Share

Kamu mau kiss, gak?

Ah! Canggung sekali yang Gerry rasakan saat ini, dia bahkan tidak berani melihat wajahnya di cermin. Karena wajahnya pasti sangat merah.

Gerry langsung mengikuti arah ke mana Gita menunjuk, Gerry terlihat begitu malu. Dia bahkan langsung menutup miliknya dengan tas ransel kebanggaannya.

"Ngga usah ditutupin, Gerry. Tante suka lihatnya. Sepertinya punya kamu sangat---"

Wajah Gerry benar-benar memerah mendengar ucapan dari Gita, ini pertama kalinya ada wanita yang begitu dekat dengan dirinya.

Ini pertama kalinya ada wanita yang ucapannya begitu vulgar, tanpa saringan air sumur ataupun saringan kopi.

"Ehm! Bisa cepat jalan ngga, Tan? Nanti aku telat loh, pagi ini ada dosen killer, soalnya." Gerry berusaha untuk mengalihkan pembicaraan, karena Gerry benar-benar merasa tidak nyaman dengan tatapan mata Gita yang mengarah pada lato-lato gagang miliknya.

Gita tersenyum seraya menutup bibirnya dengan tangan kanannya, karena dia malah fokus pada mainan yang sedang trend saat ini.

"Oh, maaf. Nanti kita lanjutkan lagi, sekarang kita ke kampus dulu." Gita langsung menyalakan mesin mobilnya, Gerry bisa bernapas dengan lega.

Sepanjang perjalanan menuju kampus, Gita memang begitu fokus dalam menyetir. Namun, tangan kiri Gita juga begitu lihai mengelus paha dalam Gerry. Hal itu membuat Gerry susah untuk bernapas, perbuatan Gita membuat dirinya salah tingkah.

"Sudah sampai, Gerry. Apa kamu mau minta uang jajan?" tanya Gita setelah memberhentikan mobilnya tidak jauh dari universitas tempat Gerry menimba ilmu.

Mendengar apa yang Gita katakan membuat Gerry keheranan, Gita bertanya seolah dia ibu dari Gerry ketika mengantarkan dirinya menuju sekolahan.

"Eh? Ngga dong, Tan. Masa minta uang jajan, udah dianterin aja Gerry udah bahagia. Makasih ya, Tan." Gerry tersenyum canggung.

Bisa-bisanya wanita cantik seperti Gita mengatakan hal itu, Gerry benar-benar dibuat canggung oleh wanita itu. Wanita yang terlihat begitu seksi dan juga mampu membuat jantungnya berdebar dengan begitu kencang.

"Iya kah, Tante?" tanya Gerry.

"Iya, Tante. Gerry turun dulu ya, Gerry mau kuliah dulu. Tante hati-hati," pamit Gerry.

Setelah mengatakan hal itu, Gerry terlihat hendak membuka pintu mobilnya. Namun, dengan cepat tangan Gerry mencekal pergelangan tangan dari pria muda itu.

"Masih ada waktu nggak, Gerry?" tanya Gita.

"Waktu buat apa, Tan?"

Pertanyaan yang Gita lontarkan dijawab kembali dengan pertanyaan oleh Gerry, karena dia merasa bingung dengan pertanyaan dari wanita itu.

"Tante mau ngomong bentar, boleh?" tanya Gita.

Gerry melirik jam dari ponsel yang dia simpan di dalam saku kemeja yang dia pakai, kemudian dia tersenyum ke arah Gita karena masih ada waktu setengah jam lagi sebelum masuk jam pertama.

"Boleh, Tan," jawab Gerry.

"Kamu pernah nanya, kanapa Gendis sudah seumuran kamu, padahal Tante masih muda. Kamu mau tahu jawabannya?" tanya Gita.

"Mau, Tan. Tapi kalau Tante merasa enggan untuk bercerita, aku nggak usah tau aja," jawab Gerry.

"Kamu tuh anak baik, saat Tante duduk di bangku kelas delapan, Tante hamil, Gerry. Tante hamil di luar nikah, miris ya, Gerry? Tante bangga sama kamu, di usia kamu yang sekarang ini kamu malah belum pernah pacaran," ungkap Gita.

Gita hanya diam saja, dia tidak tahu harus menjawab apa. Gerry memang belum pernah pacaran, dia bisa menahan keinginannya bukan karena tidak mau merasakan indahnya masa pacaran.

Hanya saja, Gerry terlahir dari keluarga sederhana. Dia takut tidak bisa membahagiakan pacarnya dengan keadaan dirinya yang seperti ini.

"Waktu itu Tante dinikahkan secara agama dengan pacar Tante, setelah Gendis lahir kami pun memutuskan untuk menjalani hidup masing-masing." Gita terdiam dengan bibir yang mengerucut, tetapi air matanya mulai menggenang.

