Ucapan Mamah mertua selalu terngiang di telinga Claudia, ia berpikir setelah menikah akan hidup dengan bahagia. Mempunyai anak dari seorang yang dia sayangi, tapi kenyataannya jauh berbeda. Ia tidak diperbolehkan untuk mempunyai keturunan dari suaminya sendiri, membuatnya sangat terpukul.
Claudia kemudian mengambil handuk, lalu membersihkan diri. Setelah itu ia mencari pakaian yang pantas untuk digunakan makan malam."Mas, tadi Mamah minta Claudia untuk dandan. Emang siapa yang datang?" tanya Claudia sambil mengoleskan lipstik ke bibirnya di depan kaca."Sahabat Mamah sayang, tidak dandan kamu terlihat cantik kok," balas Rayhan mencolek dagu istrinya."Mas, jangan ganggu dong," ucap Claudia.Rayhan lalu memeluk istrinya dari belakang, ia lalu membenamkan wajahnya dan mengecup leher istrinya yang jenjang. Claudia pun merasa geli, dan langsung membalikkan badannya."Mas, jangan ganggu dulu. Nanti kita terlambat lagi," ujar Claudia."Sayang, aku sudah tidak sabar mempunyai anak yang lucu dan mirip denganmu," ungkap Rayhan hendak meraup bibir mungil istrinya, dengan cepat Claudia menutupnya dengan tangan."Itu tidak mungkin, Mas," terang Claudia.Rayhan mengerutkan dahinya, tak disangka ternyata istrinya berbicara seperti itu. Ia kemudian melepaskan pelukannya, dengan perlahan."Maksudnya tidak mungkin mirip aku, pasti anak pertama kita mirip kamu, Mas," jelas Claudia tersenyum."Kalau begitu Mas ingin mempunyai anak lebih dari satu," ujar Rayhan mencium pipi istrinya dengan lembut. Claudia mengambilkan handuk untuk Rayhan, agar suaminya itu cepat mandi.Di ruang tamu semua anggota keluarga sudah menunggu mereka, sambil mengobrol dengan tamu Eva."Tania, kapan kamu pulang?" tanya Rayhan.Gadis berambut pirang bernama Tania itu langsung menuju ke arah Rayhan, dan hendak memeluknya. Namun, Rayhan segera menghindar karena lebih menghargai istrinya."Rayhan, kenapa kamu menolak pelukanku? Aku belain datang ke sini, karena kangen sama kamu," ungkap Tania mengerucutkan bibirnya.Rayhan hendak mengenalkan Claudia sebagai istrinya, tapi Eva dengan cepat menghalangi dan langsung mengajak Claudia ke ruang makan."Kamu, bantuin Narsih di dapur saja! Siapin makanan buat tamu kita," pinta Eva.Claudia mengikuti apa perintah mertuanya, walaupun perlakuan Eva tidak baik ia berusaha untuk menghormati. Bagaimanapun juga Eva merupakan orang tua suaminya."Sabar ya, Non. Yang datang siapa sih? Bikin ribet aja," ujar Mbak Narsih."Sahabat Mamah, Mbak. Anaknya namanya Tania," jelas Claudia."Si ulat bulu itu! Pasti nempel Tuan muda," cetus Mbak Narsih. Memang kenyataannya seperti yang dikatakan Mbak Narsih, Rayhan sampai geli kalau Tania datang. Pernah juga kabur dari rumah dengan melompat jendela kamarnya.Rayhan menyusul istrinya ke dapur, ia ikut menyiapkan makan malam untuk tamu Mamah Eva."Mas, kok tamunya ditinggal," ujar Claudia."Itu tamu Mamah, Sayang. Kamu cemburu?" tanya Rayhan menatap istrinya penuh tanya."Aku percaya sama, Mas," ungkap Claudia tersenyum.Mereka semua saat ini berkumpul di ruang makan, tanpa terkecuali. Papah Andi, Mamah Eva, Aruna, dan ketiga tamunya."Jeng, mari kita nikmati hidangan seadanya ini," ajak Mamah Eva menuangkan air putih ke dalam gelasnya."Makasih banyak lho, jeng. Sudah disambut dengan baik," ungkap Mamanya