Bryan melepaskan bibirnya dari bibir Tia, ditatapnya wanita cantik yang juga sedang menatapnya saat ini."Apa kamu tidak akan menyesalinya?" Bryan kembali bertanya untuk memastikan.Tia menatap mata Bryan dalam-dalam, kepalanya mengangguk untuk menjawab pertanyaan pria tampan itu."I love you." Bryan mengecup kening Tia.Setelah itu ia kembali mencumbu Tia, membangkitkan gairah wanita cantik itu. Memberinya tanda kepemilikan di bagian leher hingga dada mulusnya. "Yank, aku sudah gak kuat lagi," erang Tia.Bryan mengambil posisi aman, ia duduk di sela kedua paha Tia. Dengan lembut tangannya melebarkan paha mulus ke kasihnya itu.Bryan memejamkan mata sambil berdoa, setelah itu ia mulai memainkan ujung miliknya di milik Tia yang sudah basah sejak tadi. "Ayo sayang," desak Tia yang sudah tidak sabar lagi ingin merasakan seperti apa nikmat surga dunia.Bryan meletakkan kedua tangannya di panggang Tia, lalu mulai menggerakkan pinggulnya sambil menekan miliknya yang berukuran besar itu ag
Bryan meninggalkan kosan Tia tepat pukul 1 siang. Sebelum kembali ke kediaman Wijaya, Bryan terlebih dahulu membawa Tia makan siang ke restoran favoritnya.Setibanya di kediaman Wijaya, Bryan melihat Amel sedang bermain dengan Ramel di ruang tamu."Selamat siang Mom?" sapa Bryan yang membuat Amel refleks memutar kepala ke arah datangnya suara, ia sedikit terkejut karena Bryan tiba-tiba memanggilnya, Mom."Bryan," balas Amel sambil menyambut uluran tangan Bryan."Kamu dari mana? Satu malam ini kok gak pulang?" tanya Amel dengan lembut."Tidur di Apartemen Rico, Mom," jawab Bryan.Bryan sengaja berbohong, ia tak mungkin mengatakan yang sebenarnya kalau ia menginap di kosan kekasihnya."Oh..." Sahut Amel, "Lain kali kalau nginap di tempat teman, kasih kabar biar orang rumah gak khawatir," lanjutnya.Memang benar, satu malam ini Amel tidak bisa tidur karena khawatir. Ia takut Bryan melakukan sesuatu karena kecewa terhadap Ibu dan Ayahnya.Bryan tersenyum, hatinya terasa hangat saat mendap
"Kamu hanya bisa menilai orang lain, sedangkan kamu sendiri tidak pernah memperhatikan Bryan," protes Tania."Itu sebabnya saya tidak melarangnya, karena aku sadar tidak sanggup mengurusnya dan memberikan apa yang dia inginkan," sahut James."Apapun yang kamu katakan, tidak akan merubah keputusanku. Sampai kapanpun Bryan adalah putraku, aku yang mengandungnya dan aku yang melahirkannya hingga bertaruh nyawa," tegas Tania. "Ok, tidak jadi masalah. Tapi ingat! Aku tidak akan pernah mengakui kalian sebagai orang tuaku, dan ini yang terakhir kalinya kita bertemu." Setelah mengatakan itu, Bryan langsung pergi."Apa yang kamu lakukan Tania? Kenapa kamu tidak setuju?" James membuka mulut setelah Bryan menghilang di balik pintu."Padahal ini kesempatan kita untuk mendapatkan uang. Seharusnya kamu setuju, tetapi sebelum menandatanganinya! Kamu minta sejumlah uang dari Bram," lanjutnya."Tidak, aku tidak mau melakukannya," bantah Tania."Tidak usah munafik Tania, bukankah kamu melahirkan Bryan
"Tolong berikan ini kepada Bryan." Tania menyodorkan satu kotak kecil."Baiklah, aku pasti memberikannya." Bram meraih kotak dari tangan Tania, lalu memasukkannya ke dalam saku. Setelah itu ia langsung pergi, namun sebelum meninggalkan rumah sakit, Bram terlebih dahulu menemui kasir untuk membayar semua tagihan perawatan Tania.Setelah dari rumah sakit, Bram langsung kembali ke kediaman Wijaya. Pria tampan itu mengajak Bryan duduk santai di taman bunga."Yan, tadi Papah menemui Mamah ke rumah sakit," ucap Bram."Untuk apa Pah?" Wajah Bryan terlihat kesal."Tania sudah menadatangani suratnya."Jawaban Bram membuat wajah Bryan tersenyum lebar, "Benarkah?" ucapnya."Iya," timpal Bram sambil meraih sesuatu dari saku celana, lalu menaruhnya di atas meja."Itu titipan dari Mamah," ucap Bram.Bryan hanya melihat sekilas, lalu kembali menatap wajah Bram, "Aku tidak butuh itu," ucapnya."Yan, Papah tahu kamu sangat membencinya. Tetapi kamu tidak boleh menolak pemberian darinya, karena bagaiman
