Setelah dua jam akhirnya Leo pun kembali ke kamar. Berjalan masuk dengan menyelipkan tangan di saku celana. Sorot matanya kosong seakan dipenuhi pikiran. Dia lalu menghela napas dan menoleh pada Claire yang menangis terisak dengan menjatuhkan kening di layar ponsel.
“Hei, kau kenapa?” Leo berjalan pelan menghampiri.Leo tidak mendapat jawaban apa pun. Disibaknya helai rambut Claire yang menutupi layar ponsel, lalu diraihnya ponsel itu perlahan dari tangan lemah sang gadis.Ibu jari Leo mengusap sisa tetesan air mata yang membasahi layar. Ingin segera mencari tahu penyebab Claire menangis. Matanya kini terfokus pada unggahan video singkat skandal antara dirinya dan gadis itu. Sejak tersebar kemarin pagi, sejumlah komentar negatif menyerang dari ribuan penonton, lebih parahnya unggahan itu turut dibagikan ulang.Rahang Leo mengeras, hatinya diliputi rasa dendam melihat situasi saat ini. Namun, saat dia tengah berusaha menahan diri, tiba-tiba Claire malah menghambur memeluk erat tubuhnya dengan isak tangis yang begitu lirih.“Jangan tinggalkan aku ….”Kebimbangan Leo semakin menjadi-jadi, sedikit pun tersentak, cepat meletakkan ponsel itu kembali. Perlahan satu tangannya terangkat lalu mengusap halus punggung Claire. Akan tetapi, hatinya kini bergejolak menantang logikanya sendiri. Antara iba dan tidak peduli. Karena pembicaraannya tadi dengan sang ayah, menyadarkannya oleh sebuah misi balas dendam.
Leo melipat satu tangannya ke belakang, jarinya hendak meraih sebuah benda di pinggang yang sengaja ditutupi oleh kemejanya.
“Dengan bodohnya kau lepaskan anak gadismu berada di tangan pria asing, Tuan Foster. Misiku hampir selesai.” Leo membatin. “Maafkan aku, Claire …,” bisik Leo.Tangan Leo kini menggenggam gagang Glock-nya, jenis senjata api senyap yang digunakan untuk eksekusi jarak dekat. “Aku akan membuatnya cepat. Aku tidak ingin kau tersiksa,” batin Leo.“Kau bilang apa … maaf?” Claire menghentikan tangis dan mengangkat kepalanya, dia mendongak menatap wajah Leo dari jarak dekat. “Kau bahkan tidak perlu meminta maaf padaku. Leo.” Claire sekilas mendengar gumaman pria itu.
Leo pun tersentak dan menahan gerakannya. Lidahnya tercekat. Nyaris saja dia mengeluarkan senjatanya dan bisa terlihat oleh Claire. Kini tangannya masih membeku di belakang punggung.“I-iya, aku … memang bersalah, Claire. Karena ….”“Bunuh aku!” ucap Claire tiba-tiba“Apa?!” Leo tersentak mendengar ucapan Claire. Dia pikir gadis itu mengetahui niatnya beberapa menit lalu.“Bunuh aku, Leo. Sekarang!”Leo membuang napas kasar sambil mendongakkan kepala. “Huft! Yang benar saja!” gumamnya.“Ada apa?” tanya Claire bingung melihat sikap Leo.“Tidak.” Leo menunduk dan kembali menatap Claire. Sebelah tangannya yang tadi disembunyikan kini tidak jadi meraih pistol itu. Malah dia menangkup wajah gadis di hadapannya, karena merasa ini tidak tepat untuk membuat calon korbannya malah meminta dibunuh. Sangat di luar pikiran Leo. “Untuk apa kau minta aku membunuhmu?”“Berilah satu alasan, untuk apa aku harus bertahan hidup.” Claire menatap Leo dengan intens. Mencari jawaban jujur di kedua bola mata abu-abu pria itu. “Bukankah tidak ada yang menginginkanku? Aku ini lebih baik mati, Leo. Bahkan keluargaku turut menghempaskanku ke jalan tanpa kasihan!”Leo berpikir sejenak. Meski tidak yakin kata-kata selanjutnya. Dia hanya bermaksud menenangkan gadis itu. “Bukankah kau sudah memilikiku?”“Tapi … kenapa alasannya kau?”“Karena kau hanya akan mati bersamaku,” jawab Leo dengan nada datar.“Aku belum menyukaimu. Dan pernikahan ini ….”“Bagaimana denganku? Mungkin … kita sama,” balas Leo sambil bangkit dari tempat tidur. “Tapi katakan, jika kau benar-benar ingin melakukan hubungan itu denganku. Sepakat?” Sementara itu Leo perlahan menggeser tubuh ke dekat nakas, membuka laci menaruh senjatanya saat Claire memalingkan wajah. Claire yang masih menunduk ragu dan malu, kini mengangguk pelan. “Sepakat.” Wajah gadis itu bersemu memerah, teringat oleh ikatan pernikahan yang karena suatu skandal yang tidak terlupakan.“Ayo, bangunlah. Kita akan berkeliling ke belakang mansion. Ada banyak hal menarik di balik sisi gelap wajah bangunan ini.”Leo mengulurkan tangannya pada Claire. Perlahan Claire tersenyum dan menyambut tangan pria itu. Namun, baru saja hendak menggerakkan tubuhnya, Claire mengernyitkan dahinya seperti menahan sakit.