Tania."Claudia, kenalkan ini namanya Tania. Selain dia cantik, dia juga mandiri. Sekarang dia sudah memegang perusahaan sendiri di luar negeri," terang Eva menyombongkan keberhasilan Tania, Claudia hanya bisa tersenyum."Ulat bulu," sahut Mbak Narsih."Narsih, kamu bicara apa?" tanya Eva melotot ke arah Mbak Narsih."Anu Nyonya, di pohon belakang rumah banyak ulat bulu. Bikin merinding," cetus Mbak Narsih membuat Rayhan menahan tawanya.Mereka semua sampai menunda makan, karena asyik mengobrol. Rayhan juga menyela memperkenalkan Claudia sebagai istrinya, Tania lalu langsung pulang begitu saja.Eva menjadi marah kepada Rayhan, dengan alasan tidak mengundang keluarga Tania ke pernikahannya karena keluarga Tania tidak bisa dihubungi. Padahal Eva sengaja, agar Tania mengejar Rayhan lalu menceraikan Claudia menantu miskinnya.Claudia kemudian mengajak suaminya masuk ke dalam kamar, agar tidak berdebat dengan Mamanya. Karena saat ini Eva masih berdebat dengan suaminya, sedangkan Aruna lebih memihak Mamanya."Semua ini gara-gara Rayhan menikahi wanita itu, Pah. Seharusnya anak kita menikah dengan Tania, yang sudah jelas kaya," Kata Eva."Cukup, Mah! Anak kita sedang berbahagia, jangan merusak suasana," terang Papah Andi. Tidak mempermasalahkan status sosial menantunya, mau miskin atau kaya yang penting bisa membuat Rayhan bahagia. Beliau sadar kalau jodoh dan maut hanya Tuhan yang menentukan, bukan dirinya."Mah, Pah, jangan bertengkar terus dong! Semua ini salah kakak, tidak bisa memilih calon istri yang baik," sahut Aruna.Pertengkaran akhirnya berakhir, setelah Rayhan meminta agar orang tuanya beristirahat. Masalah pernikahannya sudah menjadi keputusannya sendiri, dan Rayhan mengatakan kalau sangat bahagia.Keesokan harinya Rayhan hendak pergi bekerja, ia diantarkan ke depan rumah oleh istrinya."Sayang, Mas pamit kerja dulu. Kalau ada apa-apa telpon saja," ucap Rayhan sembari mengelus pucuk kepala istrinya."Mas, hati-hati. Kalau boleh nanti siang Claudia antarkan makan siang," ujar Claudia."Tentu saja boleh, Sayang," terang Rayhan dengan lembut.Tak lupa Rayhan menjabat tangan istrinya, dan mencium keningnya. Begitu juga sebaliknya, mereka berdua pasangan yang sangat mesra.Kini Claudia berada di rumah bersama Mamah Eva, dan Mbak Narsih. Sebagai menantu yang baik, Claudia membantu membersihkan rumah dan memasak, walaupun Mbak Narsih melarang tetapi sudah menjadi kebiasaannya di rumah sendiri."Gak usah cari muka! Miskin tetap aja miskin," ketus Eva saat melihat Claudia mengepel lantai."Mah, Claudia sudah terbiasa mengerjakan pekerjaan seperti ini. Kalau niat Claudia cari muka, pasti nunggu Mas Rayhan pulang," jelas Claudia."Mulai berani kamu! Menantu tidak tau diri," Kata Eva menendang ember yang berisi air untuk mengepel lantai, airnya sampai mengotori lantai yang sudah bersih.Saat hendak berjalan Eva terpeleset, membuat pinggangnya sakit. Claudia lalu membantu Eva berdiri, tetapi Eva menolak dan memilih memanggil Narsih."Ini namanya kualat, Nyonya. Makanya jadi mertua jangan jahat-jahat," tutur Narsih membawa Eva duduk di sofa."Sembarangan kamu bicara! Pinggangku sakit nih," Ujar Eva.Claudia menawarkan diri untuk memijat pinggang Eva, lagi-lagi ditolak dengan alasan takut terkena sial dan jadi miskin."Mertua stres ya begitu, Non. Sabar dulu