Keluarga Ratih beserta kedua orang tua Daffa tengah berada di Rumah Sakit setelah mendengar kabar mengenai kemalangan yang dialami oleh wanita muda itu.
Daffa masih dengan wajah datarnya saat seorang Dokter menjelaskan bahwa sang calon istri mengalami patah tulang dibagian leher dan terjadi Epidural Hematoma.Epidural hematoma atau perdarahan extradural adalah kondisi saat darah mengumpul di area epidural, yaitu area diantara tulang tengkorak dan lapisan duramater. Duramater adalah membran atau lapisan terluar dari mening (selaput otak dan tulang belakang) yang menyelimuti dan melindungi otak dan tulang belakang.Sontak saja hal itu membuat semua orang yang berada ditempat itu terlihat syok, terutama kedua orang tua Ratih tentunya. Sedangkan Rika hanya dapat menangis histeris, pasalnya yang memiliki ide untuk makan bakso dan menyeberangi jalan tanpa menggunakan jembatan penyeberangan adalah dirinya. Tak henti - hentinya ia menyalahkan diri sendiri, sedangkSatu Minggu kemudianLabbaik Allahumma labbaik. Labbaik laa syarika laka labbaik. Innal hamda wan ni'mata laka wal mulk laa syarika lak.Terdengar merdu dan meneduhkan hati ketika mendengar lafaz talbiyah berkali - kali dilantunkan. Melaksanakan Shalat didepan kabah serta mencium kabah adalah keinginan semua umat muslim. Termasuk yang dilakukan oleh Mazaya saat ini, ia dengan khusyu memanjatkan do'a kepada Tuhannya.Hari ini adalah hari terakhir dimana Mazaya beserta rombongan jamaah yang lainnya melaksanakan ibadah umrah. Selama menjalani ibadah umrah Mazaya sama sekali tidak menghiraukan ponsel miliknya, hanya sesekali saja ia memotret Kota Makkah dan hanya sekali ia abadikan pada story sosial media."Mbak Mazaya sama Mas Gema masih sama - sama single, siapa tau nanti ketemu lagi di Indonesia dan berjodoh." Ucap salah satu Wanita paruh baya jamaah Umroh saat sesi makan malam berlangsung."Do'a baik memang dianjurkan,
Beberapa hari menikmati masa cuti untuk beribadah Umrah dan jalan - jalan di Turki. Dan hari ini Mazaya bersama Eran serta rombongan telah sampai di Bandara Soekarno Hatta. Karena kedua orang tuanya belum juga menjemput, Ia dan Eran menunggu disebuah Cafe sembari mengganjal perut yang sudah lapar. Mengapa ia tidak beli di Restaurant saja? Karena sang Ibu sudah menjanjikan untuk memasakkannya Sambal goreng kentang dengan hati sapi, ya tentu saja ia tidak ingin melewatkan menu favoritnya.Sebuah ponsel berbunyi, namun bukan ponsel miliknya. Saat ia mencari, terdapat sebuah ponsel dibawah tempat duduknya. Ia dan Eran saling pandang, dan berakhir mengangkat panggilan yang ada di ponsel tersebut."Selamat pagi." Katanya, ia tidak mengucap salam karena belum tentu sang penelepon seorang muslim.[0812xxxxx : Selamat pagi, Alhamdulillah ada yang mengangkat telepon saya.] Seru sang penelepon."Apa Bapak mengenal pemilik HP ini?" Tanya Mazaya.[081
Setelah menunggu hampir kurang lebih satu jam, Kakak Beradik itu telah sampai di Kediaman kedua orang tuanya. Raut wajah lelah tergambar nyata pada wanita muda yang tengah menyeret koper miliknya. “Assalamu’alaikum.” Seru keduanya. “Wa’alaikum salam. Eh anak ganteng sama anak cantik Bunda udah pulang, capek?” Farida mencium pipi kanan kiri Mazaya setelah keduanya salim dengan sang Ibu. “Capeknya waktu nunggu jemputan.” Gerutu Mazaya sembari melirik kearah Mafaza. Ya , mereka berdua dijemput oleh Mafaza dan Liam. Bukan dengan kedua orang tuanya. “Duh ilah gitu aja ngeluh. Makan sana, Bunda udah masakin makanan favorit elo.” Mazaya memilih berganti pakaian terlebih dahulu baru lah ia menyantap makanan yang telah disediakan oleh Farida – Ibunya. Eran pun juga tengah bersiap untuk makan setelah bermain dengan putra semata wayangnya “Zaya abis nolongin orang tuh, kali aja Bapak – bapak tadi punya anak laki.” Ledek Eran.