“Aw!”“Ada apa?”Claire menggeleng sambil menunduk. “Tidak apa-apa. Hum … kuharap kau tidak melakukan hal itu lagi padaku, Leo. Itu sangat menyakitkan,” bisik Claire dengan wajah merona. “Maksudmu? Hum … Oh, itu.” Leo baru menangkap maksud Claire. “Maaf, kenapa kau tidak bilang, kupikir kau baik-baik saja dari kemarin. Lain kali aku ak—.”“Tidak ada lain kali!” sambar Claire. “Baik-baik saja katamu? Aku terpaksa menahannya, tahu tidak? Bahkan sampai detik ini aku tidak tahu berapa lama itu terjadi!”“Tiga. Hum … empat, mungkin lima jam,” ungkap Leo dengan santai. “Oh, kurasa lebih.” “Dasar bodoh!” Claire menepuk pundak Leo cukup keras sambil perlahan berjalan melewati. “Uh, ya Tuhan … ini memalukan!” Dia menutup wajah dengan kedua tangannya.Leo tertawa kecil melihat Claire yang begitu malu. Keduanya pun berjalan pelan keluar kamar.
Setiap penjaga yang melewati Leo dan Claire, membungkukkan sedikit tubuhnya untuk memberi hormat. Yang dilihat bahwa sang putra pemilik organisasi besar itu telah kembali. Sebagian besar dari mereka memperbincangkan sosok gadis yang bersama Leo, yang belum sempat dikenalkan pada semua orang di sana.
Bahkan, saat ini Leo belum sempat beristirahat, karena terus mengawasi Claire. “Tadi pagi. Apa yang kau lakukan di dekat dapur?”“Aku sedang memperhatikan para koki memasak sarapan untukku. Dan meminta salah seorang pelayan mengantar makananmu ke dalam kamar. Dan mereka bilang kau tidak ada. Hampir saja aku akan memeriksa CCTV.”Mereka pun berjalan ke bagian belakang mansion yang terdapat halaman luas. Jika dilihat dari pintu belakang mansion yang memiliki dataran lebih tinggi, maka akan tampak sebuah maze berukuran cukup besar yang terbuat dari pagar tanaman setinggi 1,5 meter, bagi mereka itu untuk skala permainan anak-anak kecil.“Sebuah maze. Kau suka?” Leo melirik ke arah Claire sambil mengusap-usap dagu. “Tapi aku tidak menyarankan kau berada di sana untuk bermain,” lanjutnya.