semua akan indah pada waktunya," kata Mbak Narsih membantu Claudia mengeringkan lantai."Hust … gak boleh bicara gitu, Mbak," ujar Claudia."Untung tadi tidak stroke, Non. Biar Tuan bisa nikah lagi, ya gak? He … he … he … " kelakar Mbak Narsih dengan tertawa.Eva sudah berteriak lagi, minta dipanggilkan tukang urut. Ia sudah tidak bisa menahan rasa sakit di pinggangnya.Claudia menuju ke arah mertuanya, daripada memanggil tukang urut belum tentu kapan datangnya ia mencoba memijat pinggang mertuanya itu. Ia memijat dengan pelan dan hati-hati, walaupun Eva memakainya Claudia melakukan dengan ikhlas."Gimana, Mah? Udah enakan belum?" tanya Claudia. Eva tidak menjawab, rupanya tertidur. Ia lalu mengambil selimut, untuk menutupi tubuh mertua galaknya.Siang hari Claudia berangkat ke kantor Rayhan, ia membawakan bekal makan siang seperti yang tadi pagi ucapkan. Dengan senyum diwajahnya, membuat wanita itu terlihat begitu cantik. Ia berjalan menyusuri trotoar, walaupun terik matahari begitu panas ia tetap berjalan tanpa pelindung apapun. Pakaian yang digunakan saat ini, dres dengan panjang selutut berlengan pendek."Pasti Mas Rayhan menyukai makan ini," ucapnya dalam hati.Saat hendak menyebrang jalan, ada motor yang melaju kencang. Claudia menjerit dan memeluk bekal makanan yang dia bawa, seharusnya ia berlari menjauh."Untung saja bisa diselamatkan," kata Claudia.Pemotor itu ternyata menghentikan motornya di pinggir jalan, ia marah dengan Claudia yang sudah membuatnya hampir celaka."Nona, kalau menyebrang jalan hati-hati! Saya hampir menabrak anda, gimana kalau saya celaka?" tanya orang itu."Maaf Tuan, saya tidak sengaja. Tadi buru-buru mau mengantarkan makanan untuk suami saya," jelas Claudia.Orang itu langsung merebut bekal yang dibawa Claudia, dan membawanya pergi naik motor. Claudia hanya bisa menangis, takut Rayhan kecewa karena Claudia tidak menepati ucapannya.Claudia berjalan masuk ke dalam kantor, dengan langkah gontai. "Sayang, kamu kenapa menangis?" tanya Rayhan sembari mengusap air mata Claudia yang menetes di kedua pipinya. "Mas, maafkan aku. Tadi makanan yang aku bawa diambil orang, saat mau menyebrang jalan," terang Claudia menundukkan kepala. Rayhan langsung memeluk istrinya, dan mengajaknya untuk makan siang di cafe terdekat. Soal makanan ia sama sekali tidak mempermasalahkan, yang terpenting adalah keselamatan istrinya. ***Di sisi lain, seorang pemuda yang sudah merebut makanan Claudia menyerahkannya kepada orang yang sudah menyuruhnya. "Nyonya, ini bekal makanan yang saya ambil," ujar pemuda itu. "Kerja yang bagus! Buang saja ke tempat sampah. Ini bayaran kamu," kata wanita itu. "Hampir saja saya mencelakai wanita itu, Nyonya. Untung saja dia bisa menghindar," jelas pemuda itu. Wanita paruh baya itu marah kepada orang suruhannya, justru kalau bisa mencelakai Claudia akan lebih baik dan dia mendapatkan bayaran yang lebih
