Share

Gadis Milik Tuan Mafia [Bab 7]

Glen menjentikkan jarinya di meja, merasa kesal karena Akiko telat 5 menit. Padahal gadis itu sudah berusaha cepat, tapi tetap saja telat karena jalanan agak ramai. 

"Aku tidak tahu kalau Mr. Eloise sudah memiliki cucu," kata Glen, mengunci pandangan pada Ethan karena sejak tadi anak itu menempel pada Akiko dengan manja. Bahkan, jelas-jelas dia memeluk Akiko erat seolah tidak mau dilepaskan. 

"Ini bukan anakku," tegas Akiko. Lalu, beranjak mengantar Ethan ke bangku lain agar Glen tidak merasa terganggu. Setelah memastikan Ethan mendapat makan dan minum yang dia pesan, barulah dia kembali ke hadapan Glen. 

"Nona Eloise, aku menyuruhmu datang ke sini bukan untuk buang-buang waktu," Glen menatap jengkel karena Akiko hanya memperhatikan Ethan saja. Bahkan, Akiko sempat menyuapi Ethan dengan lembut, tanpa memerdulikan Glen. 

"Sorry," ucap Akiko. 

"Siapa dia?" tanya Glen sambil melirik Ethan. 

"Ethan, dia tersesat jadi aku akan mengantarnya pulang setelah ini," jawab Akiko seadanya. 

Sedangkan Glen, justru semakin memberikan tatapan menginterogasi. "Memangnya, aku mengizinkanmu pergi?" 

Mendengar pertanyaan itu, Akiko sontak mengerutkan alis bingung. 

"Dengar ini, Nona Eloise—"

"Akiko, namaku Akiko," potong gadis itu karena sebal karena Glen terus menyebut marga keluarganya. 

"Aiko," panggil Glen sengaja. 

"It's, Akiko, Sir," tekan Akiko kembali. 

"Panggil aku Glen. Lagi pula, aku bebas memanggilmu semauku. Aiko jauh lebih cocok untuk wajah manismu itu," mendengar ucapan Glen, Akiko hanya menghela nafas gusar. Sekeras apa pun dia menegaskan, Glen tidak mau dengar kalau bukan dari kemauannya sendiri. 

"Terserah saja, asal jangan panggil marga keluargaku," ucap Akiko, sehingga Glen terkekeh pelan. 

"Kenapa? kau tidak mau menggunakan nama itu lagi karena Mr. Eloise sudah menjualmu demi perusahaan? bodohnya, Mr. Eloise melepas berlian indah sepertimu," Glen tertawa pelan. Merasa sangat senang sudah merendahkan Akiko. Kemudian, Glen memberikan sebuah kertas bukti kontraknya dengan Akiko. 

"Baca kontrak ini baik-baik," ujarnya. 

Kontrak berlaku sampai Glen Mckenzie yang mengakhirinya. 

Akiko Eloise, sepenuhnya menjadi hak milik Glen Mckenzie. 

Semua biaya hidup Akiko akan ditanggung oleh Glen Mckenzie. 

Akiko agak bingung membaca kontrak itu. Kalau Glen mau membiayai hidupnya, maka dia tidak perlu repot-repot mencari kerja lagi. Tapi, tidak mungkin Glen mau melakukan hal sebaik itu tanpa imbalan. 

"Bagaimana?" tanya Glen. 

"Beri aku pengecualian," pinta Akiko. Dia ingin menulis aturan, tentang apa yang tidak boleh Glen lakukan selama kontrak. 

"Satu," jawab Glen. Masih mending diberi satu, daripada tidak sama sekali. Jadi, Akiko mengambil satu aturan paling penting 

"No sex," tegas Akiko. 

"Aiko, padahal tujuanku adalah untuk itu. Lalu, untuk apa aku membawamu pergi?" bingung Glen yang sebenarnya tidak terima dengan permintaan Akiko. Tapi, Glen hanya menyimpan catatan kontrak itu di sakunya seolah setuju. 

"Aku bisa bekerja di perusahaanmu," ujar Akiko sambil memberikan berkas-berkas miliknya. Termasuk, data prestasinya selama ini. 

"Oke, ayo pergi sekarang," ajak Glen, lalu pergi begitu saja. Meninggalkan Akiko yang segera mengajak Ethan untuk ikut. 

***

Akiko memencet bel rumah Ethan, lalu mengetuk pintu beberapa kali karena tidak ada orang datang. Padahal, dia sedang buru-buru karena Glen menunggunya di mobil. 

"Aku tidak ingin pulang, Kak…," lirih Ethan, memeluk kaki Akiko erat. 

"Kau tidak bisa pergi bersamaku, aku tinggal bersama orang lain," jelas Akiko. Dia tidak yakin, Glen mau berbaik hati mengizinkannya membawa Ethan. 

