"Ada yang bisa saya bantu, Dok?" tanya Radit pada Dokter Anita. Anita berdiri dan menjelaskan kepada Radit tentang pasiennya itu. "Dokter Radit, maaf jika saya memanggil dokter ke sini. Ibu ini ingin Dokter yang memeriksanya. Sudah saya jelaskan bahwa saat ini tidak ada jadwal Dokter tapi dia bersikeras karena telah melihat Dokter masuk klinik ini tadi," ucap Anita menjelaskan. Radit menatap pasien yang sedang berbaring diatas ranjang itu. Dia merasa tak kenal dengan wanita itu. "Baiklah, Dokter Anita. Saya akan menangani pasien ini sekarang," jawab Radit seraya terus memperhatikan pasiennya. Dokter Anita keluar dari ruangan itu. Dia ingin memberikan kesempatan pada Radit untuk memeriksa pasiennya. "Apa keluhannya, Bu?" tanya Radit seraya memeriksa pasiennya dengan stetoskop. "Ini, Dok. Perut saya terasa sakit, sepertinya kram," ucap perempuan itu dengan memegang tangan Radit dan mengarahkannya pada bagian perutnya. Mata lentikny
"Bapak?!" Pak Ridho jatuh tak sadarkan diri, tubuhnya menabrak pintu kamarnya. Kinan yang panik berusaha membangunkan bapaknya. "Kinan, cepat minta bantuan sama tetangga, Nak. Kita harus segera membawa Bapak ke rumah sakit terdekat!!" seru Bu Rina tak kalah paniknya. Nampak Bagas sudah pergi mengendarai motornya. Sedangkan Ranti masih melambaikan tangan ke arah lelaki yang membuatnya mabuk kepayang itu. Melihat Kinan berlari dengan menangis, Ranti lantas menegurnya. "Ngapain sih pakai nangis segala, nyesel kan tahu Bagas udah serius sama aku?" cibir Ranti dengan senyum mengejek. Kinan tak mempedulikan Ranti yang mencibirnya. Dia fokus mencari pertolongan dari tetangga disekitarnya. "D*sar bocah gemblung!! Malah lari-larian sambil nangis kayak syuting film india saja," omel Ranti yang tak mengetahui kondisi bapaknya. Kinan berlari mencari bantuan ke tetangganya. Tanpa alas kaki dia berlari dengan air mata yang tak terbend
"Mbak, benar yang dikatakan Bapak ini. Keluarga harus kuat agar bisa memberi motivasi pada pasien nanti," ucap Dokter. Rangga datang membawa minuman untuk Kinan dan Pak Abdul. Melihat Kinan yang semakin menyedihkan, Rangga memapahnya dan mendudukkannya di kursi. Sungguh dia tak tega melihat Kinan seperti itu. "Kinan, tenangkan dirimu. Kita berdoa untuk kesembuhan Bapak ya," ucap Rangga. Kinan sudah mulai bisa menguasai diri. Dia kemudian meminta Pak Abdul dan Rangga untuk kembali. "Pak Abdul, anak dan istri Bapak pasti menunggu Bapak. Mas Rangga kamu juga pasti butuh istirahat sepulang dari kerja. Aku berterima kasih atas pertolongan kalian tapi kalian bisa kembali sekarang," ucap Kinan. "Iya, Kinan. Maaf ya Bapak tidak bisa menemani di sini. Bapak mau kembali dulu," ucap Pak Abdul. "Bagaimana dengan kamu, Kinan? Aku gak bisa meninggalkan kamu sendiri di sini." ucap Rangga. Kinan meyakinkan Rangga bawa dia bisa menunggui Bap
PIL KB MERUSAK KECANTIKANKUPart 42A (50)Setibanya di rumah, Kinan melihat Ibu dan adiknya menangis pilu. Bu Rina masih belum bisa menerima kepergian Pak Ridho yang mendadak, Dinda sesenggukan dengan berita duka itu.Ranti menggendong Caca dengan pandangan kosong. Tak ada satu patah katapun keluar dari bibirnya.Hati Kinan bergetar melihat Ibu dan saudaranya rapuh, dia ingin memberikan kekuatan untuk mereka meskipun dirinya sendiri sangat terpukul.Susah payah Kinan menahan diri untuk tidak menangis di depan mereka. Dia ingin memberikan penghormatan terakhir untuk cinta pertamanya itu dengan mengurus pemakamannya sebaik mungkin.Rangga ikut bergabung bersama warga yang sudah mulai berkumpul. Dia juga sibuk mempersiapkan acara pemakaman itu bersama Pak Abdul dan tetangga lainnya. Tak ada anggota keluarga laki-laki di keluarga Kinan kini.Ambulance datang mengantarkan jenazah Pak Ridho. Radit dan beberapa perawat ikut mengantarkannya.Setelah jenazah diturunkan, Radit meminta mereka un
