"Naka, sudah Naka. Cukup," ucap Clara yang memohon kepada Naka. "Belum cukup, Clara. Bagaimana kamu mengatakan cukup? Kita hampir sebulan tidak bertemu dan aku sangat merindukanmu." jawab Naka yang saat ini sedang memompa kewanitaan Clara dari belakang. Tubuh Clara menelungkup di atas ranjang dengan kaki yang gemetar. Naka sejak tadi tidak berhenti walaupun sudah klimaks berkali-kali. Lututnya terasa lemas dan tubuhnya seperti tidak bertenaga. Namun Naka masih saja menginginkannya dengan berbagai gaya. "Rebahkan saja tubuhmu dan rilekslah. Aku yang akan bermain sendiri." Naka memposisikan tubuh Clara agar tertelungkup di atas ranjangnya. "Kalau kamu ingin tidur, tidurlah. Aku tidak akan mengganggumu." "Bagaimana aku bisa tidur kalau kamu terus saja mengerjai tubuhku. Itu sama saja kamu menggangguku, Naka." "Hahaha, benar juga kamu ini. Ini yang terakhir kalinya lalu kita tidur." Naka yang gemas lalu memukul pantat Clara sehingga gadis itu mendesis. Mendengar desisan Clara, tiba-
Nami menatap mata laki-laki yang berwarna biru itu beberapa kali. Ia mengerjapkan matanya. Nami yakin jika ia tidak salah melihat, laki-laki yang sekarang berada di hadapannya adalah James Oliver Baskoro. Kekasih sekaligus tunangannya, calon suaminya kelak. "Aku merindukan Kakak. Sangat merindukan Kakak," mata Nami berkaca-kaca dalam rancauannya ia berkali-kali menyebut laki-laki yang membawanya ke dalam hotel itu dengan sebutan nama Oliver. "Jangan bersedih, aku akan menghapus segala kesedihanmu malam ini." bisik laki-laki itu lalu mengangkat dagu Nami ke atas lalu membalas tatapan mata Nami. Kamu sangat cantik Nona, matamu tidak pantas untuk meneteskan air mata. Kamu harus selalu tersenyum. Senyummu seperti matahari yang terbit di pagi hari. Begitu hangat dan menenangkan." Darah Nami langsung berdesir. Ia langsung menarik tengkuk laki-laki itu dan menjinjitkan kakinya untuk mengecup bibir tipis yang sudah sangat dirindukannya. "Aku merindukanmu, Kak" Nami menempelkan bibirnya di
"Kamu jangan takut, aku akan hati-hati." Nami terkekeh, entah kenapa ia merasa tertantang untuk segera merasakan kejantanan besar itu memasuki kewanitaannya. "Masuki aku, Kak." Efek alkohol benar-benar membantu Nami untuk lebih lepas mengekspresikan keinginan hatinya. Mendengar tantangan dari Nami, laki-laki itu seketika nafsunya memuncak. Tubuhnya terasa panas seperti terbakar oleh birahi. "Bersiaplah," laki-laki itu membuka kaki Nami lebar lalu menurunkan pinggangnya. Menempatkan kejantanannya di bibir kewanitaan Nami. Nami menahan napas saat laki-laki itu perlahan memasuki kewanitaannya. "K-kak Oliv" Nami mengerang karena merasa kesakitan. Kejantanannya laki-laki itu terasa sesak memenuhi kewanitaannya. Ada rasa perih saat laki-laki itu mendorong masuk kejantanannya. "K-kamu masih virgin?" Laki-laki itu membelalakkan matanya ketika merasakan kejantanannya terasa menembus sesuatu dan kejantanannya terdapat bercak merah saat ia menariknya dari kewanitaan Nami. "I love you, Kak.
