Zivanka merasa lega karena stok buncis dan tempenya masih banyak.
Ketiga kalinya masih saja gagal karena tumis kepedesan dan ternyata pas diangkat belum matang buncisnya. Zivanka hampir menyerah. Dia memutuskan untuk menggoreng daging ayam terlebih dahulu yang dirasa lebih gampang.Setelah minyak hampir memenuhi wajan, ayam segera dia masukkan dan ternyata susah matang. Karena minyak belum panas.“Oh, iya. Tadi kan di video suruh tunggu minyak sampai panas.”Zivanka baru mengingat tutorial masak yang dia tonton. Dia angkat tuh potongan ayam, bermaksud menunggu minyak sampai panas.“Ah, sambil menunggu minyak panas, aku pipis dulu.”Santai saja Zivanka ke kamar mandi, begitu kembali ke dapur, asap sudah mengepul di atas wajan. Dia berlari dan mematikan kompor.“Untung tidak sampai kebakaran.”Setelah wajan dan minyak sudah menurunkan suhunya, Zivanka lekas menyalakan kompor lagi. Kali ini tuh si minyak tidak ditiMIB-17“Yah, habis airnya.”Tanpa merasa kepayahan, Zivanka lekas mengangkat galon isi untuk menggantikan galon yang kosong. “Assalamualaikum.” Tiba-tiba terdengar salam Azkio yang baru pulang kerja.Zivanka langsung menurunkan kembali galon isi dari tangannya.“Waalaikumsalam,” sahutnya riang dan berlari ke depan. Azkio sudah siap dengan kedua tangan yang direntangkan. Karena Zivanka akan melompat ke pangkuan. Tak ubahnya anak kecil yang menyambut sang papa pulang. “Papi selalu sibuk. Mana pernah aku diginiin waktu kecil. Pulangnya larut dan aku pasti sudah tertidur.” Cerita Zivanka pada suatu malam saat melakukan pillow talk bersama suami.“Ya udah, mulai sekarang tulis hal apa saja yang ingin kita lakukan bersama,” usul Azkio.Ternyata salah satunya, ya, seperti ini. Melompat ke pangkuan saat pulang kerja. Awal-awal tubuh Azkio sampai oleng karena tidak kuat menahan bobot tubuhnya. Namun, sekarang
Zivanka semangat menggunting. Memisahkan Lily dengan si anak laki-laki yang diprediksi kuat adalah suaminya."Selesai!" soraknya puas.Saat itulah Azkio datang, “lagi ngapain, Sayang?”Tanpa rasa bersalah, Zivanka menjawab lantang, “habis memisahkan suami dari pelakor.”“Maksudnya?”“Zivanka memperlihatkan foto yang diguntingnya.”“Astaghfirullah. Kenapa kamu gunting?”“Heh! Terus kamu mau dekat-dekat sama si Lily?”"Dekat bagaimana, Sayang?""Iya, ini kamu kan waktu kecil?" tunjuk Zivanka."Hem. Kenapa kamu bilang itu saya? Misal, kenapa kamu tidak bilang kalau saya yang ini?"Azkio menunjuk anak laki-laki gendut di foto."Ya, kamu pasti yang ini. Kamu itu tampan dari kecil ternyata. Lihat tuh, sama!" Zivanka mendekatkan potongan foto anak laki-laki tampan ke wajah Azkio, Nggak mungkinlah anak gendut yang jelek ini. Mirip dari mananya coba?" sambung Zivanka."Sayangn
MIB-18Tak ada lem, remahan nasi pun jadi. Begitulah Zivanka dalam bertanggungjawab menyatukan kembali foto yang telah dia paksa berpisah. Apakah Lily sang pemilik menerima? Tentu tidak.“Ih, kamu nyebelin!” Lily hendak memukul istri kakak angkatnya itu dengan tas selempang, tetapi Zivanka selalu berhasil menghindar.Jadilah keduanya saling kejar-kejaran di dalam rumah. Karena lari Zivanka yang begitu cepat, posisi mengejar jadi terbalik.“Astaghfirullah. Ziv, kenapa Lily dikejar-kejar?" Fatimah yang sedang rehat pun terpaksa keluar kamar.Keduanya pun menoleh dan berhenti sejenak. Barulah sadar kalau seharusnya Zivanka yang dikejar, bukan sebaliknya.“Eh, kebalik Umm.”Mereka melanjutkan kembali aksi kejar-kejarannya dengan Lily mengejar kembali Zivanka. Masih dengan sebuah tas di tangan yang ingin dilayangkan.“Stop!” perintah Fatimah seketika jadi rem dadakan bagi mereka.“Iya, Mi.”“Duduk!”