“Kenapa? Itu pasti menyenangkan.”“Itu untuk anak-anak.” Leo melihat Claire yang masih memandang takjub keindahan halaman belakang mansion. “Tapi bukan seorang gadis manja yang akan tersesat di dalam sana. Itu akan merepotkanku,” tambahnya.Claire terkejut mendengar kata-kata Leo yang bermaksud sindiran. Mulutnya sampai menganga saking kesal dan tidak percaya. “Apa maksudmu? Huh! … Awas kau, ya!”Leo tertawa kecil dengan deretan giginya yang putih, dia berhasil menggoda Claire. Cepat-cepat saja pria itu menuruni tangga agar tidak dipukul olehnya. Akan tetapi, Claire yang belum sempat mengejar, tiba-tiba berteriak kesakitan. "Awh!!"Leo menghentikan langkah dan menoleh, melihat Claire berjalan pelan sambil berpegangan pada pagar anak tangga.“Maaf, aku lupa,” katanya sambil kembali naik mendekati Claire yang sempat menolak bantuannya. Leo lalu berjongkok di hadapannya. “Naiklah. Ayo, naik ke punggungku.”Claire mengerutkan kening, keheranan. “Apa lagi ini?”“Naiklah. Kita akan berkeliling.”“Tidak, tidak. Meski aku tidak tinggi, tapi aku ini berat, Leo.”Leo tersenyum lembut. “Bagiku kau seperti kapas. Ayo, cepatlah. Atau kupaksa mengangkatmu dari depan hingga kau tidak nyaman?” ancamnya setengah bercanda.“Ba-baiklah …! Jangan mengancam. Dasar kau ini!” Claire tersipu.Leo pun menggendong Claire menuruni tangga. Mereka berjalan melewati beberapa bagian di area taman yang luas itu. Di dekat maze, terdapat kolam renang berukuran besar, lapangan tenis, taman bunga dengan gazebo cantik terbuat dari besi tempa berwarna hitam, dan kolam air mancur dengan patung malaikat wanita berwarna hitam di tengahnya.Lelah mengi
Ruang makan besar itu memancarkan kemewahan dan kekuatan. Kristal-kristal lampu gantung yang memancarkan cahaya lembut menghiasi langit-langit yang tinggi. Meja makan panjang berlapis marmer dengan ukiran rumit tampak megah di tengah ruangan, dikelilingi kursi-kursi berlapis beludru. Lukisan-lukisan klasik menghiasi dinding, menambah nuansa aristokratis yang mencerminkan kekayaan dan kekuasaan keluarga Goldstein.Leo dan Claire sedang bersiap-siap untuk memasuki ruang makan besar tersebut. Claire mengenakan gaun malam hitam yang elegan, sementara Leo dalam setelan jas hitam yang sempurna, tampak berbeda dari penampilannya yang biasa dalam penyamaran sebagai pengawal Claire."Claire, kau siap?" tanya Leo dengan nada tenang dan tegas, memandang ke arah Claire yang sedikit gugup.Claire mengangguk, meskipun terlihat jelas bahwa dia merasa tidak nyaman dengan situasi ini. "Ya, aku siap. Tapi, apakah kita benar-benar harus melakukan ini?"Leo menuntun Claire ke arah pintu ruang makan, tapi
Setelah makan malam yang mewah bersama Trevor McCollin dan putranya, Damian. Suasana di rumah keluarga Goldstein terasa sedikit lebih santai. Trevor dan Robert tengah terlibat dalam pembicaraan privat di ruang kerja. Pembicaraan mereka penuh dengan strategi dan rencana untuk mengatasi masalah pertambangan yang sedang dihadapi Trevor di Afrika. Namun, di ruang utama, fokus utama Leo adalah Damian, yang sengaja akan dipancing segala informasi agar membuka diri tentang kehidupannya. Keduanya duduk di sofa kulit yang nyaman, menikmati segelas wine merah yang disajikan oleh pelayan. Percakapan mereka mengalir dari topik bisnis hingga ke urusan pribadi, menciptakan suasana yang lebih akrab."Jadi, Leo," kata Damian, menyandarkan dirinya dengan santai. "Sangat kebetulan, aku pun ingin menyampaikan kabar ini padamu. Ini waktu yang tepat.”“Oh, sesuatu yang menarik? Katakan.” Leo menyungging senyum sambil menggoyangkan gelas wine-nya pelan. “Aku akan bertunangan dalam waktu dekat. Aku berenc
"Ya," jawab Leo, menghela napas. "Aku tidak tahu apa rencana mereka, tapi kita harus waspada."Sebelum Claire bisa menanggapi, mereka mendengar suara langkah kaki mendekat. Robert, ayah Leo, memasuki ruangan. Tatapan curiganya jatuh pada Claire yang masih mengenakan gaun indahnya. "Kenapa Claire masih di sini, Leo? Dengan gaun sebagus itu, dia seharusnya di luar menikmati acara."Claire tampak gugup, bingung harus menjawab apa. Leo cepat-cepat menjawab, "Kami hanya ingin berbicara sebentar, Ayah."Robert mengamati Leo dan Claire dengan cermat, mencurigai ada sesuatu yang disembunyikan. "Benarkah? Terlalu banyak kebetulan. Apa yang sebenarnya terjadi di sini?"Leo menunduk, merasa beban berat di pundaknya. Robert sudah mengetahui berita yang tersebar di media sosial tentang skandal Leo dan Claire. Bukan hanya marah karena Leo telah menyamar sebagai pengawal, tetapi juga karena Robert sebenarnya memiliki rencana besar untuk membalas dendam pada keluarga Foster dengan menyingkirkan Clair