"Iya, kita harus berpisah Bryan," timpal Tia yang sedari tadi hanya menagis.Bagaimana tidak? Hubungannya dengan Bryan sudah terlalu jauh, ia sudah terlanjur menyerahkan seluruh tubuhnya kepada pria tampan itu. Tia benar-benar mengutuk dirinya sendiri, karena telah berbuat zinah dengan anak kakaknya sendiri.Ingin rasanya Tia melompat ke jurang untuk mengakhiri hidupnya. Wanita cantik itu sama sekali tidak memiliki semangat untuk hidup, bukan karena berpisah dari Bryan. Tetapi karena sudah terlanjur melakukan hal yang memalukan dengan keponakannya sendiri."Tapi Yank, kita kan...."Tia langsung menutup mulut Bryan dengan jari tangannya. Ia tidak mau sampai Bryan mengatakan apa yang sudah mereka lakukan."Jangan," ucap Tia sambil menggeleng, "Aku mohon," lanjutnya.Bryan menarik napas dalam-dalam, lalu membuangnya dengan kasar, "Baiklah," ucapnya."Tok...tok...tok.." tiba-tiba terdengar suara ketukan pintu.Amel bangkit dari tempatnya, melangkah untuk membuka pintu."Ada apa Mbok?" uca
"Iya, kita harus berpisah Bryan," timpal Tia yang sedari tadi hanya menagis.Bagaimana tidak? Hubungannya dengan Bryan sudah terlalu jauh, ia sudah terlanjur menyerahkan seluruh tubuhnya kepada pria tampan itu. Tia benar-benar mengutuk dirinya sendiri, karena telah berbuat zinah dengan anak kakaknya sendiri.Ingin rasanya Tia melompat ke jurang untuk mengakhiri hidupnya. Wanita cantik itu sama sekali tidak memiliki semangat untuk hidup, bukan karena berpisah dari Bryan. Tetapi karena sudah terlanjur melakukan hal yang memalukan dengan keponakannya sendiri."Tapi Yank, kita kan...."Tia langsung menutup mulut Bryan dengan jari tangannya. Ia tidak mau sampai Bryan mengatakan apa yang sudah mereka lakukan."Jangan," ucap Tia sambil menggeleng, "Aku mohon," lanjutnya.Bryan menarik napas dalam-dalam, lalu membuangnya dengan kasar, "Baiklah," ucapnya."Tok...tok...tok.." tiba-tiba terdengar suara ketukan pintu.Amel bangkit dari tempatnya, melangkah untuk membuka pintu."Ada apa Mbok?" uca
Setelah dua hari dirawat di rumah sakit, akhirnya Dokter mengizinkan Tia pulang hari ini. Wanita yang tengah hamil 19 hari itu tidak kembali ke kosan, melainkan ke kediaman Wijaya.Ia sudah nekat meneguk racun untuk mengakhiri hidupnya dan janin yang ada di dalam kandungannya, namun semua usahanya itu sia-sia. Justru ia masih hidup dan janin yang ada di dalam perutnya masih utuh dan baik-baik saja.Sedangkan Bryan sudah berangkat ke Singapura. Bram sengaja mengirimkan pria tampan itu ke luar negeri agar tidak bertemu dengan Tia dan tidak mengetahui kondisi kandungan Tia saat ini.Semua itu Bram lakukan demi kebaikan bersama. Bram takut, Bryan nekat membawa Tia kabur agar mereka bisa hidup bersama dan membesarkan janin yang ada di dalam kandungan Tia saat ini."Tia, kamu makan dulu ya?" bujuk Amel dengan lembut."Tidak Kak, aku tidak lapar," jawab Tia yang duduk di dekat jendela sambil memandang ke arah kolam renang. "Bagaimana tidak lapar? Sejak pagi kamu belum makan," protes Amel.
"Tok...tok...tok..." Bryan mengetuk pintu kamar Ayahnya."Iya sebentar," suara lembut Amel terdengar dari dalam.Hanya menunggu lima menit, pintu sudah terbuka. Tentu Amel terkejut melihat Bryan berdiri di bibir pintu."Bryan," ucap Amel."Iya Mom, apa Papah masih tidur?" tanya Bryan."Iya, Papah masih tidur. Tapi jika ada hal penting yang ingin kamu bicarakan, aku akan membangunkan Papah," ucap Amel yang langsung bergegas menuju tempat tidur lalu membangunkan Bram."Pah, Pah, Pah," panggil Amel sambil menggoyangkan tubuh Bram dengan lembut."Iya sayang, apa kamu ingin satu ronde lagi," ucap Bram yang berusaha memeluk Amel dengan posisi kedua mata masih terpejam.Amel mendorong tubuh kekar Bram, "Pah ada Bryan di pintu," ucapnya.Mendengar nama Bryan, Bram refleks membuka mata lebar-lebar dan langsung bangkit dari tidurnya"Apa Mamah sedang bermimpi?" tanya Bram.Ia berpikir Amel sedang bermimpi, bagiamana mungkin Bryan tiba-tiba kembali dari Singapura tanpa memberitahunya terlebih da