"Aku takut mengecewakan Kakak," ucap Nami jujur. "Kenapa harus kecewa?" "Mungkin aku akan sangat payah saat berada di atas. Karena aku belum pernah melakukannya." "Kanu lupa? Aku yang akan membimbingmu. Aku gurumu di sini," laki-laki itu menjawil dagu Nami. "Ayo," laki-laki itu mengedipkan matanya lalu memilin salah satu puncak dada Nami. "Kak, tunggu." entah karena mabuk atau memang Nami menginginkannya, setiap laki-laki itu menyentuh area sensitifnya. Nami langsung terbakar gairah dan kembali menginginkan bercinta dengan laki-laki itu seperti tadi. "Manis." panggil laki-laki itu. "Oh, oke." Nami menjawabnya dengan ragu. Ia masih mengingat adegan di situs dewasa yang pernah ditontonnya beberapa minggu yang lalu. Ia membuka kakinya lebar-lebar lalu mengarahkan kewanitaannya ke kejantanan laki-laki itu yang sudah mengeras. Laki-laki itu membantu Nami dengan memegang kejantanannya untuk ditegakkan agar Namu dengan mudah bisa menyatukan pusat inti mereka. "Oh, astaga," kali ini l
"Kamu nanti akan menyesal bila tidak mencobanya. Entah kapan lagi kita akan bertemu." "Apa maksud Kakak, Kakak ingin meninggalkanku setelah percintaan kita ini? Kakak ingin kembali kepada Malika dan bayinya?" "Siapa Malika?" "Jangan pura-pura lupa," Nami bangkit dari tubuh laki-laki itu lalu turun dari ranjang. Laki-laki itu tersenyum misterius karena melihat Nami masuk ke dalam kamar mandi. "Oh, kamu ingin melanjutkannya di kamar mandi? Bukan ide yang buruk, kamar mandi juga salah satu tempat favoritku bercinta." "Kak Oliv," Nami memekik saat dipeluk dari belakang. Saat ini posisi mereka berada di bawah shower. Laki-laki itu langsung membuka shower yang membasahi kedua tubuh mereka. "Hei, apa yang sedang Kakak lakukan?" "Mengajarimu gaya baru," laki-laki itu mengedipkan matanya. "Kak, aku lelah. Aku tidak bisa melakukannya terus-terusan. Tubuhku butuh istirahat." protes Nami "Kamu tidak usah mengeluarkan tenaga, Biar aku yang akan memuaskanmu. Kamu tenang saja," laki-laki itu
Nami menangis, ia membungkam mulutnya. Namun suara tangisnya yang ditutupi oleh tangannya tidak mampu untuk meredam suara yang kini keluar dari mulutnya. Suara tangisan itu membangunkan laki-laki yang sedang tidur memunggunginya. "Kenapa kamu menangis?" Laki-laki itu masih belum membalikkan badannya. "Tidurlah, semalam kamu sangat bersemangat. Kamu pasti lelah. Aku juga ingin istirahat, aku takut kalau aku terbangun, aku ingin mengulangi malam panas kita." Nami semakin terisak mendengar kenyataan jika semalam bukanlah mimpi. Bahkan kini ia merasakan kewanitaannya terasa perih. Seluruh tubuhnya juga pegal-pegal dan yang membuatnya sedih adalah ketika ia melihat warna merah di sprei yang berada di hadapannya. Ia tidak menyangka akan kehilangan kesuciannya dengan seseorang yang tidak ia kenal sama sekali. 'Bodoh, Nami.' Nami memukuli kepalanya. Kenapa ia sangat ceroboh mabuk-mabukkan dan berakhir di ranjang bersama laki-laki yang tidak dikenal. Ini sama sekali tidak pernah terbayangkan
Nami terkesiap saat merasakan tangan James mulai ingin menarik hoodie yang sudah dipakainya. Tubuh kekar itu sudah menindihnya dan lidah basah James sudah menyusuri lehernya. Nami segera mendorong tubuh James. Ia teringat dengan Malika dan bayinya. Nami tidak ingin menjadi Malika yang ke dua. Nami tidak ingin hamil anak James. Akan sangat rumit jika dirinya hamil di tengah hubungan mereka yang sedang kacau. Akan susah baginya untuk meninggalkan James jika dirinya pun hamil sama seperti Malika. "Sayang," James terkejut atas penolakan Nami. Padahal tadi gadis itu diam saja saat James menraba tubuhnya dan mulai menciumnya. Tapi kenapa sekarang Nami seperti mempunyai kekuatan yang sangat besar sehingga mampu mendorong tubuhnya hingga hampir saja terjungkal dari atas ranjang. "A-aku harus pergi," Nami merapikan hoodienya dan branya yang sudah tersingkap ke atas. Ia harus ingat, tujuannya kali ini untuk membeli pil KB. "Sayang, tunggu! Kakak masih merindukanmu." James memeluk Nami dari b
Nami mejabat uluran tangan dari Deborah dengan senyuman hangat. Ia merasa bersyukur ketika dirinya mendapatkan masalah, masih ada banyak orang yang peduli. Makanya Tuhan Maha Adil mempertemukan Deborah untuk menjadi teman baiknya. "Kau bisa menceritakan masalahmu padaku." Deborah datang mengeluarkan segelas cokelat panas lalu memberikannya pada Nami. "Ehm," Nami berdeham, mungkin ia perlu mengeluarkan unek-uneknya kepada Deborah agar pikirannya tidak seberat seperti saat ini. "Percayalah padaku. Aku tidak punya teman. Aku tidak mungkin bergosip. Atau kamu takut aku akan menyebarkannya di media sosial? Kamu bisa memecatku, aku adalah gadis miskin yang sangat memerlukan sebuah pekerjaan. Dan gaji yang diberikan oleh Hamasaki Grup sangat aku butuhkan untuk menopang hidupku. Jadi jangan ragu kalau kamu ingin bercerita." Deborah menggenggam tangan Nami."Terima kasih, Deb." Nami mulai menceritan permasalahannya. Dimulai dari pengakuan Malika yang hamil anak James. Hubungannya dengan Jame