“Maksud kamu, Mamah kamu sedang berada dalam tekanan?”
“Bisa jadi.”
“Tapi, siapa yang berani melakukan itu?”
“Itu tugas Papah but cari tahu, aku enggak bisa bantu. Sedekat apa pun aku sama Mamah, pasti bakalan lebih nyaman kalau cerita masalah sebesar ini sama pasangannya. Please Pah, untuk masalah ini kita harus bener-bener tahu siapa dalang di balik ini semua. Jangan sampai di luar sana dia masih bisa enak-enakkan lolos sedangkan Mamah dibuat trauma sampai seperti ini,” kata Reno, rahangnya mengeras seiring dengan kedua tangannya yang mengepal erat. Seharusnya aku memang tak perlu terpancing emosi. Kalau terus begini, bagaimana masalahnya akan selesai. Ada banyak informasi yang harus aku kulik dari Ayu.
“Papah masuk lagi aja, Ren.”
“Jangan sekarang, kalau Papah masuk, Mamah pasti akan curiga. Tunggu sampai emosi Papah redad dulu. Setidaknya P
“Kita suami istri Ayu, dalam keadaan apa pun, baik suka atau pun duka seharusnya kamu mau membaginya denganku. Masalahmu juga menjadi masalahku. Please jangan bikin Abang semakin enggak tenang buat ninggalin kamu sendirian. Abang juga enggak mungkin selamanya ada di rumah. Ke depannya Abang mungkin akan lebih sibuk bolak-balik ke kedai. Ada banyak hal yang perlu Abang urus, jadi sebelum Abang sibuk. Secepatnya orang itu harus tertangkap.”“Aku enggak bisa jelasin sekarang, aku harus pergi antar Ilham dan Randi. Oh iya, aku engak akan pulang sebelum mereka pulang. Masalah Rania, sebelum ada babby sitter sebaiknya enggak usah sekolah.”“Dek, istighfar! Kamu sedang takut ‘kan? Kasih tahu Abang siapa yang bikin kamu kayak gini. Kenapa juga harus Rania yang berkorban enggak berangkat sekolah?”“Aku cuma mau melindungi anak-anakku Bang, apa salah?”“Salah kalau cara kamu kaya
“Aku harus pergi, kamu baik-baik di rumah. Kalau memang takut. Biar Rania enggak sekolah dulu. Untuk urusan Randi dan Ilham biar Abang yang antar mereka ke sekolah sekalian mengurus agar mereka bisa memakai bis jemputan.”“Apa itu akan aman?”“Berdoa saja, semoga Allah selalu melindungi keluarga kita.”“Aamiin.”Selain khawatir akan Alea yang bisa saja berbuat nekat. Aku merasa mental Ayu juga belum cukup stabil pasca kejadian penculikan itu. Ia masih sering was-was. Melihat sekitar seperti orang yang ketakutan, sikapnya yang seperti ini tentu saja akan mengundang banyak orang yang penasaran. Aku sangat mengerti bagaimana Ayu yang memilik kepribadian tertutup. Di saat seperti ini, yang ia butuhkan hanyalah suatu ruang kosong untuk menenangkan diri.Hari itu aku menghubungi Alea, dengan niat untuk membicarakan proyek yang sempat kutolak itu. Akankah masih bisa berlanjut jika aku menerimanya atau tidak
Pov 3“Kenapa kamu gelisah banget, Al?” tanya Anwar, yang sejak tadi memperhatikan gerak-gerik Alea yang berjalan ke sana ke mari tanpa henti. Belum lagi raut wajahnya yang menegang membuat siapa saja jadi ikut panik dibuatnya.“Masih ada dua sesi lagi, loh.” Dia masih mencoba mengingatkan, karena bagaimanapun Anwar tak ingin merugi. Terlepas dari masalah yang tengah Alea hadapi sejujurnya Anwar tak peduli dengan hal itu. Prioritasnya sekarang hanya mencari keuntungan sebanyak-banyaknya. Harta dan popularitas telah berhasil mengubah Anwar menjadi budak harta. Ia bahkan rela melakukan apa pun demi mencapai kedua hal itu. Meski, harus menentang moralitas sekalipun.“Tenang aja Bang, gue akan tetap profesional kok.”“Bagus. Gue suka gaya lo. Kalau boleh tahu ada masalah apa? Sampai seorang Alea khawatir sampai seperti ini.”“Enggak ada apa-apa kok. Cuma masalah kecil.”“Oh
Pov AndiHari ini seharusnya polisi sudah mendatangi kediaman Alea, semoga saja prosesnya dipermudah, entah kenapa aku kesal sekali dengan wanita itu. Dulu Tiara yang begitu menggila, hanya karena ingin berada di sisiku. Sekarang datang satu orang lagi yang lebih nekat, ia malah berani melukai dan mengancam Ayu juga keluargaku. Aku tahu Alea memang punya power untuk melakukannya. Namun, aku masih tak menyangka jika ia akan berlaku sejauh itu.“Pah, kenapa sih dari tadi kok aku perhatiin gelisah banget?”“Papah lagi nunggu berita penangkapan Alea.”“Papah masih peduli sama dia?”“Bukan begitu, Papah cuma khawatir kalau dia bisa menghindar dari jerat hukum. Kamu tahu sendirilah hukum di negara kita, tumpul ke atas.” Reno mendecak, anak itu malah melipat tangan, lantas menaruhnya di dada.“Sudah aku duga sih, kalau dia bakal lolos. Duitnya banyak.”“Ren, kayaknya
