"Ibuk jadikan kerunah Dara?" Tanya Rasti. Ia Baru saja selesai dari pekerjaannya."Jadi. Kamu antar saya kesana ya!" Atika segera bersiap-siap. Mereka berjalan kaki. Karna Atika memang belum ada kendaraan. "Dirumah Dara ada siapa saja?" Tanya Atika basa-basi."Ada suami, dan ibu mertuanya saja sih Bu!" "Selain jalan ini ada jalan potongan lain nggak?" Tanya Atika lagi.Rasti agak binggung, dengan pertanyaan Atika sebenarnya. Seperti ada yang aneh."Nggak ada buk! inj jalan satu-satunya, menuju desa kami.""Begitu!" Atika terus ikut berjalan mengikuti langkah Rasti. Sampai disebuah persimpangan mereka bertemu, dengan suami Dara."Mas, Daranya dirumah ya?" Tanya Rasti."Ada dirumah. Dia mau lahiran, dan ini Mas, disuruh menjemput dukun bayi," Jawab Agus, suami Dara."Ini, Mas. Ibu ini bos kami dikerjaan. Ibu ini mau menjenguk Dara." Ucap Rasti."Ohh, kalau begitu kamu antarkan saja. Ma, mau mnyusul dukun beranak dulu." Ucap Agus. Merekapun langsung melanjutkan perjalanannya. Sampai me
"Kamu mau kemana?" Tanya Atika, saat Agus ingin masuk kedalam ruangan dimana Dara akan bersalin."Mau kedalam bu!" Jawab Agus."Kamu disini saja. Biarkan istrimu melahirkan sendiri didalam. Takutnya nanti malah nggak konsentrasi," Ucap Atika. Agus merasa aneh, saat Atika bilang seperti itu. Padahal ia hanya ingin menemani Dara istrinya, yang sedang bertaruh nyawa."Tapi saya mau menemani istri saya,""Istri kamu nggak akan kenapa-kenapa. Dia sudah ada bidan, yang menangani." Ucap Atika.Agus, hanya terdiam. Ia hanya mondar-mandir didepan pintu ruangan. Suara rintihan, serta jeritan Dara mulai terdengar, mungkin Dara akan segera lahiran.Beberapa saat menunggu, bayi dara telah lahir, dengan berjenis kelamin laki-laki. " Saya mau masuk dulu." Ucap Agus."Jangan dulu! Tunggu disini. Saya dulu, yang akan masuk," Cegah Atika."Tapi, saya mau lihat anak saya," Agus semakin dibuat binggung."Saya ada perlu sebentar," Ucap Atika lagi. Ia segera masuk kedalam, dan menanyakan soal, ari-ari it
"Mulai hari ini kamu saya pecat," Ucap Atika kepada Dara, yang masih terbaring diruang persalinan. Atika sengaja datang lagi, dan mengatakan hal mengejutkan itu, kepada Dara."Tapi buk! kenapa saya dipecat?" Seketika mata Dara membulat. Ia tidak habis fikir kenapa sampai dipecat, oleh Atika. Padahal sama sekali ia tidak pernah membuat kesalahan."Saya cuma nggak mau nanti setelah suamimu tau, dan kalaupun ada apa-apa dengan anakmu kamu malah menyalahkan saya." Ketus Atika sombong. Wajah Atika terlihat serius dan, sedang tidak bercanda. Ia memang tidak ingin lagi berurusan dengan Dara, atupun Suaminya."Tapi buk! saya kan sudah melakukan apa, yang ibu minta. Kenapa ibu bisa memecat saya? apa nggak bisa saya ibu pertahankan? saya masih butuh pekerjaan itu Bu!" Lirih Dara. Wajahnya terlihat kecewa, dan khawatir. Tidak disangka ternyata ia telah dijebak, oleh Atika."Kamu nggak bisa mengatur saya! Ingat ya kamu itu sudah saya kasih uang banyak. Dan ari-ari anakmu itu nggak berarti apa-ap
"Kamu panggil dukun bayi itu saja Mas," Ujar Dara. Ia tampak tidak tega, dan cemas karna bayinya terus menangis.",Kamu sudah gila? rumahnya itu jauh, dan menyebrang sungai. Lagian kemarin Mbah itu, sudah kamu buat kecewa. Jadi mana mungkin dia mau," Pekik Agus."Terus gimana Mas?" "Ntah, lah. Semua ini pasti gara-gara ari-arinya. Kamu keterlaluan, Mana ada bayi harus tanpa ari-ari. Kalau sampai ada apa-apa sama bayi kita, aku nggak segan-segan untuk mendatangi Bu, Atika.""Tapi, Mas? Bu Atika sudah bayar mahal. Dan ini uangnya untuk keperluan bayi kita. Kamu bisa kasih uang segini?" Pekik Dara.Agus terdiam. Memang nyata nya ia tidak mampu kerjanya saja. Cuma sebagai kuli bangunan. Gaji sehari cukup makaan 2 hari saja.Sedangkan Atika masih menghitung jumblah pemasukan uangnya, yang semakin hari bertambah banyak. Segala orderan tempahan baju tiap hari menumpuk, dan bahkan ada, yang memberikanya DP begitu besar."Sepertinya aku akan tambah anggota. Ku nggk menyangka kalau orderan baj
