Sepanjang perjalanan menuju pulang, Yusuf memilih diam tak bersuara. Ia sungguh merasa sangat bersalah kepada ke dua orang tuanya. Ia telah melakukan kesalahan fatal yang menyebabkan sang ayah yang begitu dihormatinya harus menyempatkan waktu sibuknya ke sekolah karena kasus yang diperbuatnya.Attar pun tak berniat membahas perilaku putranya yang impulsif saat ini. Ia membiarkan putranya menyesali perbuatannya dengan cara mendiamkannya.Hingga tak terasa mobil Hummer berwarna hitam mengkilap itu berhenti tepat di depan sebuah rumah mewah.Attar lebih dulu turun dari mobil kemudian Yusuf mengekori langkahnya. Ia berjalan di belakang sang ayah dengan mencangklongkan tas ranselnya ke balik punggungnya.Maesarah menyambut kepulangan suami dan putra sulungnya dengan senyum yang mengembang seperti biasa. Ia menyalami suami lalu menerima uluran tangan putranya yang menyalaminya.“Mas, mau mandi atau makan dulu?” tawar Maesarah mengambil jaket yang dilepas Attar. Attar duduk di atas sofa ruan
“Grandma!!”Dari kejauhan seorang gadis periang berlari menuju neneknya yang sedang berdiri dengan wajah tegang.“Farah, di mana yang lain? Grandma sudah menunggu kalian dari tadi. Seketika raut wajah Kinanti berubah ceria tatkala mendapat pelukan cucunya. Ia mencium cucunya dengan gemas. “Farah kok jadi kurus sih,”“Mbak Farah baru sembuh, Grandma. Sekarang pemulihan tapi Mbak Farah makannya jelek.”Asyraf menyusul menghampiri Kinan. Lalu di belakang mereka muncul dua anak lelaki tampan lainnya. Farrel dan Daffa menghambur memeluk nenek mereka.“Kata Ayah, ada Sally and Uncle Daniel?” tanya Farrel tak sabar ingin bertemu dengan om dan tantenya.“Ada, Sayang! Masuklah! Bangunin juga Grandpa sekalian. Grandpa pasti langsung sehat melihat kalian datang.”Kinanti mengusap satu per satu kepala cucunya bergantian.“Di mana Dipta, Grandma?” tanya Farah menatap sebuah bola yang menggelinding tepat ke arah kakinya. Sebuah bola sepak yang sudah kotor dengan lumpur.Seorang bocah lelaki tertawa
Cahaya keemasan menjilat-jilat kayu bakar hingga berubah menjadi arang. Aroma malam dan abu yang hangus menguap dan menyatu di sebuah pekarangan yang luas dengan hamparan rumput gajah yang membentang bak permadani.Sebuah keluarga harmoni tampak sedang berkumpul mengelilingi api unggun yang menyala benderang di tengahnya. Mereka duduk berpasang-pasangan.Nuha, wanita berhati lembut itu tengah menekurkan kepalanya pada pundak suaminya. Setelah beberapa jam yang lalu, sedikit perseteruan di antara mereka, mereka kembali berdamai. Nuha bersedia mengikuti suaminya menyusul anak-anak mereka menginap di mansion Jonathan. Kini mereka tampak seperti pasangan normal yang akur.Tangan Darren menggenggam tangan istrinya erat. Seolah tak mengijinkannya beranjak sedikitpun dari sisinya. Perasaan bersalah masih menyusup di dalam hatinya. Ia merasa seperti orang yang bodoh karena cemburu pada masa lalu istrinya. Padahal ia sendiri yang telah merebutnya dari mantan kekasihnya seandainya ia ingat akan
“Ayah, kenapa membenci Yusuf? Yusuf tidak berbuat salah padaku.”Sedari tadi Farah merasa gatal untuk bertanya pada ayahnya ketika melihat sikap ayahnya yang terlihat tidak senang saat melihat Yusuf berjalan bersamanya.Tangan Darren semakin mencengkram stir mobil yang dikemudikannya tatkala ia mendengar keluhan putrinya. Ia mengatur nafasnya pelan.“Mbak Farah, kata siapa Ayah benci sama anak itu? Mbak Farah jangan ngarang dan suudzon sama Ayah,” tukas Darren dengan tenang. Setelah ia berpikir ulang ia harus bisa menahan diri agar tidak memperlihatkan amarah itu di depan Farah. Farah anak yang kritis, mungkin ia akan mencari tahu mengapa dirinya sampai membenci Attar dan putra sulungnya. Jika anak-anaknya sampai mengetahuinya maka tindakan cerobohnya akan membuka luka lama.Di bangku ke dua, Asyraf dan Farrel saling lirik namun mereka tidak berkomentar. Mereka tidak terlalu ambil pusing.“Mbak Farah kalau bisa tidak terlalu dekat dengan anak lelaki, Baby!” imbuh Darren hati-hati.Mend