PoV 3Hari ini di pusat perbelanjaan di kota Alea tengah sibuk menghabiskan waktu dengan membeli beberapa produk fashion. Sudah sepekan dia disibukkan dengan kepolisian, sungguh membuatnya jengah dan stres. Jadi, untuk merefresh otaknya dia memilih bersenang-senang. Begitulah Alea, bukannya merenungi kesalahan agar menjadi pribadi yang lebih baik, ia malah terlihat tak menyesali hal itu sama sekali. Baginya semua yang dia lakukan bukanlah sebuah kesalahan. Hidup hanya sekali jadi harus dinikmati.Rana sudah sangat jengah, ingin sekali dia menampar gadis itu, andai saja dia mampu. Sayangnya statusnya yang sebagai single parent menuntutnya untuk tetap bertahan di tengah keadaan yang sulit. Meski Alea membelikan beberapa set pakaian untuknya, tetapi senyum di wajah Rana seakan tak mau terbit. Wajah itu terus saja ditekuk. Dari pada terus larut dalam emosi, Rana memilih untuk menepi sejenak. Apa lagi saat itu kebetulan sekali ia mendapat telepon
Kendaraan roda dua itu melaju dengan kecepatan di ambang batas normal. Keduanya saling melafalkan doa perlindungan, rasanya kematian begitu dekat melihat bagaimana samurai yang tampak lentur itu terus diacung-acungkan ke atas, juga teriakan gerombolan begal yang sepertinya sengaja agar membuat target incarannya gugup dan ketakutan. Hingga pecah konsentrasi. Masih butuh waktu sekitar 5 menit lagi, untuk sampai di jalanan yang padat penduduk.Pria terus menambah kecepatan laju kendaraannya lagi dan lagi. Hingga cahaya terang dari lampu-lampu rumah warga mulai terlihat ada sedikit lega di hatinya. Perlahan pria itu melirik ke arah spion. Gerombolan itu semakin menjauh darinya. Bahkan sebagian telah berputar arah. Hingga, ia pun mulai berani menurunkan kecepatannya sedikit demi sedikit. Tepat di sebuah mini market yang cukup ramai pengunjung meski sudah larut, ia menepikan kendaraan roda duanya.“Turun!” bentak pria itu, yang tentu saja seketika membua
“Apa sekarang Om sedang membelanya?”“Bukan, aku sedang menasihatimu. Jangan kotori tanganku dengan menyentuh wanita sepertinya.”“Apa kamu bilang, memangnya aku ini wanita seperti apa? Lepas, kalian pikir aku enggak bisa pulang sendiri. Dasar laki-laki enggak punya perasaan. Aku enggak terima ya, kalian hina aku. Jangan mentang-mentang aku lemah, kalian bisa bicara seenaknya.” Tangan Alea bahkan kini telah mengepal erat. Dia begitu berapi-api, hanya karena perkataan Syahru yang di luar prediksinya. Berharap akan dibela nyatanya dia malah sama-sama merendahkannya.“Memang lemah ‘kan? Kamu memang kuat di depan hukum. Sudah menculik orang dan menganiaya pun masih bisa bebas berkeliaran. Hari ini lo selamat dari maut, besok enggak tau hal apa lagi yang bakal menimpa hidup lo.”“Jangan bicara sembarangan, itu hanya sebuah kebetulan.” Reno malah tertawa, saat menyadari jika Alea termakan ucapann
“Sungguh hari yang sangat melelahkan bagi Alea, tetapi tidak bagi Reno yang melihat berita di televisi. Mobilnya memang tidak hilang, tetapi semua kacanya pecah. Seingatnya mobil itu memang sudah mogok sejak saat Reno ingin mengerjainya. Ayu yang melihat anaknya terus terkekeh di depan televisi lantas mendekat.“Ren, jangan tertawa di saat orang lain tertimpa musibah.”“Ini bukan musibah, tapi azab.”“Astaghfirrullah, Ren,” ucap Ayu yang langsung membuat Reno membetulkan posisi duduknya.“Maafin Reno Mah, aku cuma kesel sama dia, tapi tenang saja urusan video sama foto-foto itu udah selesai. Aku sudah minta dia buat hapus. Bahkan kalau sampai dia masih punya salinannya aku bisa jamin dia enggak akan berani sebarkan itu ke media,” ucap Reno yakin. Pelan dia meraih tangan ibunya.“Ada Reno di sini Mah, ke depannya tolong jangan menyembunyikan apa pun lagi dariku. Kita keluarga, masa