"Jen. Jena!" Sontak Rinda memanggil Jena dengan suara sedikit keras.Mazaya yang tadinya berada tak jauh dari meja itu, sontak berlari kearah Tim nya untuk memastikan apa yang terjadi disana sehingga membuat beberapa orang berkerumun."Jen.. Jena.. Ini kenapa bisa begini?" Mazaya menatap semua timnya secara bergantian."Kita juga gak tau Bu Bos, dia ketawa paling kenceng tadi. Tiba - tiba aja jadi kayak gini." Jelas Rendi."Yaudah bawa ke Rumah Sakit Bakti Wiayata, cuma Rumah Sakit itu yang deket dari sini." Kondisi Jena saat ini adalah wanita muda itu tidak dapat menutup mulutnya, sembari menangis meratapi nasib ia dipapah oleh Rendi dan Rosa. Sedangkan Rinda membawa barang bawaan ketiga rekan timnya."Jia.. Jia..." Mazaya menghampiri salah satu Pegawai di Restaurant itu sembari berjalan keluar."Ya Bu Mazaya, ada yang bisa saya bantu?""Saya titip mobil, biar Pak Kamim yang ambil mobilnya." Mazaya menyerahkan
Keempat rekan tim nya telah pergi berlalu meninggalkan Mazaya di Loby Rumah Sakit. Saat tengah mengotak atik ponselnya untuk memesan Taksi online, seorang pria tinggi berbadan tegap dengan aroma khas yang familiar diindera penciumannya tengah berada tepat disebelahnya."Saya antar saja, sudah malam." Kata Daffa yang membuat Mazaya mengalihkan atensinya pada suara tersebut."Aku udah pesen taksi online." Kata Mazaya sembari memperlihatkan aplikasi didalam layar ponselnya. Dengan gegas Daffa meraih ponsel milik Mazaya dan membatalkan pemesanan, untung saja belum ada driver yang menerima."Apa - apaan sih?""Ayo kita bicara." Ajak Daffa."Apa yang harus dibicarakan lagi sih Mas? Kita udah selesai, jangan sampai ada fitnah. Aku gak mau berurusan sama Istrimu itu!" Mazaya memang terkesan ceplas ceplos saat berbicara, terlebih saat ia tidak menyukai seseorang yang tidak ada angin tidak ada hujan mencoba untuk bermusuhan dengannya."Zay
Daffa mencoba menghubungi rekannya, kebetulan Cafe tersebut milik rekan dekatnya sesama Dokter di Rumah Sakit Bakti Wiyata. Ingin sekali ia memastikan sesuatu, dan sekarang ia tengah meluncur menuju ke Cafe dimana ia makan bersama Ratih setelah Fitting baju pengantin.Lima belas menit berlalu hingga saat ini ia tengah berada di Parkiran Cafe tersebut. Cukup ramai meski bukan hari libur, dengan segera ia menghampiri salah satu pegawai yang telah ditunjuk oleh Gema - rekan dekatnya."Pak Daffa?" Seorang pria menghampirinya."Iya, Mas Nino?""Betul Pak, tadi Pak Gema sudah bilang buat bantuin Bapak. Mari saya antar ke Ruang CCTV Pak.""Ah ya terima kasih."Setelah berjalan hingga menapaki anak tangga, tibalah mereka berdua disuatu Ruangan yang memang tidak besar dan tidak kecil dengan empat monitor didalamnya. Cafe milik Gema cukup luas, bahkan tidak pernah sepi pengunjung sehingga membutuhkan banyak CCTV disetiap sudutnya agar keam
Mazaya menautkan kedua alisnya, suara pria terdengar dari seberang sana. Namun ia sangat asing dengan suara tersebut."Iya saya Mazaya, dengan siapa?"[0822XXXXX : Halo Mazaya ini saya Gema.]"Oh hai Mas Gema, ada yang bisa dibantu?"[0822XXXXX : Enggak Mazaya, saya cuma mau simpan nomor kamu boleh?]"Emmm.. Iya silahkan Mas."[0822XXXXX : Kamu sibuk Mazaya?]"Kebetulan lagi mau jalan anter Saudara." Mazaya mengatakan hal itu sembari melirik kearah luar mobil dan mendapati Mafaza masuk kedalam mobil dengan dibantu Burhan - sang Ayah."Jangan ngebut, kasihan Mafaza Zay." Peringat Burhan."Iya Yah." Jawabnya sembari menjauhkan ponselnya.[0822XXXXX : Maaf ganggu, nanti kita sambung kembali Mazaya. Assalamu'alaikum.]"Wa'alaikum salam.""Siapa yang hubungi lo?""Ada kenalan waktu Umrah kemaren.""Cowok?""Iya." Mazaya manggut - manggut sembari mengopera
"Permisi.. Gimana Za?" Seorang wanita masuk dan langsung menghampiri Saudara kembarnya."Wah saya baru liat orang kembar semirip ini." Kata seorang perawat dengan kagum."Mazaya?" Gema mengenali wanita yang baru saja masuk itu. Pantas saja Mafaza sangat mirip dengan Mazaya, rupanya mereka saudara kembar."Mas Gema?" Mazaya mengalihkan pandangan pada pria berjas putih dibalik meja."Oh jadi yang dimaksud wanita yang Dokter kenal dan mirip saya itu Mazaya?""Iya Bu Mafaza anda benar.""Mazaya adik saya, kami kembar.""Ah benar - benar suatu kebetulan." Kata Gema sembari mencuri pandang kearah Mazaya, sedangkan wanita muda itu hanya tersenyum canggung.Pemeriksaan telah selesai dilakukan, hasil akhir Mafaza adalah wanita itu tengah hamil dan usia kandungannya sudah memasuki lima minggu. Masih sangat rawan memang, jadi Mazaya sebisa mungkin menjaga calon keponakan didalam perut Mafaza."Anak gue aja uda mau