Malam itu menjadi saksi ke dua insan yang tengah mengungkapkan perasaan masing-masing. Baik Aruni maupun Naufal saling mendengarkan kisah masing-masing. Mereka larut dalam kisah cinta mereka yang belum usai.Aruni cukup syok mendengar cerita Naufal. Bagaimana ia berusaha memperjuangkan cintanya. Bahkan ketika Hilal mengatakan padanya jika Aruni sudah pindah, ia terus mencarinya. Hanya saja, sang pencipta tengah membuat alur takdir. Mereka harus terpisah lalu kembali bersatu dengan caraNya.Aruni percaya semua kata-kata Naufal. Ia tidak berdusta. Ia berkata sejujur-jujurnya. Ia pun masih ingat ketika akan melahirkan Mariyam Nuha, kondisi finansial suaminya yang seorang ustaz buruk. Seorang ustaz kampung tidak memiliki pendapatan yang tetap. Mereka hidup susah.Namun tiba-tiba saja Hilal membawa sejumlah uang dalam nominal cukup besar malam itu. Aruni tidak mempertanyakan soal berasal dari mana uang itu ia mengira jika Hilal meminjam uang. Ia hanya bersyukur uang itu cukup untuk biaya b
Aruni bangun kesiangan tak seperti biasa. Karena semalam ia menghabiskan waktu berbincang cukup lama dengan Naufal maka ia baru bisa benar-benar tidur saat larut malam. Bahkan ia sampai tidak menyadari kepulangan putrinya.Wanita paruh baya yang masih terlihat awet muda itu tersentak saat bangun karena ia mendapati dirinya berada dalam dekapan seorang pria. Ia melenguh pelan saat menoleh untuk melihat siapa yang tidur bersamanya. Seketika senyum terbit di wajahnya.“Mas Naufal,” gumam Aruni menatap wajah tampan pria yang tengah tidur pulas.Tatapannya beralih pada jam di atas nakas. Matanya membola saat menyadari jika jam digital itu sudah menunjukan angka 05.30.“Mas, bangun! Sholat subuh!” Aruni memanggil Naufal dengan perlahan. “Mas, bangun!”Aruni menarik hidung suaminya pelan. Naufal susah dibangunkan.Seketika Naufal tersenyum dan memeluknya dengan satu tangan.“Kau tak pernah berubah. Kau jahil!” imbuhnya dengan mempererat pelukannya. “Argh, seperti mimpi. Apa aku sedang bermi
“Mas Daniel! Mas Daniel! Tunggu!” Salwa mengejar Daniel yang terlihat cemburu. Betapa tidak cemburu, Salwa tengah mengobrol berdua dengan seorang pemuda sepantarannya. Lalu ia merasa percakapannya dengan pria itu biasa saja. “Teteh, lagian berduaan sama lelaki! Teteh itu kenapa sih? Suka bikin masalah terus! Wajar Mas Daniel marah. Teteh jelas salah!” Rasyid menasehati kakaknya sok bijak. Sebagai seorang adik, ia ikut merasa bersalah. Tunangannya jauh-jauh datang untuk menjemputnya dan menemukan jika kekasihnya sedang berbincang berdua di air terjun yang sepi. Sebetulnya tidak benar-benar sepi. Awalnya ada beberapa orang yang menghabiskan waktu di air terjun itu. Namun satu per satu pulang. Naasnya, Daniel mendapati Salwa saat berduaan dengan pria itu sehingga menimbulkan spekulasi negatif. “Hei, Prof! Dia itu teman Teteh waktu SD. Orangnya lucu jadi gimana Teteh gak ketawa dengar ceritanya. Orang lagi sedih, dia ngelawak,” Salwa berkelit. Ia merasa tidak bersalah. “Padahal kehi
Kania tersenyum melihat kepulangan sang ayah yang terlihat sumringah setelah pulang dari rumah istri barunya. Namun, mengapa istrinya tidak terlihat? Kemanakah Ummi Aruni?Kania yang sudah berada di dalam mobil hendak ke kampus sebab hari itu suaminya sedang ke Pondok, langsung turun dan menyambut kepulangan sang ayah.“Papa, di mana Ummi?” tanyanya bernada khawatir. Ia memeluk dan mencium pipi ayahnya seperti biasa.Naufal bisa membaca gurat kecemasan pada wajah putrinya. Mungkin sedekat itukah Aruni baginya hingga ia bisa begitu tegar melanjutkan hidupnya.“Sayang, maaf,” imbuh Naufal menggantung.“Jangan bilang Papa ceraikan Ummi?” seru Kania dengan wajah yang mendung.“Dengar, dulu!”“Papa tega ya …”“Siapa yang menceraikan Ummi? Ada-ada aja! Papa juga paham agama sedikit-sedikit. Makanya dengarkan Papa,”“Baiklah, kenapa Ummi tidak ikut? Papa ke rumah Ummi gak? Papa habis dari mana kalau begitu?”Mendengar serbuan pertanyaan Kania mengingatkannya pada sosok Sahila yang cerewet d
