Alissa dengan sekuat tenaga menahan rasa sakit pada jarinya yang dengan sengaja di tusuk-tusuk jarum oleh Erick. Alissa tidak menyangka Erick begitu kejam memperlakukan dirinya bahkan saat ia tak berdaya.
Tenggorokannya tercekat, tubuhnya menegang, matanya semakin terpejam. Berusaha untuk tetap diam dan menerima semua perlakuan Erick padanya karena hanya dengan cara itu ia akan tetap aman."Bangunlah! Apa kau pikir aku tidak tahu bahwa kau sedang mengelabuhi kami, hah?!" ucap Erick sembari masih menusuki jari tangan Alissa.Namun, Alissa tetap bergeming. Tidak ada sama sekali pergerakan dari Alissa hingga akhirnya Erick pun menghentikan kegiatannya."Sepertinya kau masih beruntung. Bersyukurlah karena aku masih membiarkan kau hidup selama ini," ucap Erick lagi seraya mengusap pipi Alissa.Alissa yang masih pura-pura memejamkan matanya, hanya bisa berharap Erick segera pergi dari kamarnya. Berada dalam satu ruangan dengan Erick seakan membuatnya sesak."Ma-maaf, Tuan! Sepertinya Nyonya sudah dalam pengaruh ob ...."Seketika ucapan Riana terhenti kala Erick mengangkat tangannya. Riana langsung diam dan menundukkan kepalanya, tidak berani lagi berbicara pada Erick.Erick beringsut lalu beranjak dari ranjang dan berjalan menghampiri Riana. Tanpa disangka, mendadak Erick mencengkram lengan Riana hingga membuat Riana kesakitan."Awh ... Tua-tuan!""Camkan ini! Sekarang kau beruntung karena Alissa sudah dalam pengaruh obat. Tapi jika kau sampai ceroboh lagi, kau akan terima akibatnya. Aku bahkan bisa membunuhmu sekarang juga," bisik Erick tepat di telinga Riana.Tubuh Riana pun bergetar ketakutan. "Ba-baik, Tuan!"Erick pun melepaskan cengkeramannya tangannya. "Bagus! Sekarang persiapkan dirimu! Temani aku ke acara pesta malam ini." Tanpa menunggu jawaban dari Riana, Erick melenggang pergi begitu saja dari kamar Alissa.Sementara Riana, seperti biasanya jika Erick mengajaknya maka ia akan memakai riasan milik Alissa untuk tampil cantik di depan Erick. Tidak menunggu begitu lama, Riana pun akhirnya selesai merias diri setelahnya pergi menyusul Erick.Setelah keduanya sudah pergi dan dirasa aman, Alissa membuka matanya. Tanpa sengaja ia mencium aroma parfum miliknya yang dipakai oleh Riana tadi. Ia pun teringat di masa ia belum mengetahui semua ini. Ia sangat bahagia, apa lagi saat Erick memujinya cantik dan memberi hadiah parfum itu.Alissa pun tersenyum, namun sejenak kemudian senyum itu hilang tergantikan ] murka."Erick, aku berjanji akan membalas semua ini. Akan kubuat dirimu hancur!" ucap Alissa.Alissa melihat dan mengusap jari tangannya yang tadi ditusuk jarum oleh Erick. Ia beringsut lalu turun dari ranjang untuk mencari obat oles pereda nyeri di dalam nakas dan mengoleskannya pada jarinya.Tak berselang lama, Alissa terkejut saat mendengar suara langkah menuju kamarnya. Ia segera menaruh kembali obat oles itu lalu kembali pura-pura tidur lagi. Benar dugaannya, Alissa mendengar suara pintu dibuka dan langkah seseorang masuk ke dalam.Ternyata Erick lah yang ] ke dalam Alissa untuk memastikan Alissa lagi dan mematikan lampu kamarnya. Setelahnya Erick pun kembali ke luar kamar.Alissa membuka matanya lagi. tapi kali ini ia tak ingin membuang waktu. Ia akan menyelidiki semua yang berbuhubungan dengan suaminya.Semua sudut seisi kamar gelap gulita, tak ada sedikitpun cahaya masuk. Alissa turun dari ranjang dan meraba bawah kasurnya untuk mencari ponsel yang ia sembunyikan. Setelah mendapatkan ponselnya, segera Alissa menyalakan center pada ponselnya untuk penerangan. Bisa saja Alissa menyalakan lampu kamarnya, tapi ia tidak mau membuat Erick curiga jika melihatnya.Hanya dengan mengandalkan penerangan dari ponsel, Alissa berjalan menuju balkon untuk memastikan bahwa Erick sudah pergi atau belum. Namun, saat