Azkio membuang napas."Kamu sendiri, seandainya Arfan masih ada, lalu papi pilih Arfan, mau juga nikah sama dia?""Ya, mau gimana lagi. Aku sih, iya-iya saja kalau papi yang perintah. Kan anak yang berbakti."Azkio menghela napas berat. Harga dirinya sebagai lelaki merasa terendahkan. Dulu, dia sangat sedih saat Arfan pergi dari panti, karena mereka memang berteman dekat. Sekarang, justru dia merasa bersyukur."Sayangnya sekarang kamu sudah jadi istri saya dan jangan harap bisa lepas," tegas Azkio dengan rahang sedikit mengeras.Zivanka yang biasanya loading kayak jaringan internet di pedalaman kali ini cepat tanggap."Seandainya Arfan masih ada, lalu kamu lebih rela Lily tetap naksir padanya atau papiku yang pilih Arfan untuk mantunya?""Kalau ada Arfan, bersyukur Lily bisa bersamanya, jadi aku tidak perlu merasa bersalah karena lebih memilihmu."Seketika senyum mengembang, membuat hidung Zivanka kembung-kempis
MIB-19Zivanka terus kian mendekat. Rasa penasarannya muncul, tapi mungkin tak bisa mendesak untuk saat ini.“Honey, kamu sedang apa?” tanya Zivanka tahu-tahu sudah berdiri di hadapan suaminya.Azkio yang tengah fokus memandangi layar ponsel terperanjat. Dia terlihat gugup dan terkesan ada yang disembunyikan.“Oh, ini sedang mengecek surel kerja sama.”“Barusan yang telepon siapa?” Zivanka menyelidik.“Bukan siapa-siapa.” Intonasi Azkio terdengar sekali panik, “ayo, kita mandi dulu,” lanjutnya mengalihkan.Selama mandi bersama pun Azkio terasa berbeda. Biasanya dia suka melayangkan candaan kepada istri. Kali ini hanya seperlunya saja. Mandi yang cukup singkat.“Honey, mau kemana?” Zivanka bertanya karena melihat Azkio sudah tampil rapi seperti hendak keluar.“Ada urusan dulu sebentar. Tunggu di rumah, ya!”“Urusan apa?”“Biasa pekerjaan.”Zivanka tidak ada pilihan selain patuh
“Sayang, ini ujian buat rumah tangga kita.” Azkio terus memeluk untuk menenangkan meski berulang kali Zivanka berontak. Saat stok energinya habis, Zivanka terkulai lemas. Namun, saat ditawari minum pun dia menolak. Memilih bungkam dan pergi ke kamar.Lama Azkio menatap wajah kuyu Zivanka. Sedikit pun Azkio tak menyalahkan istrinya itu. Dia terus membelai surai istrinya dan mulai bercerita sebuah kisah Nabi. Meski mata Zivanka terpejam, tetapi yakin dia tidak tidur."Sayang, pernah dengar kisah Nabi Ayub?"Tentu saja Zivanka tak menyahut. Azkio melanjutkan ceritanya. Nabi Ayub dianugerahi harta yang melimpah. Selain kaya, Nabi Ayub juga dikenal sangat dermawan dan suka menolong. Suatu hari Allah mengujinya dengan mengambil kembali semua hartanya. Tak cukup sampai di situ, Allah juga mengujinya dengan suatu penyakit yang sampai membuat semua orang menjauh. Terusirlah Nabi Ayub beserta istri. Saking miskin dan tak memiliki apapun untuk dit
MIB-20Zivanka dan Azkio dipanggil menghadap Baskara. Tentu kabar menggemparkan perihal putrinya yang Badung dinikahi seorang ustaz sudah sampai kepadanya. Bahkan sudah lebih dari itu. Baskara sendiri sudah mulai merasakan dampak negative dari pemberitaan buruk tersebut. Lawan main politiknya memanfaatkan momen untuk menjatuhkan.Namun, Baskara yang sudah benar-benar hijrah tidak terlalu memusingkan karir politik berikut hartanya. Hanya saja pikiran ikut berat saat memikirkan nasib pernikahan Zivanka yang masih seumur jagung.“Bagaimana kabarnya, Ustaz Mantu?” Baskara membuka obrolan.“Alhamdulillah, baik. Maaf kalau saya dan Ziva jarang bersilaturahmi.”“Oh, tak masalah. Oya, jujur … Papi kepikiran terus dengan kalian. Mantu, tidak akan menceraikan Ziva, kan?” tembaknya sampaikan apa yang jadi beban pikiran.“Astaghfirullahaladzim. Tidak, Pi. Insya Allah, saya akan terus membersamainya.”“Alhamdulillah, ya, Rabb.” Baska
“Mami,” sahut Baskara dengan mulut penuh terisi.“Lah, emang si bibi kemana?”"Lagi pulang kampung, anaknya sakit." Mira menjelaskan sambil sibuk membersihkan wajah dengan tisu."Perasaan tuh si bibi sering banget pulangnya. Mami sih, terlalu manjain pembantu.""Bukan manjain, Ziv. Sekarang anaknya memang sakit-sakitan."Sebetulnya dari dulu anak si bibi sudah sakit-sakitan, tetapi jarang sekali pulang karena Zivanka yang melarang. Baskara dan Mira yang sebelumnya jarang di rumah, tidak begitu memerhatikan.Sementara Azkio masih syok dengan pemandangan di depannya. Baik Zivanka atau Mira sama sekali tidak menyinggung perkara semburan barusan. Padahal Azkio anggap itu sangat tidak beradab. Mereka malah terlihat santai seperti sudah biasa.“Ziv, ayo minta maaf sama mami!” perintah Azkio berbisik, tetapi masih terdengar.“Minta maaf apaan?” Zivanka wajah tanpa dosa.“Barusan itu tidak sopan.”“Oh.