“Mang, kopernya bawa ke kamar atas!”Naufal memerintahkan supir yang baru saja menjemput Aruni dan Rasyid.Sore itu Aruni baru saja tiba di kediaman Naufal yang mewah. Rumah besar itu kini akan terisi oleh anggota keluarga yang baru. Kamar-kamar berukuran luas dengan furniture yang lengkap dan mahal itu kini terisi. Naufal menyiapkan kamar dua lagi untuk Rasyid dan Salwa. Nuha sudah memiliki kamar sendiri. Ia menempati paviliun mewah dekat taman dan kolam renang. Di sana juga ada taman bermain untuk si kembar tiga.Aruni hanya mengekori langkah Naufal, berjalan di belakangnya sembari mendengarkan Naufal yang menjelaskan ruangan-ruangan yang berada di sana-di mana ruangan tersebut sudah direnovasi. Ada perubahan besar-besaran di sana demi menyambutnya.Bahkan Naufal memperluas ruang kebugaran agar ia dan Aruni bisa berolahraga bersama.“Sayang, kau tidak boleh berjalan di belakang Mas! Kau harus berjalan di samping Mas karena kau istri Mas,” bisik Naufal ke telinga Aruni hingga membua
“Apa Ummi?”Nuha terkejut saat mendengar penuturan ibunya soal rencana pernikahan adiknya. Pantas saja ada acara makan malam. Mertuanya juga turut diundang.Nuha baru saja bergabung di rumah Naufal serta merta membawa ke tiga anaknya dan pengasuh mereka. Masing-masing anaknya mendapat pengasuh satu. Karena ke tiga anak Nuha-Darren hiperaktif dan senang mencoba hal yang baru dan cukup membahayakan.“Ummi sudah memikirkan dengan matang. Ummi juga sudah berdiskusi dengan Papamu. Papamu setuju. Lebih baik pernikahan dipercepat. Namun untuk resepsi bisa ditunda setelah semua kondusif.Kania juga belum melakukan resepsi. Kita masih berada dalam suasana duka. Namun Ummi jauh lebih khawatir pada adikmu. Kau tau sendiri, anak itu pembangkang. Ummi takut dia terjerumus pada hal-hal yang menyebabkannya celaka dan … naudzubillah,”Aruni berusaha memberi pengertian Nuha. Hubungan Salwa dan Daniel juga cukup dekat sehingga sebagai seorang ibu sudah seharusnya ia bisa menentukan sikap. Ketika ada jo
Alih-alih menjawab pertanyaan Daniel, menahan air matanya yang nyaris jatuh, Salwa menatap sang ibu terlebih dahulu lalu menatap kekasihnya penuh haru.“Baby, cepat jawab! Mas pegal.”Daniel berkata hingga membuat semua orang di sana tertawa.Salwa mengangguk mantap. “Iya, aku bersedia menikah dengan Mas Daniel!”“Alhamdulillah,” imbuh Daniel dengan senyum sangat indah. Ke dua lututnya terasa lemas. Betapa bahagia hatinya karena kini doanya terkabul. Ia bisa menikahi Salwa dalam waktu dekat. Yang lain ikut berseru ‘yes’ dan bertepuk tangan karena merasa bahagia.Salwa meraih buket bunga yang diberikan oleh Daniel padanya, memeluk bunga itu dengan penuh kehangatan. Ia kurang menyukai bunga namun karena bunga itu dianggap lambang propose Daniel padanya, ia menerimanya.Tak lama Daniel berdiri dan duduk kembali ke tempatnya sedangkan Salwa menghampiri ibunya dan duduk di pangkuannya sembari memeluknya seperti anak kecil. Ia menangis di balik kepala ibunya. Naufal tersenyum melihat sikap
Menggelar sajadah di sepertiga malam, Daniel menunaikan sholat qiyamul lail dan sholat taubat di kamarnya. Di akhir sholat, ia menengadahkan ke dua tangannya pada sang maha kuasa, melangitkan doa dengan suara yang lirih dan air mata yang berderai.“Allah, terima kasih … Allahu Akbar, Allahu Akbar Allahu Akbar. Alhamdulillah.Ya Muqollibal qulub, wahai dzat yang Maha membolak-balikan hati, terima kasih atas segalanya.Wahai Engkau sang penguasa takdir, hamba datang padamu, meminta ampunan dariMu. Hamba yang berlumur dosa ingin bertobat dari segala keburukan yang telah pernah hamba perbuat pada masa kelam hamba …Ya Rabb, hamba sebentar lagi akan menjadi seorang suami. Tolong bimbing hamba menjalankan peran hamba sebagai khalifah dalam rumah tangga. Bantu hamba yang lemah untuk menjadi sosok suami yang bijak dan bisa mengayomi istri dan anak-anak …”Daniel mengatakan itu dengan isak tangis. Ia sangat bersyukur karena ia merasa mendapatkan kesempatan ke dua dari sang pemberi cinta untuk