Mendengar kata honeymoon membuat Eva menjadi kesal, ingin rencananya ia menggagalkan semua rencana Rayhan. "Papah setuju, iya kan, Mah? Nanti kita cepat dapat cucu," kata Papah Andi tersenyum. Claudia menundukkan kepalanya, ia merasa sedih. Hal yang sangat tidak mungkin untuk menolak ajakan Rayhan, tapi tekanan dari mertuanya membuatnya sakit. "Kalau kakak punya anak, pasti Aruna gak disayang lagi," tutur Aruna mengerucutkan bibirnya. "Buat teman kamu di rumah, Runa," ujar Rayhan. Papah Andi kemudian mengajak Rayhan ke ruang kerjanya, beliau hendak memberikan tiket untuk keberangkatannya nanti. "Claudia, sebelum kamu pergi beli obat penunda kehamilan dulu sana! Awas saja kalau sampai kamu hamil," pinta Eva penuh dengan ancaman. "Dengerin tuh kata Mamah! Aruna juga gak sudi, punya keponakan turunan orang miskin," sahut Aruna tidak punya sopan santun. Claudia hanya bisa meneteskan air mata, setiap ada yang membentaknya. Dia juga tidak mungkin menentang ucapan mertuanya, demi sua
"Sayang, jawab ini obat apa!" bentak Rayhan. Menunjukkan botol obat yang bertuliskan penunda kehamilan, kepada istrinya. Claudia tertunduk lesu, ia bingung harus menjawab apa. Kalau ia berkata jujur akan membuat pertengkaran, antara ibu dan anak. Rayhan baru ini membentaknya, mungkin baginya sudah sangat keterlaluan. "Sampai segitunya kamu tidak mau mempunyai keturunan dariku! Claudia, aku sangat mencintaimu! Kenapa kamu tega, melakukan semua ini!" marah Rayhan. Melemparkan botol obat itu hingga tercecer di lantai. Claudia bersimpuh di kaki suaminya, sambil memohon maaf. Rayhan dengan kasar menghempaskan tangan istrinya itu. Claudia hanya bisa menangis, ia menyesal sudah mengikuti perintah mertuanya. Rayhan lalu pergi entah kemana, dan meninggalkan Claudia di dalam villa sendiri. "Mas, seandainya kamu tau! Mamah Eva tidak merestui pernikahan kita, beliau juga tidak menginginkan cucu dariku ... " lirih Claudia. Di sebuah club malam pulau Bali, Rayhan menghabiskan waktu di tempat
Eva langsung menelpon Rayhan untuk memberitahukan kondisi istrinya saat ini, karena ia tidak mau menyentuh Claudia sedikit pun. Kalau sampai itu terjadi, berati ia terpaksa. "Bagaimana Mah, keadaan Claudia? Kenapa tidak Mamah bawa ke dokter dulu," ujar Rayhan yang baru datang. "Lihat saja sendiri! Mamah tidak tau," kata Eva dengan acuh dan tidak peduli dengan menantunya. Rayhan langsung membawa Claudia ke rumah sakit, dokter juga sudah memeriksa keadaan Claudia saat ini. Menurut dokter, Claudia hanya kecapean dan dehidrasi. Tak lama kemudian Claudia sudah sadarkan diri, dia meminta untuk pulang ke rumah orang tuanya. Namun, Rayhan tidak mengizinkan karena sudah menjadi tanggung jawabnya. Rayhan tidak sadar mengajak istrinya tinggal bersama Mamahnya, membuat Claudia penuh dengan tekanan. Setahunya Eva selalu berbuat baik, dan menyayangi menantunya seperti menyayangi anak-anaknya. "Mas, aku tidak mau menjadi beban untuk keluargamu. Izinkan aku tinggal di rumah Ibu, aku mohon, Mas,
Claudia mengurungkan pembicaranya dengan suaminya, karena terdengar suara ketukan pintu yang membuatnya untuk beranjak dan membuka pintu kamar. "Claudia, itu orang tua kamu datang. Temui sana, jangan di kamar terus. Sudah sembuh juga, masih saja malas-malasan," sinis Eva menatap sengit menantunya. "Iya, Mah. Claudia ke sana sekarang," ujar Claudia. Setelah Eva pergi, Claudia memberitahukan kepada Rayhan kalau orangtuanya datang dan mengajak menemuinya. "Ayah ... Ibu ... !" teriak Claudia langsung memeluk Ayah dan Ibunya secara bergantian. "Ayah dan Ibu, kenapa tidak bilang kalau mau datang? Rayhan kan, bisa jemput," ujar Rayhan sembari menjabat tangan kedua mertuanya. "Kita tidak mau bikin repot, Nak," sahut Ibu Claudia. Beliau mengeluarkan plastik berisi pisang goreng, dari dalam tasnya dan memberikan kepada Claudia. Pisang hasil tanamannya dari kebun belakang rumah, kemudian beliau goreng lalu dibawa ke tempat Claudia. "Claudia, sini temani Papah ngopi," pinta Papah Andi. "