Gerry mengambil sapu tangan miliknya, lalu memberikannya kepada Gita. Janda cantik itu tersenyum seraya menerima sapu tangan milik Gerry dan mengusap air matanya yang mulai menetes.

"Terima kasih, Gerry. Oiya, kamu bisa nyetir nggak, Gerry?" tanya Gita.

Gita sengaja mengalihkan pembicaraan, karena dia merasa malu sudah membicarakan masa lalunya kepada Gerry.

Gita dengan cepat merubah mimik wajahnya, dari yang tadi terlihat sedih kini kembali ceria. Bahkan Gita kembali bertingkah centil kepada Gerry.

"Bi--bisa, Tan," jawab Gerry dengan tubuh yang gemetaran. Karena Gita malah merapatkan tubuhnya, hal itu membuat bamper depan milik Gita menempel dengan sempurna pada lengan kokoh Gerry.

Gerry bisa merasakan jika dada Gita terasa sangat padat dan sangat kencang, hal itu membuat pikiran Gerry kembali berkelana.

"Bagus deh, nanti siang kamu yang nyetir ya?" pinta Gita.

Gita merasa jika Gerry yang menyetir, rasa-rasa akan lebih baik. Karena dia bisa bersantai seraya menggoda pria muda yang sudah membuat dia jatuh hati pada pandangan pertama itu.

"Ya, Tante," jawab Gerry.

Gita melebarkan senyumnya mendengar apa yang dikatakan oleh Gerry, itu artinya mulai siang ini dia bisa melakukan pendekatan kepada Gerry.

"Oiya, Gerry. Kamu mau Kiss, ngga?" tanya Gita dengan gayanya yang menggoda.

Bahkan, Gita langsung menggoyang-goyangkan dadanya. Hal itu membuat Gerry harus menahan napasnya untuk beberapa saat.

"Eh? Jangan Tante, kita ngga ada hubungan apa-apa. Nggak boleh loh," jawab Gerry.

Gerry memundurkan tubuhnya sampai terpentok pada pintu mobil, Gita langsung tertawa dibuatnya. Gerry terlalu berlebihan, pikirnya.

"Ck! Tante nawarin permen Kiss, Gerry. Biar bau mulut kamu enak diendus, bau jengkol tau!" keluh Gita seraya menyerahkan satu bungkus permen kiss kepada Gerry.

Gerry begitu malu mendengar apa yang dikatakan oleh Gita, dia malah tidak menyadari akan hal itu.

"Eh? Iya, makasih, Tan." Gerry menerima permen Kiss dari Gita seraya menggaruk tengkuk lehernya karena benar-benar malu.

"Hem, turun sana. Nanti kamu telat loh, Gendis saja sudah berangkat dari tadi bareng Jhon," ucap Gita.

"Iya, Tan," jawab Gerry seraya turun dari dalam mobil mewah milik Gita dengan rasa malu yang luar biasa.

Pagi ini dia sarapan berat, makan nasi uduk dicampur semur jengkol sisa kemarin. Sayang kalau tidak dimakan, pikirnya.

Jika saja Gerry tahu kalau pagi ini dia akan diantar oleh Gita, tentu saja dia tidak akan memakan semur jengkol sisaan kemarin. Rasanya dia sangat malu ketika Gita berkata jika mulutnya bau jengkol.

"Aih! Gerry, elu mah bikin malu bae. Di depan cewek secantik tante Gita malah bau jengkol," rutuk Gerry seraya masuk ke dalam kelas.

"Jun!" panggil Gilang yang ternyata sudah sampai terlebih dahulu.

"Eh? Iya, Lang. Ada apa?" tanya Gerry.

"Duduk dulu, sini. Gue mau cerita," jawab Gilang seraya menepuk bangku kosong di sampingnya.

"Apaan sih?" tanya Gerry seraya duduk di samping Gilang.

"Elu tau nggak, Gerry? Gue udah dapet gaya baru buat gue praktek minggu depan," jelas Gilang.

Gerry yang lupa dengan ajakan Gilang kemarin terlihat seperti orang linglung, dia bahkan sampa mengernyitkan dahinya dengan dalam.

"Gaya? Gaya apa? Perasaan mingu depan gue nggak ngajakin elu pergi berenang deh," celetuk Gerry.

Gilang langsung mengerucutkan bibirnya, lalu dia mencondongkan tubuhnya dan mendekatkan bibirnya pada cuping telinga Gerry.

"Ck! Gaya anu-anu, Gerry. Gaya renang di atas kasur," bisik Gilang.

"Settan!" pekik Gerry seraya menampar wajah Gilang dengan permen Kiss yang Gita berikan.

Gerry tidak menyangka jika dia mempunyai sahabat yang kelakuannya seperti itu, sahabat yang pikirannya tidak jauh-jauh dari Padang rumput.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status