Sean dan Aruna akhirnya memilih pulang ke kota, mereka merasa kecewa dengan keputusan orang tua Claudia. Namun, mereka mencoba memahami perasaannya. Di sepanjang perjalanan Sean hanya diam, ia fokus menjalankan mobilnya. "Runa, kita makan malam dulu," ujarnya menghentikan mobilnya di depan restoran. Aruna menganggukkan kepalanya, ia turun dari mobil dan mengikuti Sean masuk ke dalam restoran. Mereka memilih tempat duduk paling ujung, agar terasa nyaman. "Pilih yang kamu suka," kata Sean sambil memberikan daftar menu makanan. "Samain aja, Sean. Apapun yang kamu makan, pasti aku makan," ujar Aruna tersenyum lembut. "Baiklah kalau gitu! Aku ingin makan steak," ucap Sean. "Minumnya aku air putih saja," kata Aruna. Sean memesan steak dan teh hangat untuk dirinya dan Aruna, ia tidak memesankan air putih seperti permintaan gadis itu. Setelah menunggu beberapa menit, makanan pesanan mereka diantar oleh seorang pelayan yang sangat ramah. "Mbak, air putih saya mana?"
Malam ini adalah malam yang terindah untuk pasangan pengantin baru, Claudia dan Rayhan sudah resmi menjadi pasangan suami istri. Mereka mengadakan pesta pernikahan di sebuah hotel berbintang, bahkan pesta mereka terbilang sangat mewah. Kamar pengantin sudah disiapkan dengan nuansa yang begitu romantis, banyak bunga bertaburan di atas ranjang itu. "Claudia, sebenarnya saya tidak setuju anak saya menikah dengan kamu. Sudah miskin, memalukan lagi," ujar Eva sang mertua menatap Claudia sinis. Deg ... deg ... Sebelum pernikahan ini terjadi, Eva mengatakan sudah merestui putranya menikah dengannya. Namun, ia tidak menyangka sikap mertuanya berubah begitu saja. Eva memberikan sebutir obat untuk mencegah kehamilannya, ia memperbolehkan Claudia melayani putranya selayaknya seorang istri tapi tidak memperbolehkan untuk hamil. "Ingat Claudia, jangan sampai rahim kamu mengandung benih cucuku! Aku tidak sudi mempunyai keturunan miskin," kata Eva dengan keras. "Baik, Mah," ucap Claudia menun
Ucapan Mamah mertua selalu terngiang di telinga Claudia, ia berpikir setelah menikah akan hidup dengan bahagia. Mempunyai anak dari seorang yang dia sayangi, tapi kenyataannya jauh berbeda. Ia tidak diperbolehkan untuk mempunyai keturunan dari suaminya sendiri, membuatnya sangat terpukul. Claudia kemudian mengambil handuk, lalu membersihkan diri. Setelah itu ia mencari pakaian yang pantas untuk digunakan makan malam. "Mas, tadi Mamah minta Claudia untuk dandan. Emang siapa yang datang?" tanya Claudia sambil mengoleskan lipstik ke bibirnya di depan kaca. "Sahabat Mamah sayang, tidak dandan kamu terlihat cantik kok," balas Rayhan mencolek dagu istrinya. "Mas, jangan ganggu dong," ucap Claudia. Rayhan lalu memeluk istrinya dari belakang, ia lalu membenamkan wajahnya dan mengecup leher istrinya yang jenjang. Claudia pun merasa geli, dan langsung membalikkan badannya. "Mas, jangan ganggu dulu. Nanti kita terlambat lagi," ujar Claudia. "Sayang, aku sudah tidak sabar mempunyai anak ya
Claudia berjalan masuk ke dalam kantor, dengan langkah gontai. "Sayang, kamu kenapa menangis?" tanya Rayhan sembari mengusap air mata Claudia yang menetes di kedua pipinya. "Mas, maafkan aku. Tadi makanan yang aku bawa diambil orang, saat mau menyebrang jalan," terang Claudia menundukkan kepala. Rayhan langsung memeluk istrinya, dan mengajaknya untuk makan siang di cafe terdekat. Soal makanan ia sama sekali tidak mempermasalahkan, yang terpenting adalah keselamatan istrinya. ***Di sisi lain, seorang pemuda yang sudah merebut makanan Claudia menyerahkannya kepada orang yang sudah menyuruhnya. "Nyonya, ini bekal makanan yang saya ambil," ujar pemuda itu. "Kerja yang bagus! Buang saja ke tempat sampah. Ini bayaran kamu," kata wanita itu. "Hampir saja saya mencelakai wanita itu, Nyonya. Untung saja dia bisa menghindar," jelas pemuda itu. Wanita paruh baya itu marah kepada orang suruhannya, justru kalau bisa mencelakai Claudia akan lebih baik dan dia mendapatkan bayaran yang lebih