“Tante siapa?”Nuha menoleh pada putranya setelah mendengar celotehannya.Glek,Darren Dash menelan es krim yang kini tak terasa manis. Es krim rasa coklat yang berpadu dengan stroberi itu menjadi kecut, asam, pahit, hambar dan segala hal yang tak menyenangkan.Semoga Farrel tidak mengadu yang tidak-tidak. Toh, ia juga tak terlalu merespon mantannya. Hanya, sebuah kebetulan mereka bisa berpapasan di kedai es krim setelah sekian lama.Nuha mengambil sejumput tisu lalu mengusap bibirnya yang basàh terkena lumeran coklat berasal dari es krim. Ditaruhnya cup berisi es krim yang belum selesai dimakannya di atas meja. Tatapannya tertuju pada wajah Farrel. Tatapan elang yang seakan mencari tahu. Di antara ke empat anaknya, Farrel dan Daffa paling banyak bicara.Di sisi lain, Farah dan Asyraf saling lirik penuh arti. Mereka mempertanyakan reaksi ayah dan ibunya yang tampak terkejut setelah mendengar nama Tania.Siapakah Tante cantik itu? Jika hanya teman kuliah atau teman sekolah mungkin rea
Farah keluar dari kamar kakaknya dengan wajah yang kecut. Ia merasa kecewa setelah mendengar kabar dari kakaknya yang mengatakan bahwa Yusuf akan pindah sekolah saat SMA. Mengapa Yusuf hanya mengabari Asyraf saja?Farah kembali ke kamarnya lalu terkejut saat melihat di dalam kamar dengan suasana serba merah muda itu ada sosok seorang wanita dalam balutan piyama panjang. Rambutnya yang hitam legam terurai pada bantal. Ia adalah sang ibu yang tengah tidur di atas ranjangnya.Tumben, ibunya tidur di kamarnya.“Ibu? Tumben, Ibu tidur di kamar Princess.”Farah sedikit terkejut melihat ibunya berada di kamarnya. “Ibu pengen tidur di sini kali-kali. Kau sudah besar sekarang. Bahkan untuk memelukmu sekarang susah.”Nuha menjawab diplomatis. Lalu memejamkan matanya yang padahal sebelumnya belum mengantuk.Sebelah alis Farah terangkat. Ia bukan anak kecil lagi yang bisa dikelabui. Ia tahu jika Ibunya sedang marah pada ayahnya maka akan memilih tidur di kamar salah satu anaknya. Namun Farah tid
Di sebuah ruang kelas yang sepi tampak seorang siswa tampan tengah duduk dengan ke dua tangan bertumpu pada meja. Sesekali ia menatap meja yang berada di depannya. Pemuda itu menghela nafas berat tatkala melihat bangku itu sudah kosong karena penghuninya sudah pergi.Seorang gadis lain mendekati pemuda itu lalu menyapanya. “Yusuf, kenapa dengan Farah? Dia kelihatan marah padamu. Kalian punya masalah? Tumben banget,” imbuh Elia menatap Yusuf yang terlihat duduk termangu di bangkunya. Semua siswa sudah pulang sekolah karena pelajaran sekolah sudah usai. Namun di ruang kelas hanya ada Yusuf yang diam dan belum beranjak dari sana.Elia masuk ke dalam kelas karena ada barangnya yang ketinggalan.Yusuf terusik tatkala mendengar perkataan Elia. Lalu menjawab, “Um, enggak ada,” jawab Yusuf menormalkan perasaannya.“Bohong! Kalian sedang punya masalah ya? Makanya kalian gak biasanya tak saling sapa.”Elia duduk di bangku depan Yusuf dan merasa cemas melihat pemuda tampan dan baik hati itu ter
Bugh! Seorang gadis dalam balutan khimar hitam terjatuh, sehingga menyebabkan bunyi debam sesaat setelah salah satu kakinya tergelincir di area paving block yang bolong. "Arrgh...." Dia meringis kesakitan sebab merasakan jika area pergelangan kakinya seperti terkilir. Dia berusaha tetap bangkit dan mengabaikan rasa sakit tersebut. Sesekali, Mariyam Nuha menoleh ke belakang memastikan tiga lelaki yang mengejarnya itu sudah tak terlihat batang hidungnya. Nuha kini hanya mampu melihat matahari yang bergantung rendah di balik pagar semak-semak berwarna kuning. Tak peduli malam sudah mengambil alih senja, gadis itu terus saja berlari seperti orang tidak waras. Dia berlari begitu cepat, hingga beberapa kali menabrak apa saja yang dilewatinya. Mendadak tubuhnya mengeras seperti beton, sama sekali tak merasa sakit. Yang terpenting, dirinya bisa melarikan diri dari tempat itu dan menyelamatkan diri. Dengan cekatan, Nuha kembali mengangkat gamis berwarna hitam miliknya tinggi-tin