Claire tampak malu-malu, perlahan memejamkan matanya dan menarik napas dalam-dalam. Wajahnya mendongak, menunggu Leo memberikan ciuman. Leo mendekatkan wajahnya perlahan, menatap gemas gadis di hadapannya. Sesaat sebelum bibir mereka bertemu, Leo berhenti."Selamat malam, Claire," ucap Leo dengan suara serak khas bangun tidur, kemudian mengikatkan kembali tali kimono yang digunakan Claire.Jantung Claire berdegup kencang. Napasnya yang sempat tak beraturan kini dilepaskan dengan kasar. Dia menelan ludah sambil menoleh ke arah Leo yang berjalan tak acuh ke arah kamar mandi. Apa yang dipikirkannya tidak terjadi. Kenapa Leo menjadi begitu dingin? Apakah Leo tidak siap mendekatinya lagi? Dengan langkah tak bersemangat, Claire menjatuhkan dirinya di ranjang besar kamar itu sambil memeluk selimut tebalnya, menunggu Leo yang selesai membersihkan diri. Beberapa lama kemudian, Leo keluar dengan handuk melilit di pinggangnya, menggosok-gosok kepalanya yang basah. Dilihatnya Claire masih belu
Siang itu, Leo menerima panggilan mendadak yang mengharuskannya kembali ke kota untuk rapat penting. Informasi yang disampaikan begitu mendesak sehingga membuat Leo harus meyakinkan Claire bahwa dia tak akan lama pergi. Meski demikian, keraguan menghantuinya. Meninggalkan Claire sendirian di mansion bukanlah keputusan yang mudah. Sebelum keberangkatannya sore itu, Leo memberikan pesan tegas kepada Robert."Claire akan baik-baik saja, Leo. Aku berjanji," kata Robert, meyakinkan anaknya."Pastikan kau menepati janji itu, Ayah," balas Leo. "Aku tidak ingin ada sesuatu yang buruk terjadi padanya."“Perasaanmu membuatku khawatir, Nak. Apa ini artinya kau tidak mempercayai ayahmu sendiri?”“Bukan begitu, Ayah. Tolong pikirkan kembali, aku berharap bisa mengubur masa lalu itu.”Robert tersenyum dingin. “Seandainya kau, putraku, tahu penderitaan di dalam penjara. Kau tidak akan berbicara semudah itu.” Dia membalikkan tubuh dan berjalan meninggalkan Leo. “Pergilah.”Leo dengan kebimbangan men
"Sial! Harus bagaimana sekarang!" Leo memukuli keningnya, meremas rambutnya sendiri, terjebak antara keinginan melindungi Claire dan keinginan yang semakin kuat terhadapnya."Tolong, bertahanlah. Aku akan berusaha membuat kita keluar dari ruangan ini," kata Leo, suaranya serak penuh urgensi. Dia berdiri tegap, matanya memindai setiap sudut ruangan. Sebagai pengawal keluarga kaya raya di Amerika Serikat, Leo terjebak dalam situasi yang paling tidak diharapkannya. "Kurang ajar! Siapa yang berani melakukan ini!" umpatnya keras.Leo memukuli pintu, hingga melukai kepalan tangannya. Pria bertubuh tinggi itu semakin frustasi, usaha yang sia-sia sejak lima belas menit lalu dia siuman. Tidak ada sahutan, seolah bangunan besar ini tidak dihuni siapa pun.Jantungnya semakin berdegup kencang, Leo membuang napas kasar memperhatikan Claire tampak berbaring gelisah di atas ranjang, gaunnya tergeletak di lantai dan tubuhnya hanya tertutup selimut tipis. Claire—nona majikannya, setengah sadar, jelas m
Pukulan itu menghantam bawah rahang. Nyaris mengenai wajah pria yang bertubuh lebih tinggi dari Steve itu. Leo pun tidak mengelak apalagi membalas. Meski tengah terjebak, dirinya mengakui telah menyerah karena juga menginginkan sosok Claire. “Pukullah. Ini salahku!” Tubuh Leo kini menjadi tameng agar Claire tidak turut terkena imbas amukan sang papa.“Damian akan menikahi putriku! Dan kau rusak segalanya!” Pukulan dan tendangan menyerang tubuh Leo, tanpa perlawanan darinya. Namun, seakan pria itu tidak terlalu merasakan sakit. Masih berdiri kokoh menghadapi Steve yang menyerangnya membabi buta. Bahkan, tidak luput juga dari lemparan lampu di atas nakas yang hampir mengenai bagian kepala. Suasana memanas, kamar pun kini tampak porak-poranda. Beberapa pelayan hanya berani mengintip dari luar kamar, tidak berani mencegah. Steve melampiaskan emosinya bertubi-tubi pada Leo, yang menodai putri kesayangannya. Tiba-tiba, sebuah teriakan muncul di tengah-tengah kegaduhan. Steve menghentikan