ia membuka pintu balkon, ia terkejut saat tiba-tiba ada seseorang yang berdiri di depannya. Seketika ia terjengkang, ponsel pun terlepas dari genggaman. Beruntung orang di depannya berhasil menangkap tubuhnya, hingga ia tidak terjatuh.Sorot cahaya dari ponsel menerangi keduanya. Alissa yang tersadar siapa orang yang sedang memeluknya, segera melepaskan dirinya."Kamu? Kenapa tiba-tiba kamu di sini? Bukankah sudah kukatakan kalau datang jangan seperti maling?" ketus Alissa."Haha ... kenapa Kakak jadi gugup begitu? Terserah aku dong, mau kesini lewat mana?""Dasar, seperti maling saja!" sahut Alissa."Memang! Aku kesini mau maling hati Kakak," ucap Reyvan menggoda Alissa. Entah kenapa, sejak pertemuannya dengan Alissa Reyvan sangat suka saat menggoda Alissa. Bagi Reyvan, Alissa sangat lucu saat marah-marah seperti itu."Jangan mimpi kamu?" Alissa berjalan masuk kembali ke kamarnya diikuti oleh Reyvan."Bukan mimpi. Jangan lupa? Kakak kan calon istriku.""Itu jika kamu berhasil membantuku balas dendam.""Aku pasti berhasil," ucap Reyvan yakin. "Oh ya, apa rencana kita selanjutnya?" lanjutnya."Aku yang minta tolong sama kamu, kenapa kamu tanya aku? Kalau aku tahu aku nggak akan minta tolong," ucap Alissa seraya duduk di tepi ranjang. "Oh ya, kenapa sih kamu mengajukan persyaratan seperti itu untuk menolongku? Apa tidak ada permintaan yang lain saja?" tanya Alissa.Reyvan yang sedang berjalan menuju sofa, mendadak menghentikan langkahnya. "Apa Kakak benar-benar ingin tahu?"Alissa pun menganggukkan kepalanya. "Iya, bagaimana mungkin kamu mau menikahi wanita dewasa dan masih bersuami seperti aku jika bukan karena sesuatu."Reyvan menghembuskan nafasnya kasar. "Oke, aku menikahi Kakak memang kerena suatu alasan. Jadi, Kakak tenang saja. Jika masalahku selesai kita bisa berpisah.""Sudah kuduga. Baiklah, untuk apa kamu kesini lagi? Bukannya kamu masih mau menyelidiki suamiku Erick?""Aku hanya mau contoh obat yang diberikan pada Kakak selama ini. Apa ada?""Obat itu suamiku yang sembunyikan, aku tidak tahu di mana ia menaruh obat itu.""Suami Kakak sedang pergi kan? Ayo kita cari obat itu sekarang."Alissa pun menganggukkan kepalanya lalu berjalan menuju keluar. "Ayo kita cari di ruang kerja Erick!" ajak Alissa setelah yakin Erick sudah benar-benar pergi.Tidak banyak bicara lagi, Reyvan segera menyusul kemana Alissa melangkah..Sementara itu, Erick yang baru saja mengemudikan mobilnya keluar dari gerbang rumah, begitu terkejut saat tanpa sengaja melihat sorot cahaya dari kamar Alissa. seketika ia pun menghentikan mobilnya, lalu melihat ke atas tepat di kamar Alissa. Ia ingin memastikan dengan apa yang ia lihat."Tuan, kenapa berhenti?" tanya Riana yang bingung kenapa Erick menghentikan mobilnya."Sst ... diam!" bentak Erick.Begitu lama ia melihat, cahaya itu sudah tidak ada lagi. Akhirnya ia pun memutuskan untuk menjalankan mobilnya lagi. Namun, saat mobilnya hendak melaju, Erick melihat lagi cahaya itu. Seketika wajahnya memerah, rahangnya mengeras, ia merasa dirinya kecolongan. Erick pun langsung memutar balik mobilnya kembali ke rumahnya.Begitu sampai, Erick langsung keluar dari mobil dan berjalan menuju ke dalam rumah. Dengan langkah tergesa menuju kamar Alissa. Erick sangat yakin bahwa Alissa telah membohonginya. Ia harus berhasil menangkap basah Alissa.***Alissa dan Reyvan keluar dari kamar berjalan menuju ruang kerja Erick yang kebetulan tidak jauh dari kamar Alissa di deretan paling ujung. Kini keduanya pun sampai di ruang kerja Erick. "Baiklah, Kakak sekarang cari di mana obat itu sementara aku akan mencari sesuatu yang mungkin bisa dijadikan bukti," pinta Reyvan.Alissa mengangguk, kemudian keduanya menggeledah semua barang yang ada di sana. Namun, belum sempat keduanya mendapatkan apa yang mereka cari, mereka mendengar suara mobil yang datang. "Kenapa ada suara mobil? Jangan-jangan suamimu kembali," ucap Reyvan."Kamu benar, bagaimana ini?" tanya Alissa khawatir. "Kita harus kembali ke kamarmu sekarang." Tanpa sadar Reyvan menarik tangan Alissa lalu menggandeng Alissa pergi menuju ke kamar Alissa kembali. Dengan langkah cepat, Reyvan menarik Alissa tanpa melihat kondisi Alissa di belakangnya. Hingga ketika sampai di kamar Alissa, Reyvan begitu terkejut saat menoleh ke belakang dan melihat Alissa yang tampak tidak baik-baik saja
