"Besok ada acara, nggak?"Adalah pertanyaan yang lolos dari mulut Dirga ketika laki-laki itu baru saja membawa motor Chika ke dalam rumah. Mendapati sosok gadis tersebut yang duduk di ruang tamu sembari memandangnya tanpa henti. Dirga memasukkan sebelah tangannya ke dalam saku celana, menanti jawaban sembari membayangkan hal yang akan dia lakukan besok.Tatapan Chika tak tampak begitu fokus, atau barangkali dia tak begitu terkesan dengan ajakan yang didapatnya. Namun, jauh dalam pikirannya saat ini, ada banyak ketakutan yang perlahan muncul ke permukaan. Menjadikannya kalut dalam perasaan tersebut.Pandangannya turun pada kakinya yang terbalut. Menarik nafasnya cukup panjang dan menyadari jika dirinya akan merepotkan andai menerima ajakan tersebut. Namun, sepersekian detik, kalimat Dirga membuatnya mengangkat wajah."Kenapa? Mau nolak karena kaki?" Dirga meletakkan kedua tangannya pada pinggang. "Lo lupa, waktu itu yang minta ke sirkuit, siapa? Yang minta dikabulin setelah gue ujian,
Seperti yang dijanjikan oleh Dimas sebelumnya, selama tiga hari dia benar-benar berhasil mengembalikan semua video yang terhapus. Laki-laki itu mencoba untuk melihat dan mengamatinya sebelum dia jelaskan pada Chika dan Dirga. Namun, yang membuatnya kesal ketika video sejak minggu lalu yang terlihat seperti rusak. Entahlah, apakah ini memang murni kerusakan kamera? Atau seseorang sengaja menyabotase.Berulang kali dia memeriksa sesuatu yang salah, namun memang sabotase adalah alasan yang masuk akal. Laki-laki itu segera menghubungi Chika guna memeriksanya secara langsung. Bahkan, Dimas sampai memeriksa keanehan videonya sembari menunggu Chika dan Dirga datang."Sebenarnya, siapa yang ngelakuin ini semua?" heran Dimas.Pandangannya cukup lama dia letakkan pada layar laptop dengan konsentrasi penuh. Bulir-bulir keringat telah memenuhi dahinya, sampai-sampai dia tak memiliki kesempatan hanya untuk mengambil segelas air mineral untuk menghilangkan kekeringan kerongkongannya.Hingga pada ak
"Kenapa sama dia?"Kedua tangan Dimas membawa minuman untuk gadis yang masih terdiam sejak sepuluh menit lalu. Tak ada satu katapun yang dia katakan tepat setelah Dirga memutuskan untuk keluar dari rumah Dimas. Pandangannya begitu kosong dengan kedua tangan yang terlipat di depan dada."Nggak tau," jawab Chika.Sebenarnya, agak membingungkan jika Chika pikir lebih dalam. Dia mencoba untuk menyimpulkannya sendiri, merenungkan perbuatan dan perkataannya yang mungkin menyakiti Dirga. Terlebih laki-laki itu memilih untuk pergi dengan jalan kaki usai Chika mendapati motornya masih terparkir.Di sebelahnya, Dimas menangkap maksud dari ekspresi yang Chika tampilkan kini. Ya, terlihat tenang namun risau. Dia menumpu kaki sebelum memutar bola matanya jengah, merasakan sedikit kekesalan melihat Chika memasang kerisauannya untuk Dirga."Udahlah, biarin aja. Lagian dia juga nggak ngebantu," kata Dimas."Kita nggak akan tau kalau Adam pelakunya kalau buat Dirga yang bilang," timpal Chika.Gadis it
Tampaknya ruangan berukuran 5 x 6 meter ini tak cukup menampung banyaknya kupu-kupu yang berterbangan di sekitar dua remaja yang tengah duduk di ruang tamu dengan senyuman yang tak bisa dilepaskan. Suatu momen yang cukup membuat keduanya terasa sedikit canggung dengan pengakuan sebelumnya.Namun, dibandingkan sang laki-laki, sang perempuan justru lebih berani meletakkan pandangannya pada sosok yang membuatnya bahagia—sampai jantungnya ingin meletupkan jutaan konfeti. Binar mata dan senyumannya itu cukup mendeskripsikan isi hatinya saat ini yang masih betah memandang lebih lama lagi."Jangan ngelihatin gue, malah gue yang malu," kata Dirga."Ih, kenapa gitu?"Mungkin ini yang dirasakan Dirga ketika beberapa waktu lalu laki-laki itu sering menggodanya. Dan cukup menyenangkan untuk Chika bisa melakukannya sampai beberapa kali. Setidaknya Chika juga ingin merasa menang di atas laki-laki tersebut. Bahkan, keberaniannya membawa gadis itu mengikis jarak duduk di antara keduanya.Dirga sampai
"Maksudnya?"Dirga menekuk kedua alisnya lantaran tak menangkap maksud dari perkataan gadis itu. Entah kenapa, perkataan Chika itu cukup menyakitkan baginya. Terlihat jelas jika gadis itu memang hanya bermain dengan situasi yang tengah dia hadapi. Bahkan, saat ini Chika terlihat begitu santai dengan semua yang telah terjadi."Itu maksudnya, kita belum pacaran," jeda Chika, gadis itu sampai menarik nafasnya panjang. "Dan yang tadi itu supaya nyokap kita nggak mikir yang aneh-aneh,"Memang sudah Dirga duga sebelumnya. Pantas saja Dirga seperti dipaksakan untuk ikut bermain dalam sandiwara Chika tadi. Dan kini dia malah kehabisan seluruh kalimatnya dengan perasaan yang cukup kecewa. Pribadi itu menegaskan rahangnya dengan tipuan yang dilakukan gadis itu.Namun, sebelum Dirga benar-benar tersulut emosi, Chika kembali bersuara, yang mana sukses membuat Dirga terdiam."Tapi, gue ngasih kesempatan lo buat ngelakuin dengan cara lo. Gue bakal nunggu sampai lo nyatain secara resmi," kata Chika.
