"Serius kamu?" tanya Muh dan Rani. Mereka sangat terkejut saat mengetahu bahwa Zein yang mengalami morning sickness."Iya, Mah. Justru kami tahu aku hamil karena tadi pagi Mas Zein muntah-muntah. Kalau enggak sih, mungkin gak akan ngeuh," jawab Intan sambil tersenyum.Ia sangat bagahia karena suaminya yang merasakan penderitaan seperti itu."Ya ampun, Zein. Kamu bucin akut, ya?" ledek Rani. Menurutnya jika Zein sampai mengalami hal seperti itu, artinya ia terlalu cinta pada Intan."Apaan sih, Mah. Itu kan gak ada hubungannya," sahut Zein, kesal."Lho, gak ada gimana? Itu kan karena kamu terlalu cinta. Jadi secara tidak sadar batin kalian ini saling melengkapi satu sama lain. Mungkin kamu terlalu mengkhawatirkan istrimu. Jadi kamu merasakan apa yang Intan rasakan," ucap Rani. Sebenarnya itu hanya analisa Rani saja."Bisa jadi ini karma karena kamu merasa bersalah pada Intan," ledek Muh."Pah!" Zein protes. Ia sebal karena Muh selalu membahas kesalahannya."Hehehe, tapi apa yang mamah k
Setelah mendapat tugas, akhirnya Intan pun pegi ke IGD untuk memulai kerjanya.Beruntung sebelumnya ia pernah bertugas di sana. Sehingga Intan tidak terlalu bingung ketika praktek di sana lagi."Pagi dokter Intan," sapa salah seorang perawat yang sudah mengenal Intan."Pagi, Sus," sahut Intan. Ia senang karena disambut dengan baik saat tiba di sana."Duh, seneng banget deh kalau dokter Intan praktek di sini," ucap suster."Suster bisa aja. Gimana pagi ini, banyak pasien gak?" tanya Intan."Lumayan, Dok. Tapi semua udah ditanganin, kok. Tinggal observasi aja. Ini laporannya," sahut suster."Oh, kamu yang kerja di sini?" tanya salah seorang dokter yang berjaga di IGD."Iya, Dok," sahut Intan sambil tersenyum."Duh, repot deh kalau gantian sama dokter magang. Nanti kalau ada apa-apa aku juga yang kena," gumam dokter itu. Ia terlihat kurang menyukai Intan."Maaf, Dok. Saya akan berusaha semaksimal mungkin agar tidak merepotkan dokter," jawab Intan."Harus itu! Tolong lebih teliti, ya! Say
"Sabar ya, Dok. Dia emang begitu," ucap suster saat dokter kepala itu pergi."Gak apa-apa kok, Sus. Aku juga udah gak kaget, hehe," jawab Intan. Kemudian ia lanjut membahas pekerjaannya lagi."Gimana, tadi ada pasien darurat lagi, gak?" tanya Intan sambil melihat laporan."Gak ada kok, Dok. Yang tadi observasi juga sebagian ada yang udah pulang. Tinggal pasien rawat inap lagi nunggu kamar ready," jawab suster."Ooh, syukurlah kalau begitu. Berarti hari ini gak terlalu penuh, hehe," sahut Intan sambil mengusap perutnya."Aku kok baru sadar ya kalau penampilan dokter Intan ini berubah," ucap suster."Oya?" tanya Intan sambil tersenyum. Saat ini ia mengenakan hijab berwarna mustard dan rok rempel dengan warna senada."Iya. Dulu dokter gak pake hijab, kan?" tanya suster itu."Hehehe, iya.""Wah, alhamdulillah ... jadi makin anggun dan cantik, Dok. Tapi maaf ya, Dok. Kayaknya sekarang dokter agak cubby. Tapi malah makin cantik, lho," ucap suster itu, hati-hati.Intan pun tersenyum. "Maklum
Semua mata menoleh ke arah Zein yang tiba-tiba meninggalkan ruangan prakteknya. Ia berlari ke poli kandungan yang lokasinya tidak terlalu jauh itu."Prof kenapa?" tanya suster yang ada di luar."Gak tau tuh, aneh banget. Tadi aku cuma info kalau dokter Intan pingsan. Secara beliau kan mantan konsulennya. Tapi Prof kayak kaget banget gitu. Terus langsung lari," jelas suster yang baru keluar dari ruangan Zein."Lha, udah kayak suaminya aja," ucap salah satu suster."Tau tuh," sahut yang lain.Namun kemudian mereka langsung saling menatap. "Jangan bilang kalau Prof emang ...?" Mereka tidak melanjutkan ucapannya. Namun mereka yakin apa yang mereka pikirkan sama."Woah, kalau sampe bener, bisa heboh banget, sih. Secara kalian tau sendiri gimana galaknya Prof ke dokter Intan dulu, kan?""Daebak. Itu sih namanya ketula. Udah diomel-omelin, malah jadi istri," timpal yang lain."Duh, aku jadi penasaran banget, nih. Pingin tau kelanjutannya.""Udah kayak baca novel aja!""Hehehe, abisnya seru."
