Share

28. Mendarah

"Dulu Ibu selalu bilang sama bapak kamu untuk berhati-hati. Jangan sampai bermain api terlebih bapak memiliki seorang putri. Apa jadinya jika putri kami nantinya juga merasakan hal yang sama. Tapi, bapak kamu gak peduli. Seolah tidak ada hukum karma lagi di dunia." Ibu menjeda. Mengingat momen kebersamaan yang juga menyakitkan bersama Bapak. Sebelumnya Ibu tak pernah terbuka padaku.

"Bapak tak pernah mau mendengarkan. Hingga akhirnya kami memutuskan bercerai. Pedih, Mir. Teramat pedih. Ibu tahu meski itu keputusan yang terbaik. Tapi, tetap saja berpisah setelah menjalin hubungan lama, setelah mengetahui seluk beluk pasangan kita terasa sangat menyakitkan." Ibu menghela napas. Mengumpulkan energi untuk kembali berbicara.

"Maafkan Ibu, Mir. Maafkan Ibu. Karena kamu terlahir dari seorang Ibu yang tak bisa memberikan keutuhan keluarga. Seorang ibu yang tak mampu mengangkat derajat putrinya."

Aku pun menggeleng. Menolak ucapan ibu segera. "Nggak, Bu. Enggak. Ibu gak boleh bilang begitu."
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status