"Gue restuin kalian,"Itu adalah kalimat yang keluar dari mulut Dimas ketika pribadi itu menghampiri Dirga yang tengah duduk sendirian di depan laptop sembari memantau. Dia meletakkan sebuah kaleng minuman berkarbonasi pada remaja laki-laki tersebut."Kenapa seolah-olah lo kayak itu orang penting? Gue nggak butuh restu lo," balas Dirga dengan senyuman miringnya.Satu tegukan minuman itu telah membasahi kerongkongan Dimas sebelum menyandarkan tubuhnya dengan kaki yang bertumpu. Sesapan dan kecapan terdengar usai merasakan manisnya tegukan kedua sembari menangkap perkataan Dirga."Karena kalau Chika sampai menderita, lo orang pertama yang bakal gue salahin,""Kalau dia menderita, itu karena pilihan dia untuk ngelakuin hal yang seharusnya nggak dilakuin," kata Dirga asal.Kontan Dirga mendapati pukulan ringan pada leher belakangnya sampai mengaduh kesakitan. "Oi! Nggak ada orang yang mau menderita!""Karena itu, gue nggak akan bikin dia sampai menderita. Jadi, kalau dia menderita, gue pas
Suara bel pertanda masuk baru saja terdengar memenuhi rungu seluruh siswa dan siswi yang berjalan menuju kelas mereka. Begitu juga dengan Dirga yang hendak melangkah masuk dan sejenak berhenti di ambang pintu usai mendapati teman satu bangkunya yang telah berada di sana. Sebisa mungkin dia mempertahankan raut wajahnya untuk tidak terlihat meletakkan kebencian pada Adam.Dirga sama sekali tak tertarik untuk membuka suaranya hanya untuk mengatakan 'hai' demi membuka obrolan. Cukup dari ekor matanya saat menangkap raut wajah Adam yang terlihat fokus dengan layar ponselnya. Dirga harap itu memiliki sesuatu yang besar."Sial!" umpat Adam lirih.Rungu dan netranya mendapati itu semua sampai Adam berdiri dan pergi meninggalkan kelas. Pandangan laki-laki itu hanya mengikuti punggung Adam yang keluar dengan sedikit dengusan. Ini adalah kali pertamanya melihat Adam rampak lebih kesal dibandingkan ketika dia mendapat nilai yang lebih rendah."Gue harap, setelah ini ada pengumuman menyenangkan,"
"Yey! Udah bisa jalan lagi,"Suara itu adalah seruan kegembiraan Chika setelah melepas perbannya. Gadis itu juga memasang senyuman lebarnya pada laki-laki yang selama ini selalu dia repotkan. Dan secara tiba-tiba Chika memeluknya erat, menyalurkan kebahagiaannya seperti baru saja terbebas dari kekangan."Astaga, seneng banget sih, lo," kata Dirga yang terkejut."Iyalah. Gue bisa jalan, loncat, dan semacamnya," katanya seraya berputar menggunakan satu kaki yang semua diperban.Dirga menggelengkan kepalanya disertai dengan senyuman tipis, yang mana dia turut senang dengan kebahagiaan gadis itu. Pun salah satu tangannya terarah pada pucuk kepala Chika memberikan usapan penuh afeksi pada gadis yang tengah mengerutkan hidungnya lucu. Sulit untuknya tidak ikut gemas pada ekspresi Chika.Beberapa usapan, Chika seketika menahan tangan Dirga seraya memberikan tatapan yang bulat berbinar. Dirga sampai sedikit memiringkan kepalanya dengan raut wajah itu. Chika terlihat ingin berbicara."Kita uda