Malam itu Atika merasa tidak tenang, dan sangat khawatir, perasaannya tidak enak seperti ada, sesuatu yang membisikan kalau ia akan mendapat musibah."Ibuk belum tidur?" Mail yang melihat Atika, ibunya mondar-mandirpun segera menghampirinya."Kamu ngapain belum tidur?" Atika balik bertanya."Mail nggak bisa tidur buk! Mail inget bapak!" Jawab Mail."Bisa, nggak nggak usah inget bapakmu? muak ibu denger nya." Pekik Atika.Mail terdiam seketika, mendengar jawaban Atika, ibunya. "Pagi-pagi""Permisi?" Tiba-tiba bunga sudah ada didepan rumah Atika. Ternyata ia tidak lupa untuk menagih janji Atika, soal uang itu."Dasar perempuan mata duitan. Aku kira kau bakal lupa soal uang itu," Lirih Atika. Wajah Atika sangat tidak suka, saat melihat bunga. Istri dari mantan suaminya itu."Nggak usah basa-basi. Mana uangnya?" Tanya Bunga.Ucapan Bunga seketika membuat Atika tertawa, dan terpingkal-pingkal. " Kamu kira aku akan memberimu uang begitu saja!" Pekik Atika. Tanganya meraih dagu Bungga. Dita
"Tolong, jangan hakimi dia." Saya sudah ikhlas. Yang terpenting sudah tau orangnya," Ucap Agus. Ia tampak kasihan kepada Bunga."Kamu ini tolo* sekali. Sudah jelas-jelas dia melakukan, hal yang tidak manusiawi. Kalau cuma anakmu yang jadi korban nggak masalah. Gimana kalau anak kami nanti juga ikut dibuatnya seperti itu!" Pekik warga."Aku nggak salah! Aku dijebak Atika." Pekik Bunga. Dirinya sudah terpental-pental dihujami batu, dan tanah. Bahkan ditendang."Sudah, kubur dia hidup-hidup. Tidak usah dibakar. Karna kalau dibakar nanti kita, yang repot." Ucap mereka serempak."Bunga sudah mengeluarkan darah, dari jalan lahirnya. Sepertinya akibat benturan, dan tendangan, yang warga lakukan. Termasuk ibu-ibunya."Kubur saja." Pekik mereka. Setelah lubang digali, mereka mencampakan Bunga kedalam lubang itu. "Brukhh," Bunga berhasil mereka campakan kedalam lubang itu. Tubuhnya tidak berdaya sama sekali. "Jangan dibakar!" Pekik seseorang, kepada salah satu warga yang menyiram minyak tanah
"Ayok sebaiknya kita bawa Mail," Diwan segera mengeluarkan mobilnya, dari bagasi rumahnya."Mas, maafkan aku ya! aku sudah membuatmu repot." Lirih Atika. Ia duduk disebelah Diwan.Sesampainya di rumah Atika! Ia segera turun, dan menggendong tubuh munggil Mail. Atikapun segera mengemas barang-barang Mail, yang dibutuhkan disana."Sudah kamu siapkan semua?" Tanya Diwan."Sudah Mas, sebaiknya kita pergi sekarang." "Mail mau dibawa kemana?" Tanya Mail. Matanya terbuka saat Diwan, menggendongnya."Kita kerumah sakit besar ya!" Lirih Diwan."Mang! Mail nggak apa-apa kok. Mail cuma mau ditemani ibuk aja." Lirih Mail.Seketika Atika, dan Diwan saling bertatap mendengar penjelasan Mail. "Ibu akan menjagamu nak. Ada Mang, Diwan juga kok." Ucap Atika. Mereka segera membawa Mail.Mail ditidurkan dikursi belakang, sedangkan Atika duduk didepan, disamping Diwan. "Kamu sudah makan?" Tanya Diwan. Setelah sekian puluh menit hening."Sudah! Mas." "Syukurlah. Aku minta maaf ya!" Ucap Diwan. Namun pand
"Mbah! tolong jangan ganggu saya. Saya nggak akan melanggar janji Mbah." Atika berucap sembari menutup matanya."Atika!" Tiba-tiba Diwan sudah berada disampingnya. "Mas!" Atika memeluk Diwan dengan sangat erat. Tubuhnya keringat dingin, dan gemetar."Kamu kenapa?" Diwan terheran."Eh, maaf Mas! aku nggak sengaja. Itu tadi aku lihat ada kecoak." Ucap Atika bohong."Kecoa?" Diwan mengeryitkan keningnya. Baru kali ini, ia melihat Wanita takut dengan kecoak. "Kamu lapar?" Diwan mengalihkan pembicaraan. Ia begitu risih dipeluk Atika. Karna ia memang bukan tipe lelaki yang sembarangan memperlakukan wanita."Aku!" Atika menghentikan kata-katanya. Belum sempat menjawab cacing diperutnya sudah berbunyi. Karna memang dari sore ia belum makan."Tuh, kan! kamu lapar. Kita makan dikantin saja ya!" Diwan menarik lengan Atika.Atika tidak bisa menolak. Karna nyatanya memang ia, sangat nyaman bila tanganya digenggam Diwan."Mas! aku mau tanya." Ucap Atika serius."Tanya apa?" Ucap Diwan sembari men