Napas Zein terlihat menggebu. Di tangannya ada beberapa file dan tab yang ia bawa dari mejanya itu.Ceklek!Zein membuka pintu ruangan dokter tanpa permisi. Hingga semua dokter yang ada di ruangan itu menoleh dan mereka langsung berdiri saat menyadari bahwa Zein lah yang datang ke ruangan mereka."Selamat sore, Prof," ucap mereka, begitu sopan.Zein tidak menjawab. Wajahnya seperti orang hendak perang. Matanya memindai seluruh ruangan itu dan langsung tertuju ke orang yang tadi ada di video.Deg!Orang itu gugup saat Zein menatapnya dengan tatapan yang tidak dapat diartikan. Ia mengatur napas karena yakin Zein sedang emosi.Semua yang ada di ruangan itu saling melempar pandangan. Mereka bertanya-tanya apa yang membuat Zein sampai datang ke sana. Sebab, selama ini pria itu hampir tidak pernah datang ke tempat tersebut.Awalnya Zein ingin mengamuk. Bahkan menghajar dokter kepala itu. Namun ia masih berusaha menjaga wibawanya. Sehingga Zein marah dengan cara yang cukup elegant.Tap!Zein
"Sore, Dok!" sapa Intan. Ia masih menghormati dokter itu sebagai atasannya. Ia pun tidak tahu bahwa Zein sudah menemui dokter itu.Tentu saja hal itu membuat dokter kepala tersebut semakin ketar-ketir. Apalagi saat Zein melirik ke arahnya dengan tatapan sinis."Dok! Saya mau minta maaf karena sudah bersikap kurang baik pada dokter Intan. Saya tidak bermaksud seperti itu," ucap dokter itu, gugup."Lho, gak perlu minta maaf, Dok. Emang sayanya yang masih amatir. Justru saya yang harus minta maaf karena sudah membuat semuanya jadi berantakan," jawab Intan.Ucapan Intan barusan membuat dokter itu tidak enak hati."Tidak, Dok. Saya yang salah karena telah menempatkan dokter Intan di IGD. Besok saya akan atur lagi penempatannya. Dokter Intan sedang mengandung, jadi akan saya tempatkan di ruangan yang tidak terlalu sibuk," ucap dokter itu, gugup."Tidak perlu. Nanti saya sendiri yang akan memilih posisinya," ucap Zein. Setelah itu ia mengajak Intan pergi.Zein masih kesal pada orang itu. Seh
Seketika lutut dokter itu pun terasa lemas."Dokter jangan bercanda, deh! Masa iya udah nikah? Kapan nikahnya? Aku gak pernah denger, tuh," ucap dokter itu. Ia berusaha untuk tidak mempercayainya."Kapannya sih gak tau. Cuma kalau salah emang belum resepsi. Lagian semua juga udah heboh kok dari kemarin," jawab teman dokter sombong."Makanya aku juga heran kok dokter berani banget julidin istrinya Prof. Kirain udah tau," timpal yang lain."Kalain kenapa gak bilang, sih? Aku mana tau kalau dia istrinya Prof," keluh dokter sombong itu."Ya sebenernya kami bilang atau enggak, gak akan ngaruh kalau dokter gak julid. Ya, semoga aja kamu gak ngalamin kayak kepala dokter, kemarin.""Emang kenapa?" Dokter sombong itu penasaran."Kemarin kan beliau disemprot sama Prof. Kayaknya sih bakal turun jabatan. Secara istrinya udah dijahatin begitu. Sampe pingsan pula."Dokter sombong itu pun langsung pucat. Ia khawatir Intan akan mengadu pada Zein. Apalagi kemarin ia pun sempat julid pada Intan.Sement
Mereka semua langsung menoleh ke arah pintu. Kemudian melihat ada Zein melintas di sana."Waduh, gimana kalau dokter Intan ngadu?" gumam salah seorang dokter."Ya mau gimana lagi? Terima nasib, lah," timpal dokter yang lain.Akhirnya mereka semua cemas dan khawatir Zein akan memarahi mereka.Padahal Zein datang ke sana hanya untuk menjemput istrinya. Berhubung pernikahan mereka sudah tidak ada yang perlu ditutupi lagi, Zein pun tidak sungkan menjemput Intan untuk makan siang bersama."Sayang, hari ini kamu mau makan apa?" tanya Zein saat sudah berada di hadapan Intan.Semua yang ada di dalam ruangan tadi pun menguping. Sebab mereka taku