"Kenapa kalian diam saja? Cepat usir wanita kampung ini. Atau kalau tidak, aku tidak jadi membeli di sini," ancamnya kepada orang tuaku.Kami saling berpandangan satu sama lain. Melihat ciri-ciri yang sering kuceritakan, pastilah Bapak dan Ibu sudah mengetahui bahwa itu istrinya Mas Ilham. "Memangnya kamu punya uang untuk membeli?" sindir Ibuku. "Bukannya sekarang kamu itu sudah jatuh miskin?"Aku terkejut mendengar ucapan Ibu. Tak pernah sebelumnya Ibuku berkata kasar bahkan merendahkan orang lain sampai seperti itu. "Heh, apa maksud kamu? Memangnya kamu kenal siapa aku? Suamiku itu orang kaya tau!" Viona makin terlihat angkuh. "Kaya? Bukannya sudah jatuh bangkrut, dan kini mendekam di dalam penjara?"Mata Viona mendelik mendengar kata-kata Ibuku. Dia pasti sama sekali tidak menyangka, kalau semua orang sudah tahu siapa dia sebenarnya. "Heh, perempuan kampung. Bicara apa kamu sama orang-orang, ha? Berani sekali kamu memfitnah aku. Dasar tidak tahu diri." Viona dengan cepat mendor
"Eh, iya, dok. Terima kasih, ya?" ucapku tulus. Dokter Indra mengangguk sambil tersenyum.Bagaimana ini? Bukannya si Viona itu pintar membolak-balikkan kata? Bagaimana jika Mas Rafi sampai termakan ucapannya dan marah kepadaku? Apakah nanti tidak akan menjadi masalah? Tapi aku sudah terlanjur berhutang budi pada dokter Indra. Tidak mungkin secara tiba-tiba aku menjauhi dan langsung menjaga jarak dengannya. Apa nanti yang akan dikatakannya tentang keluarga kami? Dia bahkan tidak meminta bayaran saat konsultasi Alta kemarin. ***********Malam ini Alta bercerita panjang lebar usai diajak bepergian dengan Mbak Lusi. Dia terlihat ceria, tak lagi tampak ketakutan dan cemas. Mereka juga tampak mulai akrab dan banyak bicara saat tadi Mbak Lusi mengantarnya ke rumah. Aku turut bahagia melihatnya, walaupun hati kecilku sedikit merasa perih melihatnya. Aku takut suatu hari mereka akan semakin akrab dan melupakan aku. Mungkinkah hal tersebut dapat terjadi? Tapi sepert
Aku terkejut kala mendengar status dokter Indra yang ternyata adalah seorang duda. Pantas saja anak dan istrinya tidak pernah terlihat dari awal dia pindah ke sini. Bahkan disaat acara pembukaan klinik tempat prakteknya tempo hari."Dokter juga bercerai?" aku semakin penasaran. Jangan-jangan dokter Indra juga laki-laki hidung belang yang doyan berselingkuh dengan wanita.Bukankah itu adalah alasan bagi sebagian wanita memilih bercerai dari suaminya. Tidak mungkin pernikahan orang ini kandas begitu saja disebabkan permasalan ekonomi, melihat jenis profesi dan kehidupannya yang mapan itu.Lagipula jika penyebab perceraiannya adalah perselingkuhan dokter Indra, maka dengan begitu aku bisa mewanti-wanti agar menjauhi dan mengurungkan niat untuk memperkenalkannya pada Ratna."Istri saya meninggal saat melahirkan anak ke tiga kami," ujarnya yang membuatku terkejut. "Ibu dan bayinya tidak dapat di selamatkan. Dan itu sudah terjadi tiga tahun yang lalu," terangnya.Oh, ternyata aku salah paha
Mataku mendelik menatapnya, dengan cepat dia mengalihkan langsung kepada Alta sambil mengedipkan sebelah matanya kepada gadis kecil itu."Siap Om dokter," Alta tersenyum manis sambil membentuk huruf O dengan jari telunjuk dan ibu jarinya. Ada-ada saja tingkah mereka. Sejak kapan mereka terlihat akrab seperti itu?.Pagi-pagi sekali Mas Rafi datang hanya sekedar untuk menyapaku. Dia bilang entah kenapa tiba-tiba saja rindu dan ingin bertemu. Wajahku bersemu merah mendengar ucapannya.Teringat juga soal ancaman Viona tempo hari. Bagaimana kalau Viona tiba-tiba muncul dan mengatakan hal yang bukan-bukan padanya. Apakah nantinya Mas Rafi akan percaya begitu saja dan lantas akan marah kepadaku?Kenapa juga aku harus berurusan dengan dokter Indra di saat-saat seperti ini. Semoga nantinya tidak akan menambah masalah lagi dan memperkeruh suasana hubunganku dengan Mas Rafi.Kulihat pagi ini dokter Indra baru saja membuka pintu kliniknya. Sepertinya suster yang kemarin belum datang. Karena biasa