Rayhan menatap tajam Aruna, membuat gadis itu beranjak mendekati Claudia yang sedang memasak. Tidak sengaja Aruna menyentuh wajan panas, hingga membuat tangannya memerah. Claudia cepat-cepat mengambilkan obat untuk Aruna. "Makanya jadi orang itu belajar, jangan malas," cibir Rayhan. "Kakak, tega sekali bicara gitu," ucap Aruna mengerucutkan bibirnya. Claudia mengoleskan salep, agar tangan Aruna tidak bengkak. Dengan pelan-pelan dan telaten ia melakukan. "Auw ... sakit!" teriak Aruna ketika Claudia sedikit menekan lukanya. Eva yang mendengar teriakan sang putri langsung menuju ke dapur, berhubung ada Rayhan ia tidak berani memarahi Claudia. Beliau meminta salep itu, dan menggantikan Claudia mengobati putrinya. "Aruna, ini mienya sudah matang," kata Claudia meletakkan mangkuk berisi mie instan di depan Aruna duduk. "Aduh ... ! Kakak ipar gimana sih, tangan Aruna sakit gak bisa makan," ujar Aruna. "Mana aku suapi," sahut Rayhan sambil membawa sendok sayur. "Kakak!" teriak Aruna.
Pulang kerja Tania langsung pergi ke rumah Rayhan, wanita itu hendak bertemu Eva. Kebetulan saat ini Eva juga belum pulang, karena sedang pergi belanja dengan Papah Andi. "Tante Eva ada gak?" tanya Tania, ketika Claudia membukakan pintu untuknya. "Belum pulang, Mbak," jawab Claudia dengan lembut. "Oh ... " sahut Tania sembari melihat ke sekeliling. Claudia mengajak Tania masuk ke dalam rumah, ia mencoba bersikap biasa saja tidak menaruh curiga yang berlebihan pada wanita itu. Ia juga membuatkan teh hangat untuk Tania. Suara ketukan pintu, membuat Claudia segera beranjak dari duduknya. "Mas, sudah pulang? Tumben cepet, biasanya pulang malam," ujar Claudia. "Tidak ada lembur, Sayang," bohong Rayhan padahal ia menghawatirkan Claudia. Rayhan mencium kening istrinya di depan Tania, dan membuat gadis itu kesal. Dengan sengaja ia menumpahkan minuman yang diberikan oleh Claudia, sehingga membuat cangkir itu pecah dan berserakan di lantai. "Aduh ... maaf aku tidak sengaja," ucap Tania
Rayhan menjelaskan ke Mamah Eva, kalau menantunya itu bukan tipe wanita pengadu. Walaupun banyak orang yang menyakitinya, Claudia akan tetap menahan dan tidak akan pernah mengungkit atau menceritakan perlakuan orang tersebut. "Buat Papah, Claudia itu menantu yang cukup baik. Mau membantu Mamah mengerjakan pekerjaan rumah, zaman sekarang mana ada menantu seperti itu," sahut Papah Andi. "Tapi, dia ... "Miskin maksud, Mamah," ujar Rayhan tersenyum. Eva merasa dipojokan oleh Suami dan Anaknya, ia tidak bisa terima semua itu. Dalam hatinya Claudia yang nanti akan menjadi sasaran, atas kemarahannya. Papah Andi berpesan agar keluarganya akur, tidak bertengkar. Kalau ada masalah beliau meminta untuk dibicarakan, agar masalah itu teratasi. Pesawat yang hendak beliau tumpangi akhirnya datang, membuatnya harus segera berpamitan lagi. ***"Kakak ipar, boleh tanya sesuatu tidak?" tanya Aruna masuk ke dalam kamar Rayhan. "Boleh, Runa. Kalau kakak bisa jawab kenapa tidak," balas Claudia terse