Sekitar pukul dua siang, usai pekerjaannya rampung, Daniel Dash meminta Riko untuk berbelanja ke mall. Ia hanya menunggunya di tempat parkiran mobil dengan ongkang-ongkang kaki dan memainkan game pertempuran.Daniel Dash hanya memberikan list, daftar belanja. Namun siapa sangka, ternyata list belanja itu banyak sekali. Dalam waktu satu jam Riko kembali dibantu oleh seorang karyawan market mendorong dua troli besar.“Banyak juga ya?” ucap Daniel saat melihat Riko dengan wajah masamnya. Riko kini bukan sekedar orang suruhannya, bodyguardnya, namun ia juga seolah berperan sebagai tangan kanannya.“Mas, masukin ke bagasi!” titah Riko pada karyawan itu yang diikuti anggukan.“Rik, beli es krim di Bogor saja!” ucap Daniel teringat es krim yang tak masuk ke dalam daftar belanjaan.Riko hanya mendengus kasar.“Jadi belanjaan ini mau dibawa kemana Mas?” tanya Riko setelah selesai menyusun kantong-kantong belanjaan ke dalam bagasi mobil. Pasalnya tak biasanya Daniel berurusan dengan kebutuhan p
“Rain, dirusak orang! Lihatlah!!”Salwa menunjukan boneka beruang yang dipeluknya.Daniel menghela nafas. Ia mengira Rain itu manusia. Seketika tawa pecah di bibirnya.“Ya ampun, Sally! Kau ini mirip anak kecil! Hanya karena sebuah boneka sampai menangis. Sudah jangan nangis! Mas belikan boneka yang baru. Sini boneka itu Mas buang!”Daniel merampas boneka itu dengan agak kasar. Di mata Daniel, Rain itu terlihat kumal dan robek. Padahal lebih parah dari itu. Ia tidak tahu jika kondisi boneka itu tidak lagi utuh bagian kepala dan tubuhnya, nyaris terpisah, hingga ketika ditarik kepalanya jatuh menggelinding tepat ke dalam kolam termasuk isian boneka-dacron terburai berjatuhan.Melihat sikap Daniel, Salwa menatap nyalang dirinya dengan penuh kilatan emosi. Berbeda dengan gadis itu, Daniel mengira jika boneka itu hanyalah boneka di mata Salwa. Semua boneka itu sama, bukan?Nyatanya, jauh lebih dari itu, gadis itu terlihat muntab menatap nanar kepala Rain yang tercebur kolam. Baginya, bone
Semalam Salwa mengalami demam tinggi setelah sempat mengalami hipotermia ringan. Di atas ranjang, Ia berguling ke kanan dan ke kiri karena merasa tak nyaman dengan tubuhnya. Kepalanya berdenyut sakit karena terlalu lama menangis. Ia pun memutuskan mencari obat di kotak P3K. Ia langsung menelan obat pereda demam dan pain killer. Ia tak ingin berlama-lama berada di tempat tidur. Setelah merasa baikan, ia pun memutuskan tidur dan terbangun saat menjelang subuh sekitar pukul setengah empat. Ia melaksanakan sholat malam. Setelahnya ia berdzikir dan mendaras alquran sembari menunggu adzan subuh. Tubuhnya mulai terasa pulih meskipun kepalanya masih berdenyut sakit bagai dihantam palu godam. Ia pun mengambil obat pain killer kembali untuk menghilangkan rasa sakit di kepalanya. Masih memakai mukenanya, Salwa berjalan menuju meja rias. Ia berkaca dan langsung terkesiap melihat wajahnya yang menyedihkan. Matanya sembab dan hanya tampak segaris. “Ya Allah, mataku ini kenapa?” Tangannya mengus
Daniel Dash fokus pada pekerjaannya, menandatangani dokumen penting. Namun sebelumnya ia memeriksa berkas itu dengan begitu teliti. Matanya yang tajam bergerak-gerak dengan lincah mengamati satu per satu lembaran itu. Satu kata yang mewakilinya, perfeksionis!Dalam urusan pekerjaan, Daniel Dash melakukannya dengan all out. Ia fokus pada pekerjaan yang diembannya.Di sela-sela kegiatannya menandatangani berkas penting, teleponnya berdering kembali. Rupanya si kembar meneleponnya.Semua yang dilakukan Daniel tak luput dari perhatian sang sekretaris.[Halo, apa Cantik?] Kali ini suara Daniel terdengar lembut, berbeda saat ia berbincang dengan seseorang sebelumnya.‘Cantik? Pasti pacarnya,’ batin sang sekretaris.[Uncle, aku kangen. Kapan Uncle pulang? Aku kepengen ajak Uncle bernyanyi! Studio karaoke sudah jadi dibuat Ayah. Tapi, hanya aku yang menggunakannya. Ayah dan Ibu tak pandai bernyanyi.]Di balik suara yang lucu dan imut itu Farah terlihat menggemaskan, sehingga membuat Daniel t