"Dari mana saja kamu, Reyvan?" Reyvan membelalakkan matanya saat melihat sosok wanita yang sangat berarti dalam hidupnya berada di sana. "Hehe ... Mama. Kapan Mama datang?""Itu nggak penting. Bukannya hari ini tidak ada pertemuan dengan klien, kenapa bisa pulang selarut ini?" Risa melipat kedua tangan di perutnya seraya mengerutkan keningnya, heran dengan apa yang dilakukan oleh putranya."Aku? Ya pergi main, lah, Ma! Memang mau dari mana lagi?" Reyvan mendekati mamanya lalu memeluk mamanya dari belakang. "Mama tumben kemari, mama sendiri apa sama kak Rena?""Main sama siapa? Mama tahu kamu bohong. Nggak usah mengalihkan pembicaraan, cepat katakan!" Vira pun melepaskan pelukan Reyvan lalu memutar tubuhnya menghadap Reyvan. "Teman lama, Ma. Mama nggak percaya, sama Reyvan?" "Percaya Rey ... Mama penasaran saja karena tidak biasanya kamu seperti ini."Sudahlah, mending Mama istirahat saja. Kita bicarakan ini lagi besok. Ayo! Rey antar mama ke kamar?" Reyvan pun menggiring mamanya nai
Mendengar pertanyaan Alissa, seketika membuat Erick gugup dan memalingkan wajahnya. Wajah Erick tampak memerah, seperti menahan amarah, juga tangannya terkepal kuat. Namun, sejenak kemudian Erick mencoba mengendalikan dirinya dan bersikap seperti tidak tahu apa-apa. Erick menoleh lagi ke arah Alissa dengan senyum merekah di bibirnya. "Aku tidak tahu, Sayang. Tidak mungkin ada yang berani menyakitimu," ujar Erick.Tanpa Erick sadari, semua gerak gerik Erick sebelumnya tak luput dari perhatian Alissa. Alissa dapat melihat jelas dengan perubahan yang terjadi pada Erick. "Tapi Mas ... kalau memang tidak ada, kenapa aku bisa terluka?" desak Alissa.Desakan Alissa membuat Erick semakin geram. Erick menjadi berpikir, kenapa Alissa semakin lama semakin terlihat sehat. Erick yang tak ingin terlalu memikirkannya pun mencoba untuk melimpahkan kesalahannya pada Riana. "Coba nanti aku tanyakan pada Riana, Sayang. Jika sampai dia terlibat, aku pasti akan memberinya pelajaran."Lagi-lagi Alissa te
Setelah mendengar semua percakapan Erick dan Riana, Alissa segera pergi meninggalkan ruang kerja Erick menuju meja makan. Tubuhnya sedang berjalan, namun pikirannya seakan di tempat. Ia terus terpikirkan oleh ucapan Erick yang ingin memastikan perihal obat yang harusnya ia minum. Alissa tidak menyangka, ternyata sikapnya telah membuat Erick curiga. Akhirnya Alissa pun tiba di meja makan. Ia duduk di salah satu kursi meja makan seraya menunggu Erick dan Riana. Tak sampai lama ia menunggu, Erick tampak datang seorang diri. "Kamu dari mana saja, Mas? Aku cari-cari, kok tidak ada?" bohong Alissa."Aku tadi dari ruang kerja, Sayang. Aku harus periksa berkas proposal yang akan aku ajukan pada klien lebih dulu." "Ooh ...." Alissa hanya menganggukkan kepalanya mengerti. "Ya sudah, ayo kita makan, Mas!" Erick bergegas mengambil centong makan dan menyiapkan makanan untuk Alissa, namun tiba-tiba tangan Alissa terangkat mencegah Erick melakukan itu. "Jangan, Mas! Kamu siapkan untuk dirimu se