"Iya, Mbak. Kasih tahu kami siapa orangnya. Nanti kalau dia macem-macem kita bejek-bejek aja biar tahu rasa!!Gendis tersenyum sinis, provokasinya berhasil membuat ibu-ibu terpancing."Ada, Bu. Mungkin karena itu juga dia minta pisah dari suaminya. Secara yang diincar emang berduit," ucap Gendis lagi."Makanya cepetan kasih tahu kita siapa orangnya, jangan main tebak-tebakan gitu dong, Mbak Gendis," ucap Bu Sis.Gendis melirik ke arah Kinan dengan sinis. Kinan yang tadinya memilih-milih sayuran akhirnya menatap Gendis yang terus meliriknya."Kasihan banget Bapaknya kena karma gara-gara ulah anaknya," ucap Gendis seraya tersenyum miris.Kinan mulai terpancing emosinya karena Gendis terus menyindirnya apalagi sudah menyangkut pautkan Bapaknya yang telah tiada."Maksudmu siapa, Mbak? Dari tadi ngomong muter-muter kayak gasing. Tunjuk siapa pelakor yang kamu maksud itu," ucap Kinan dengan pandangan menantang."Eh kenapa emosi, merasa ya? Emang bener kan kamu udah membuat rumah tangga oran
"Awas saja kamu, Kinan!!" gumam Gendis geram.Mobil Rangga melaju menuju Pengadilan Agama. Sepanjang perjalanan Kinan hanya diam, hatinya berdetak lebih cepat. Keringat dingin membasahi wajahnya padahal mobil itu ber-AC."Kinan, kamu sakit? Kenapa wajahmu pucat begitu?" tanya Rangga khawatir."Enggak, Mas. Mungkin aku hanya gugup saja menjalani persidangan ini." jawab Kinan tanpa memandang Rangga."Atau kamu grogi dekat denganku?" tanya Rangga seraya melirik Kinan.Kinan salah tingkah ditatap sedemikian rupa oleh Rangga. Dia sendiri tak tahu kenapa bisa segelisah ini."Aku senang banget, setelah sekian lama kamu kembali bersikap manis padaku," ucap Rangga."Jangan salah paham, Mas Rangga. A-aku cuma ...." ucap Kinan terbata."Jangan bilang kalau kamu cemburu dengan Gendis atau kamu cuma ingin memanasi dia?" tanya Rangga menyelidik."Sudahlah, Mas. Jangan bahas itu lagi, diantara kita tidak mungkin ada sesuatu." Kinan mencoba menghindar.Rangga yang sedikit frustasi dengan ucapan Kinan
"Mas, tolong aku!" seru Kinan pada Radit.Radit memukul pria bertubuh besar itu dengan kalap. Rangga yang juga berada di sana ikut membantu Radit melumpuhkan pria itu.Saat seseorang di dalam mobil mencoba kabur, Rangga mencegahnya. Dia buka pintu mobil dan menyeret seseorang yang memakai hoodie hitam dan juga masker yang menutupi wajahnya.Rangga membuka paksa masker orang itu dan menarik penutup kepalanya. Rangga tercengang, ternyata pelakunya adalah Risa, istrinya."Risa?" seru Rangga kaget.Risa menatap suaminya dengan nyalang, tak ada rasa ketakutan di matanya yang tajam."Iya, ini aku, Mas. Kamu terkejut?" tanya Risa dengan senyum menyeringai.Radit menenangkan Kinan yang ketakutan, pria itu berhasil dilumpuhkan. Mereka berdua menatap Risa dengan pandangan tak percaya."Ini kejahatan yang tak bisa dibiarkan, kamu mencoba melakukan penculikan, Ris," ucap Radit geram.Radit mengenali Risa yang pernah mendatanginya di klinik. Kini Radit tahu kenapa perempuan itu mencoba menyakiti K
Pagi itu Kinan akan berangkat pagi untuk bekerja meskipun semalam dia hanya bisa tidur beberapa jam saja.Dia tak ingin mengecewakan orang yang sudah memberinya kepercayaan. Karena memang sebenarnya dia masuk shift pagi dan bertukar hanya karena ada keperluan."Kinan, kamu mau berangkat kerja?" tanya Ranti tak percaya."Iya, Mbak. Memangnya kenapa?" tanya Kinan."Apa semalam Ibu tak memberitahumu bahwa hari ini keluarga Bagas akan ke sini untuk melamarku?" tanya Ranti seraya bersedekap.Bu Rina yang baru keluar dari dapur ikut nimbrung pembicaraan mereka."Tadi malam Kinan pulang larut sekali, Ran. Mungkin karena kecapekan dia ketiduran, Ibu belam sempat memberitahunya," ucap Bu Rina."Dadakan sekali, Mbak. Maaf hari ini aku tidak bisa libur, gak enak kalau bentar-bentar ambil libur," ucap Kinan."Bilang saja kamu tak sanggup melihat Bagas melamarku," sahut Ranti sinis."Sudahlah, Ranti! Jangan terus-terusan berpikiran buruk pada adikmu. Dia sudah ikhlas melepaskan Bagas, harusnya ka