Yusuf cukup tersentak melihat respon Darren. Namun anak kecil itu menjawab dengan cerdas. “Maaf, Om, aku tidak bermaksud berbuat tidak sopan. Aku hanya mengajak Farah bermain. Lagian kami masih kecil Om. Kami belum baligh dan kami masih bisa bermain bersama.”Yusuf menjawab dengan penuh percaya diri.‘Pintar sekali anak ini!’ batin Darren.“Tak boleh! Kau tak boleh main dengan Farah. Kalau mau main, kau main dengan Asyraf dan Farrel! Anak lelaki bermain dengan anak lelaki!” peringat Darren Dash pada putranya Attar.Darren secara tidak langsung menunjukan ketidaksukaannya pada anak itu. Ia begitu takut jika Yusuf mendekati Farah hingga mereka tumbuh dewasa. Darren tak rela putrinya berdekatan dengan anak mantan istrinya! Ia harus menjauhkan mereka sejak dini. Mungkin, Darren terdengar berlebihan.“Ayah, jangan marah pada Yusuf! Yusuf anak yang baik, dia memberiku boneka barbie! Lihatlah!”Farah menunjukan barbie itu ke muka Darren.Darren langsung menyambar boneka itu dan memberikannya
Sore itu sekitar pukul lima sore, Daniel dan Salwa tengah berada di depan gerbang rumah kontrakan Irene. Mereka berada di sana karena berniat akan menjemput Irene dan Inez untuk pergi ke pasar malam.“Sal,” seru Daniel lembut pada Salwa. Ia tengah merangkai kata agar tidak salah dalam menyampaikan pesan-pesan kawannya yang membatalkan pergi ke pasar malam hari itu. Bukan tanpa alasan, suasana hati Salwa saat ini mirip roller coaster. Ia tengah mengalami mood swing. Daniel seperti sedang menghadapi gadis itu yang tengah mengalami masa siklus period nya.Salwa hanya menatap jendela, melihat pemandangan gedung-gedung dan pertokoan yang berada di pinggir jalan dan tak banyak bicara. Biasanya gadis itu banyak bicara, apa saja ia ceritakan. Ketika Daniel memanggilnya, gadis berjilbab biru tua itu langsung memutar lehernya dan menelengkan pandangannya pada Daniel.“Ap-pa?” “Sally,” ucap Daniel terjeda, ia pasti mengira jika Salwa akan membatalkan kepergian mereka ke pasar malam karena yan
Malam itu telah terjadi kesalahpahaman. Ustaz Baihaqi berkunjung ke pasar malam karena mendapat laporan dari rois santri bahwasanya ada santri baru-anak aliyah yang belum pulang ke pondok, beralasan mengerjakan tugas namun ternyata main ke pasar malam. Oleh karena itu ia mulai berpatroli dan mendisiplinkan anak santri Babussalam yang mulai melakukan pelanggaran. Beberapa anak santri dititipkan di pondok karena ke dua orang tua mereka tidak sanggup dalam mendidik mereka yang susah diatur, akibat terbawa pengaruh arus lingkungan dan pertemanan yang buruk. Sehingga tak ayal, jika ada tabiat buruk para santri yang masih dibawa ke pondok. Ustaz Baihaqi digadang-gadang kelak yang akan menjadi penerus pemimpin pondok sebab ia memiliki dedikasi yang tinggi dan komitmen yang kuat untuk memperbaiki akhlak para santri. Malam itu ia menciduk beberapa santri-pelajar aliyah yang diam-diam main keluar pondok saat malam hari. Sebelumnya, ia menghukum Salwa Salsabila dan Neng Mas karena kedapatan be
Salwa bernafas lega. Rupanya Farah melakukan video call bukan ibunya. Gadis bermanik mata hazel itu menggunakan ponsel ibunya. Jika Mariyam Nuha yang melakukan video call bisa merepotkan. Salwa akan diinterogasi.Farah banyak bertanya apa yang dilakukan oleh om dan tantenya saat keluar. Salwa menjawab mereka hanya berjalan-jalan dan membeli jajanan. Memang betul hanya itu yang mereka lakukan. Mereka pergi sebentar ke pasar malam karena kehadiran Ustaz Baihaqi.Salwa menutup sambungan video call dari Farah. Ia merasa tenang. Meskipun mereka jalan berdua di tempat umum, Salwa merasa bersalah sebab posisi mereka kini sudah berubah status dari adik ipar menjadi calon istri. “Aku kira Teh Nuha,” gumam Salwa menaruh ponselnya ke dalam tas selempangnya.“Sally, takut ya sama Teh Nuha?” tanya Daniel penasaran.“Enggak, Mister. Aku cuma gak mau aja Teh Nuha cepuin ke Ummi. Males!! Diomelin,” sahutnya dengan mencebikkan bibirnya.Ia kembali mengambil plastik berisi arum manis. Ia mencubitnya d