Erick hampir saja membuka pintu ruang kerjanya, tetapi gerakannya terhenti kala tiba-tiba ia mendengar suara Riana dari belakang. "Tuan!" Seketika Erick menoleh. "Riana! Kapan kamu pulang? Bukankah seharusnya kamu mengantar Ellena?" "Iya, Tuan. Saya sudah mengantarnya dan baru saja kembali. Saya ada di belakang Tuan saat Anda masuk gerbang tadi." "Ooh ... baguslah, kebetulan ada yang mau aku bicarakan. Ayo kita masuk!" Erick pun membuka pintu ruang kerjanya, lalu melangkah masuk dan diikuti ole Riana. Di dalam ruang kerja, Alissa sudah tidak terlihat di sana. Ternyata saat Riana dan Erick berbicara, di gunakan Alissa untuk bersembunyi.Erick berjalan menuju mejanya dan duduk di kursi kebesarannya, sementara Riana berdiri di depan Erick. "Maaf, Tuan. Apa ada yang bisa saya bantu?" tanya Riana seraya menundukkan kepalanya. Erick menatap Riana dari ujung kepala hingga ujung kaki Riana sembari mengetuk-ngetuk mejanya. Selama ini, Riana lah yang sudah membantunya dalam segala hal. E
"Reyvan, Rena, apa yang kalian rencanakan?" Risa yang baru saja datang melihat kedua anaknya tampak aneh. Hal itu pun membuat Risa bertanya-tanya. "Rencana apa sih, Ma? Ini lho ... rencana perkembangan kerja sama dengan PT Adiguna. Aku butuh bantuan Reyvan untuk menanganinya kali ini," bohong Rena. Rena tidak ingin mamanya mengetahui bahwa ia menyuruh Reyvan untuk menyelamatkan temannya. Tanpa Rena ketahui ternyata hal itu dimanfaatkan oleh adiknya sendiri.Risa yang tidak mengerti tentang masalah perusahaan hanya mengangguk saja. "Ooh, aku kira apa. Oh ya, Rey! Bagaimana penawaran Mama kemarin, kamu mau, kan?" "Penawaran apa, Ma?" Reyvan pura-pura tidak mengerti ucapan sang Mama. Ia sebenarnya tahu kemana maksud arah pembicaraan mamanya, namun ia sengaja tak ingin membicarakannya. "Mama tahu kamu hanya pura-pura, kan? Mau tak mau, kamu harus melakukannya," putus Risa yang sudah tidak ingin didebat lagi. "Aku pun sama, Ma ... tetap pada keputusanku. Mama tidak bisa memaksaku." teg
"Ren, Aku nggak menyangka kamu akan datang kemari? Terima kasih, ya," ucap Alissa seraya menggiring Rena berjalan menuju ruang tamu"Maaf ya, aku akhir-akhir ini sangat sibuk, jadi baru sempat ke sini sekarang." "Nggak pa-pa, Ren. Kamu ke sini sekarang aja aku dah seneng banget, kok." Alissa ingin sekali mengatakan sesuatu pada Rena, namun ia harus memastikan bahwa Riana tidak boleh mendengarnya. Ia pun melirik ke arah belakang. Ia melihat ada Riana yang sedang mengikutinya, membuat ia mengurungkan niatnya. Alissa dan Rena duduk bersebelahan di sofa ruang tamu dan sedang bercanda bersama. Akan tetapi, Riana yang sejak tadi mengikuti mereka, seakan tidak mau pergi dan itu membuat mereka merasa tidak nyaman. Riana seakan sengaja mengawasi mereka. "Kamu sampai kapan sih, berdiri di sini, Riana? Pergi dari sini! Buatkan minum untuk temanku?" tegur Alissa."Maaf, Nyonya! Baik, akan saya buatkan." Riana pergi meninggalkan Alissa dan Rena dengan wajah di tengkuk ke depan. Ia seakan tidak t
"Sayang! Kok, kamu di luar. Bukankah harusnya kamu istirahat, sekarang?" seru Erick bernada seolah khawatir. Erick yang baru saja datang, segera menghampiri Alissa dan duduk di samping Alissa. "Kamu sudah pulang, Mas? Bukannya kamu baru saja pergi, kenapa cepat kembali?" Alissa menatap Erick dan Riana bergantian, curiga bahwa kepulangan Erick ada hubungannya dengan Riana. ""Tadi aku baru saja selesai meeting. Entah kenapa perasaanku tidak enak, makanya aku pulang. Ternyata benar, kamu kebanyakan aktifitas, harusnya kamu istirahat, Sayang." Ucapan Erick seakan membuat Alissa semakin jijik, ia memalingkan wajahnya dan meringis geli menghadap Rena. Namun, sedetik kemudian ia berbalik lagi menghadap Erick dengan senyumannya. Bahkan, Rena yang baru saat ini melihatnya pun nampak ikut merasa geli dengan tindakan Erick."Aku tidak apa-apa, Mas." Alissa tersenyum palsu. "Lagian, bukankah sudah kubilang aku tidak mau minum obat saat siang hari.""Sayang, kondisimu sudah mulai pulih. Harusnya