Akhirnya pintu terbuka. "Sorry, this—"

"Anak kurang ajar!" bentak seorang wanita paruh baya, sambil menyeret Ethan masuk ke dalam rumah. Sementara anak laki-laki itu menangis sejadi-jadinya, berusaha melepaskan diri. Tapi, tangisannya justru membuat sang Mama semakin marah. Akhirnya, dia memukul Ethan menggunakan tongkat baseball. 

"I'm sorry, Mama…," isak Ethan sambil melirik ke arah Akiko seolah menjelaskan kalau beginilah nasibnya juga pulang. Akiko menyesal, seharusnya dia bawa saja Ethan tanpa bertemu dengan mamanya. 

"Stop! aku akan menelepon polisi," ancam Akiko sambil melindungi Ethan, sehingga wanita itu berhenti melayangkan tongkat baseballnya. Tapi, siapa sangka, wanita itu justru ikut memukul Akiko. Untung saja, dia berhasil melindungi kepala, sehingga hanya tangannya saja yang terluka. 

"Tidak perlu ikut campur urusan keluarga kami!" bentaknya, berusaha mengambil Ethan dari Akiko. 

"Bagaimana bisa aku tidak ikut campur jika kau memukulnya di depan mataku?!" hardik Akiko. Pantas saja, Ethan takut pada mamanya. Dia saja nampak seperti orang gila yang tidak punya hati. 

Sedangkan wanita itu, langsung menatap sinis pada Ethan. "Kau mengadu pada orang lagi, hah!" 

Dia berjalan mendekati Akiko dan Ethan, sehingga Akiko memutuskan untuk segera keluar dari sana secepatnya. Tapk, wanita itu sudah lebih cepat berlari menutup pintu. 

"Aku menyesal punya anak sepertimu!" geramnya pada Ethan. 

"Memangnya, dia mau punya Mama sepertimu? Tidak!" balas Akiko yang sudah puncak emosi. 

"Kau memutuskan untuk merawatnya, sejak masih dalam kandungan. Lalu, kenapa kau memperlakukannya begitu buruk ketika sudah lahir? kalau merasa belum siap punya anak, jangan pernah berani untuk hamil!" lanjutnya. 

"Punya hak apa kau mengaturku? kau tidak tau apa pun, bodoh," jawaban wanita itu membuat Akiko semakin kesal. 

"Aku tau, aku tau bagaimana sakitnya punya orang tua mengerikan sepertimu," mendengar balasan Akiko, wanita itu semakin tersulut emosi. 

"Masih bocah, tidak perlu sok dewasa!" cibirnya. 

"Umurku memang jauh lebih muda darimu, tapi kau yang dewasa ini justru tidak punya akal sehat. Apa kau tidak kasihan pada Ethan?" tanya Akiko. 

"Bawa saja anak itu pergi, dia hanya pembawa sial. Karena dia lahir, suamiku menganggap kalau aku sudah tidak menarik." Dia menunjuk suaminya yang sedang berjalan sempoyongan sambil mabuk dan merokok. Bahkan, bau alkohol sampai menyeruak ke seluruh ruangan. 

"Dasar pelacur," desisnya saat menatap mama Ethan. Tentu saja, dia langsung emosi dan berlari memukul suaminya sendiri tanpa ambun. Darah sudah berceceran di lantai, tapi wanita itu masih melampiaskan amarah seperti menggila. Sedangkan Akiko, memeluk Ethan erat saking takutnya melihat kejadian mengerikan itu. 

"Papa…," lirih Ethan, melihat papanya tegas di tangan mamanya sendiri. 

"Sekarang, seluruh hartamu menjadi milikku. Pria tua tidak tau diri sepertimu memang pantas mati," Setelah merasa puas, wanita itu mengalihkan pandangan pada Akiko dan Ethan yang masih duduk di pojok ruangan. Akiko bergidik ngeri melihat bagaimana kejamnya wanita itu. Entah bagaimana Ethan bisa bertahan selama ini. 

Kemudian, wanita itu mulai melayangkan tongkat baseballnya kembali. Menghantam tubuh Akiko, yang berusaha melindungi Ethan. Bayangannya kembali ke masa lalu, di mana dia harus meringkuk menahan sakit dari siksaan orang tuanya. 

"Ahhh…," desis Akiko merasa tubuhnya hancur karena pukulan-pukulan itu. Namun saat matanya sedang tertutup rapat-rapat untuk menahan sakit, tiba-tiba pukulan itu berhenti. Karena penasaran, dia mendongakkan kepala untuk melihat kenapa pukulan itu terhenti. 

Seketika, Akiko terdiam membeku melihat darah yang keluar dari mulut wanita itu. Kemudian, muncullah Glen dari belakang sambil melepas pisau panjang dari perut wanita itu.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status