Mendengar kata honeymoon membuat Eva menjadi kesal, ingin rencananya ia menggagalkan semua rencana Rayhan. "Papah setuju, iya kan, Mah? Nanti kita cepat dapat cucu," kata Papah Andi tersenyum. Claudia menundukkan kepalanya, ia merasa sedih. Hal yang sangat tidak mungkin untuk menolak ajakan Rayhan, tapi tekanan dari mertuanya membuatnya sakit. "Kalau kakak punya anak, pasti Aruna gak disayang lagi," tutur Aruna mengerucutkan bibirnya. "Buat teman kamu di rumah, Runa," ujar Rayhan. Papah Andi kemudian mengajak Rayhan ke ruang kerjanya, beliau hendak memberikan tiket untuk keberangkatannya nanti. "Claudia, sebelum kamu pergi beli obat penunda kehamilan dulu sana! Awas saja kalau sampai kamu hamil," pinta Eva penuh dengan ancaman. "Dengerin tuh kata Mamah! Aruna juga gak sudi, punya keponakan turunan orang miskin," sahut Aruna tidak punya sopan santun. Claudia hanya bisa meneteskan air mata, setiap ada yang membentaknya. Dia juga tidak mungkin menentang ucapan mertuanya, demi sua
"Sayang, jawab ini obat apa!" bentak Rayhan. Menunjukkan botol obat yang bertuliskan penunda kehamilan, kepada istrinya. Claudia tertunduk lesu, ia bingung harus menjawab apa. Kalau ia berkata jujur akan membuat pertengkaran, antara ibu dan anak. Rayhan baru ini membentaknya, mungkin baginya sudah sangat keterlaluan. "Sampai segitunya kamu tidak mau mempunyai keturunan dariku! Claudia, aku sangat mencintaimu! Kenapa kamu tega, melakukan semua ini!" marah Rayhan. Melemparkan botol obat itu hingga tercecer di lantai. Claudia bersimpuh di kaki suaminya, sambil memohon maaf. Rayhan dengan kasar menghempaskan tangan istrinya itu. Claudia hanya bisa menangis, ia menyesal sudah mengikuti perintah mertuanya. Rayhan lalu pergi entah kemana, dan meninggalkan Claudia di dalam villa sendiri. "Mas, seandainya kamu tau! Mamah Eva tidak merestui pernikahan kita, beliau juga tidak menginginkan cucu dariku ... " lirih Claudia. Di sebuah club malam pulau Bali, Rayhan menghabiskan waktu di tempat
Eva langsung menelpon Rayhan untuk memberitahukan kondisi istrinya saat ini, karena ia tidak mau menyentuh Claudia sedikit pun. Kalau sampai itu terjadi, berati ia terpaksa. "Bagaimana Mah, keadaan Claudia? Kenapa tidak Mamah bawa ke dokter dulu," ujar Rayhan yang baru datang. "Lihat saja sendiri! Mamah tidak tau," kata Eva dengan acuh dan tidak peduli dengan menantunya. Rayhan langsung membawa Claudia ke rumah sakit, dokter juga sudah memeriksa keadaan Claudia saat ini. Menurut dokter, Claudia hanya kecapean dan dehidrasi. Tak lama kemudian Claudia sudah sadarkan diri, dia meminta untuk pulang ke rumah orang tuanya. Namun, Rayhan tidak mengizinkan karena sudah menjadi tanggung jawabnya. Rayhan tidak sadar mengajak istrinya tinggal bersama Mamahnya, membuat Claudia penuh dengan tekanan. Setahunya Eva selalu berbuat baik, dan menyayangi menantunya seperti menyayangi anak-anaknya. "Mas, aku tidak mau menjadi beban untuk keluargamu. Izinkan aku tinggal di rumah Ibu, aku mohon, Mas,
Claudia mengurungkan pembicaranya dengan suaminya, karena terdengar suara ketukan pintu yang membuatnya untuk beranjak dan membuka pintu kamar. "Claudia, itu orang tua kamu datang. Temui sana, jangan di kamar terus. Sudah sembuh juga, masih saja malas-malasan," sinis Eva menatap sengit menantunya. "Iya, Mah. Claudia ke sana sekarang," ujar Claudia. Setelah Eva pergi, Claudia memberitahukan kepada Rayhan kalau orangtuanya datang dan mengajak menemuinya. "Ayah ... Ibu ... !" teriak Claudia langsung memeluk Ayah dan Ibunya secara bergantian. "Ayah dan Ibu, kenapa tidak bilang kalau mau datang? Rayhan kan, bisa jemput," ujar Rayhan sembari menjabat tangan kedua mertuanya. "Kita tidak mau bikin repot, Nak," sahut Ibu Claudia. Beliau mengeluarkan plastik berisi pisang goreng, dari dalam tasnya dan memberikan kepada Claudia. Pisang hasil tanamannya dari kebun belakang rumah, kemudian beliau goreng lalu dibawa ke tempat Claudia. "Claudia, sini temani Papah ngopi," pinta Papah Andi. "