"Mas selalu percaya, kok. Hanya saja... ""Hanya saja apa?" aku sedikit takut mendengar ucapannya yang sedikit ragu-ragu itu. Kenapa tidak langsung dia ucapkan saja."Hanya saja Mas tidak percaya pada si dokter duda itu!" dia setengah berbisik di telingaku. Membuat aku terkejut dan sedikit tersipu dengan bibirnya yang hampir menyentuh telingaku itu. Kemudian dia kembali mengacak-acak rambutku."Mas Rafi tahu dari mana kalau dokter Indra itu seorang duda?" aku memberanikan diri bertanya. Ah, untuk apa juga aku bertanya. Bukankah Mas Rafi seperti mafia, yang punya banyak mata-mata untuk mengetahui segala sesuatu yang membuatnya penasaran. Pastilah dia sudah menyelidiki latar belakang tetanggaku itu, sesaat setelah mendengar ceritaku waktu itu.Aku tertunduk diam, tak berani lagi bertanya. Mungkinpun dia lebih banyak tahu ketimbang aku perihal duda yang ditinggal mati istrinya tersebut."Tahu begini, Mas tidak mau menjual ruko itu padanya!" keluhnya lagi. Namun tetap saja dia berbicara d
Aku bersiap-siap untuk mengantar Alta ke sekolah. Gegas aku langsung masuk ke mobil tanpa mendongak ke atas, lantai dua klinik dokter Indra. Kini aku tahu bahwa setiap pagi dia pasti memperhatikan kegiatan kami dari atas sana. Alta sudah tak nampak murung lagi sejak berkonsultasi dengan dokter Indra. Sepertinya mereka cocok dan sangat akrab. Aku tak boleh terlalu membiarkan situasi seperti ini terus terjadi. Jangan sampai Alta semakin terikat dengannya dan terus minta untuk selalu di antar ke sana. Aku mencium kedua pipi dan kening gadis mungilku ini saat telah sampai di pintu gerbang sekolah.Bergegas aku masuk ke mobil dan menuju tempat yang telah di sepakati. Sengaja aku memakai masker wajah agar tak mudah dikenali. Aku menunggu di meja yang letaknya cukup strategis. Tak lama Mbak Lusi muncul. Dia melihatku kemudian mengangguk. Dia duduk tepat di belakang kursiku. Kami duduk saling memunggungi agar pembicaraan mereka mudah untuk aku dengarkan. Kulihat Viona muncul dari pintu ka
"Tapi Mbak sudah berjanji. Aku membutuhkan Alta secepatnya. Kalau begitu besok Mbak bawa saja dia ke rumahku. Bilang kalau Mbak ingin menginap bersamanya. Orang tua Mas Ilham akan segera datang. Dan mereka sama sekali tidak tahu perihal hak asuh Alta yang sampai jatuh ke tangan Naya. Jelas-jelas dia bukan Ibu kandungnya.""Maaf, Viona. Aku tidak bisa melakukannya.""Tapi aku butuh uang, Mbak. Malah Mas Ilham di penjara tidak meninggalkan apa-apa. Tinggalpun masih menumpang di rumah peninggalan mantan suamiku. Kalau begini, aku jadi menyesal menikah dengannya.""Itu salah kamu sendiri." Aku bangkit dan menunjukkan diri kepada mereka berdua. "Naya? Kamu?" dia terperangah heran."Kenapa? Kamu terkejut karena aku sudah mendengar semua kebusukan kamu?"Viona secara bergantian melihat ke arahku dan Mbak Lusi. "Kalian bekerja sama untuk menjebakku? Kurang ajar kalian ya. Berani-beraninya mempermainkan aku.""Aku juga sudah merekam semua rencana yang ingin kamu lakukan untuk membohongi oran
Gara-gara Mas Rafi juga mereka kehilangan rumah dan harus segera pindah dari sana. Belum lagi saat ini dia sering melihat Mas Rafi datang mengunjungiku. Tidaklah salah apa yang dia dengar dari Ayahnya itu. Aku jelas bersedih mendengar semua ini, tapi di sisi lain aku ikut senang karena sudah terjalin kedekatan diantara Ibu dan anak itu. Setidaknya kini Alta mau berterus terang dan berbagi cerita dengan wanita yang benar-benar tulus menyayanginya."Kamu kenapa, Nay? Kok melamun?" tegur Mas Rafi saat mobil sudah berhenti. "Eh, tidak kok, Mas. Nay tidak melamun. Kita sudah sampai, ya?" jawabku tergugup. "Tidak melamun kok malah tidak sadar mobil sudah berhenti dari tadi," ledeknya. "Masa iya? Sudah lama ya?"Mas Rafi tertawa kecil. "Tidak kok. Kita baru saja sampai.""Tuh, kan. Mas Rafi suka sekali menggoda Nay," rajukku. Dia kembali tertawa sambil mengusap lembut rambutku. Lagi-lagi kami memasuki restoran mewah untuk makan malam. Padahal sudah sering kukatakan bahwa aku lebih suka