga tak akan bisa kembali padamu," ucapku. Lalu menghidupkan sebatang rokok.***Alif terdiam merenung di pinggir jalan, tak ada lagi harapan untuknya kembali memperbaiki segalanya.Perasaannya campur