Dua hari berlalu, setelah melaporkan kehilangan Ayu ke polis, sampai hari ini kami masih belum menemukan titik terang.
“Pah. Mamah bakal balik lagi ‘kan?” tanya Randi dengan wajah yang ditekuk. Sejak kepergian Ayu dari rumah, rumah ini benar-benar kehilangan cahayanya. Semua menjadi murung. Meski hubunganku dengan Reno menjadi membaik, tetapi bukan cara seperti ini yang aku harapkan.
“Insyaallah kita doakan saja, ya,” ucapku.
“Kata Ibunya Haru, Mamah kebur karena Papah pacaran sama artis. Memangnya bener, Pah?” tanya Randi. Seketika semua pasang mata mendadak tertuju padaku.
“Tentu saja enggak bener, Sayang. Mana mungkin Papah bisa suka sama perempuan lain selain Mamah. Enggak ada yang lebih baik dan cantik dari pada Mamah, semua itu fitnah, enggak usah percaya sama mereka.”
“Tapi, pas kemaren di Tv aku lihat Papah berdua sama artis kok, berarti yang dibilang Ibunya Haru enggak sa
“Dek mana bisa begitu, Rania lebih butuh perhatian kamu dibanding Randi sama Ilham. Abang percaya mereka bisa jaga diri kok, salah dong kalau kamu tiba-tiba mau nungguin mereka di sekolah. Lagi pula sekolah mereka juga tertutup. Gerbangnya bakal dikunci sampai jam pulang nanti. Penjagaan mereka juga ketat ada satpam yang berjaga di luar supaya anak-anak enggak sembarang terima jemputan dari orang lain.”“Abang enggak tahu bagaimana keadaan di luar sana, Adek harus menjamin sendiri keselamatan mereka.” Aku menghentikan mobil tepat di depan rumah kami. Anak-anak yang menyadari ada Ayu di sisiku. Langsung berteriak kegirangan tak terkecuali Reno yang terlihat santai. Meski aku masih bisa menangkap senyum di bibirnya yang merekah seiring dengan Ayu yang menuruni mobil.“Mamah!” teriak ketiganya kompak dengan wajah yang semringah. Mereka juga langsung memeluk Ayu.“Ya Allah Nak, kenapa panas-panas begini pada main di luar? Ra
“Adek Abang dobrak nih! Kalau sampai hitungan kesepuluh kamu enggak buka pintunya!”Aku mulai berhitung seiring dengan menyiapkan ancang-ancang, untuk membuka pintu dengan paksa.Namun, baru saja tanganku bersiap, suara kunci yang diputar dari dalam tiba-tiba terdengar.“Aku baik-baik aja kok, Bang.” Kini Ayu malah berdiri di ambang pintu dengan raut datarnya yang begitu menguji kesabaranku, karena terlalu emosional aku tidak lagi memedulikan bagaimana dia akan berekspresi. Masa bodo dengan pikiran-pikiran negatif tentang apa yang terjadi dengannya dua hari yang lalu. Aku hanya ingin memeluknya sebagai bentuk rasa syukurku, karena Tuhan masih memberiku kesempatan untuk menemuinya. Entah bagaimana aku akan hidup tanpa dia. Aku harus memulai hari dengan apa dan siapa? Aku segera melepas rengkuhan lalu berpindah memegang kedua tangannya, dengan erat.“Dek, Mas enggak peduli apa yang terjadi sama kamu dua hari yang lalu. Mas engg
“Maksud kamu, Mamah kamu sedang berada dalam tekanan?”“Bisa jadi.”“Tapi, siapa yang berani melakukan itu?”“Itu tugas Papah but cari tahu, aku enggak bisa bantu. Sedekat apa pun aku sama Mamah, pasti bakalan lebih nyaman kalau cerita masalah sebesar ini sama pasangannya. Please Pah, untuk masalah ini kita harus bener-bener tahu siapa dalang di balik ini semua. Jangan sampai di luar sana dia masih bisa enak-enakkan lolos sedangkan Mamah dibuat trauma sampai seperti ini,” kata Reno, rahangnya mengeras seiring dengan kedua tangannya yang mengepal erat. Seharusnya aku memang tak perlu terpancing emosi. Kalau terus begini, bagaimana masalahnya akan selesai. Ada banyak informasi yang harus aku kulik dari Ayu.“Papah masuk lagi aja, Ren.”“Jangan sekarang, kalau Papah masuk, Mamah pasti akan curiga. Tunggu sampai emosi Papah redad dulu. Setidaknya P
“Kita suami istri Ayu, dalam keadaan apa pun, baik suka atau pun duka seharusnya kamu mau membaginya denganku. Masalahmu juga menjadi masalahku. Please jangan bikin Abang semakin enggak tenang buat ninggalin kamu sendirian. Abang juga enggak mungkin selamanya ada di rumah. Ke depannya Abang mungkin akan lebih sibuk bolak-balik ke kedai. Ada banyak hal yang perlu Abang urus, jadi sebelum Abang sibuk. Secepatnya orang itu harus tertangkap.”“Aku enggak bisa jelasin sekarang, aku harus pergi antar Ilham dan Randi. Oh iya, aku engak akan pulang sebelum mereka pulang. Masalah Rania, sebelum ada babby sitter sebaiknya enggak usah sekolah.”“Dek, istighfar! Kamu sedang takut ‘kan? Kasih tahu Abang siapa yang bikin kamu kayak gini. Kenapa juga harus Rania yang berkorban enggak berangkat sekolah?”“Aku cuma mau melindungi anak-anakku Bang, apa salah?”“Salah kalau cara kamu kaya
“Aku harus pergi, kamu baik-baik di rumah. Kalau memang takut. Biar Rania enggak sekolah dulu. Untuk urusan Randi dan Ilham biar Abang yang antar mereka ke sekolah sekalian mengurus agar mereka bisa memakai bis jemputan.”“Apa itu akan aman?”“Berdoa saja, semoga Allah selalu melindungi keluarga kita.”“Aamiin.”Selain khawatir akan Alea yang bisa saja berbuat nekat. Aku merasa mental Ayu juga belum cukup stabil pasca kejadian penculikan itu. Ia masih sering was-was. Melihat sekitar seperti orang yang ketakutan, sikapnya yang seperti ini tentu saja akan mengundang banyak orang yang penasaran. Aku sangat mengerti bagaimana Ayu yang memilik kepribadian tertutup. Di saat seperti ini, yang ia butuhkan hanyalah suatu ruang kosong untuk menenangkan diri.Hari itu aku menghubungi Alea, dengan niat untuk membicarakan proyek yang sempat kutolak itu. Akankah masih bisa berlanjut jika aku menerimanya atau tidak
Pov 3“Kenapa kamu gelisah banget, Al?” tanya Anwar, yang sejak tadi memperhatikan gerak-gerik Alea yang berjalan ke sana ke mari tanpa henti. Belum lagi raut wajahnya yang menegang membuat siapa saja jadi ikut panik dibuatnya.“Masih ada dua sesi lagi, loh.” Dia masih mencoba mengingatkan, karena bagaimanapun Anwar tak ingin merugi. Terlepas dari masalah yang tengah Alea hadapi sejujurnya Anwar tak peduli dengan hal itu. Prioritasnya sekarang hanya mencari keuntungan sebanyak-banyaknya. Harta dan popularitas telah berhasil mengubah Anwar menjadi budak harta. Ia bahkan rela melakukan apa pun demi mencapai kedua hal itu. Meski, harus menentang moralitas sekalipun.“Tenang aja Bang, gue akan tetap profesional kok.”“Bagus. Gue suka gaya lo. Kalau boleh tahu ada masalah apa? Sampai seorang Alea khawatir sampai seperti ini.”“Enggak ada apa-apa kok. Cuma masalah kecil.”“Oh
Pov AndiHari ini seharusnya polisi sudah mendatangi kediaman Alea, semoga saja prosesnya dipermudah, entah kenapa aku kesal sekali dengan wanita itu. Dulu Tiara yang begitu menggila, hanya karena ingin berada di sisiku. Sekarang datang satu orang lagi yang lebih nekat, ia malah berani melukai dan mengancam Ayu juga keluargaku. Aku tahu Alea memang punya power untuk melakukannya. Namun, aku masih tak menyangka jika ia akan berlaku sejauh itu.“Pah, kenapa sih dari tadi kok aku perhatiin gelisah banget?”“Papah lagi nunggu berita penangkapan Alea.”“Papah masih peduli sama dia?”“Bukan begitu, Papah cuma khawatir kalau dia bisa menghindar dari jerat hukum. Kamu tahu sendirilah hukum di negara kita, tumpul ke atas.” Reno mendecak, anak itu malah melipat tangan, lantas menaruhnya di dada.“Sudah aku duga sih, kalau dia bakal lolos. Duitnya banyak.”“Ren, kayaknya
PoV 3Hari ini di pusat perbelanjaan di kota Alea tengah sibuk menghabiskan waktu dengan membeli beberapa produk fashion. Sudah sepekan dia disibukkan dengan kepolisian, sungguh membuatnya jengah dan stres. Jadi, untuk merefresh otaknya dia memilih bersenang-senang. Begitulah Alea, bukannya merenungi kesalahan agar menjadi pribadi yang lebih baik, ia malah terlihat tak menyesali hal itu sama sekali. Baginya semua yang dia lakukan bukanlah sebuah kesalahan. Hidup hanya sekali jadi harus dinikmati.Rana sudah sangat jengah, ingin sekali dia menampar gadis itu, andai saja dia mampu. Sayangnya statusnya yang sebagai single parent menuntutnya untuk tetap bertahan di tengah keadaan yang sulit. Meski Alea membelikan beberapa set pakaian untuknya, tetapi senyum di wajah Rana seakan tak mau terbit. Wajah itu terus saja ditekuk. Dari pada terus larut dalam emosi, Rana memilih untuk menepi sejenak. Apa lagi saat itu kebetulan sekali ia mendapat telepon