Zivanka semangat menggunting. Memisahkan Lily dengan si anak laki-laki yang diprediksi kuat adalah suaminya.
"Selesai!" soraknya puas.Saat itulah Azkio datang, “lagi ngapain, Sayang?”Tanpa rasa bersalah, Zivanka menjawab lantang, “habis memisahkan suami dari pelakor.”“Maksudnya?”“Zivanka memperlihatkan foto yang diguntingnya.”“Astaghfirullah. Kenapa kamu gunting?”“Heh! Terus kamu mau dekat-dekat sama si Lily?”"Dekat bagaimana, Sayang?""Iya, ini kamu kan waktu kecil?" tunjuk Zivanka."Hem. Kenapa kamu bilang itu saya? Misal, kenapa kamu tidak bilang kalau saya yang ini?"Azkio menunjuk anak laki-laki gendut di foto."Ya, kamu pasti yang ini. Kamu itu tampan dari kecil ternyata. Lihat tuh, sama!" Zivanka mendekatkan potongan foto anak laki-laki tampan ke wajah Azkio, Nggak mungkinlah anak gendut yang jelek ini. Mirip dari mananya coba?" sambung Zivanka."SayangnMIB-18Tak ada lem, remahan nasi pun jadi. Begitulah Zivanka dalam bertanggungjawab menyatukan kembali foto yang telah dia paksa berpisah. Apakah Lily sang pemilik menerima? Tentu tidak.“Ih, kamu nyebelin!” Lily hendak memukul istri kakak angkatnya itu dengan tas selempang, tetapi Zivanka selalu berhasil menghindar.Jadilah keduanya saling kejar-kejaran di dalam rumah. Karena lari Zivanka yang begitu cepat, posisi mengejar jadi terbalik.“Astaghfirullah. Ziv, kenapa Lily dikejar-kejar?" Fatimah yang sedang rehat pun terpaksa keluar kamar.Keduanya pun menoleh dan berhenti sejenak. Barulah sadar kalau seharusnya Zivanka yang dikejar, bukan sebaliknya.“Eh, kebalik Umm.”Mereka melanjutkan kembali aksi kejar-kejarannya dengan Lily mengejar kembali Zivanka. Masih dengan sebuah tas di tangan yang ingin dilayangkan.“Stop!” perintah Fatimah seketika jadi rem dadakan bagi mereka.“Iya, Mi.”“Duduk!”
Azkio membuang napas."Kamu sendiri, seandainya Arfan masih ada, lalu papi pilih Arfan, mau juga nikah sama dia?""Ya, mau gimana lagi. Aku sih, iya-iya saja kalau papi yang perintah. Kan anak yang berbakti."Azkio menghela napas berat. Harga dirinya sebagai lelaki merasa terendahkan. Dulu, dia sangat sedih saat Arfan pergi dari panti, karena mereka memang berteman dekat. Sekarang, justru dia merasa bersyukur."Sayangnya sekarang kamu sudah jadi istri saya dan jangan harap bisa lepas," tegas Azkio dengan rahang sedikit mengeras.Zivanka yang biasanya loading kayak jaringan internet di pedalaman kali ini cepat tanggap."Seandainya Arfan masih ada, lalu kamu lebih rela Lily tetap naksir padanya atau papiku yang pilih Arfan untuk mantunya?""Kalau ada Arfan, bersyukur Lily bisa bersamanya, jadi aku tidak perlu merasa bersalah karena lebih memilihmu."Seketika senyum mengembang, membuat hidung Zivanka kembung-kempis
MIB-19Zivanka terus kian mendekat. Rasa penasarannya muncul, tapi mungkin tak bisa mendesak untuk saat ini.“Honey, kamu sedang apa?” tanya Zivanka tahu-tahu sudah berdiri di hadapan suaminya.Azkio yang tengah fokus memandangi layar ponsel terperanjat. Dia terlihat gugup dan terkesan ada yang disembunyikan.“Oh, ini sedang mengecek surel kerja sama.”“Barusan yang telepon siapa?” Zivanka menyelidik.“Bukan siapa-siapa.” Intonasi Azkio terdengar sekali panik, “ayo, kita mandi dulu,” lanjutnya mengalihkan.Selama mandi bersama pun Azkio terasa berbeda. Biasanya dia suka melayangkan candaan kepada istri. Kali ini hanya seperlunya saja. Mandi yang cukup singkat.“Honey, mau kemana?” Zivanka bertanya karena melihat Azkio sudah tampil rapi seperti hendak keluar.“Ada urusan dulu sebentar. Tunggu di rumah, ya!”“Urusan apa?”“Biasa pekerjaan.”Zivanka tidak ada pilihan selain patuh
“Sayang, ini ujian buat rumah tangga kita.” Azkio terus memeluk untuk menenangkan meski berulang kali Zivanka berontak. Saat stok energinya habis, Zivanka terkulai lemas. Namun, saat ditawari minum pun dia menolak. Memilih bungkam dan pergi ke kamar.Lama Azkio menatap wajah kuyu Zivanka. Sedikit pun Azkio tak menyalahkan istrinya itu. Dia terus membelai surai istrinya dan mulai bercerita sebuah kisah Nabi. Meski mata Zivanka terpejam, tetapi yakin dia tidak tidur."Sayang, pernah dengar kisah Nabi Ayub?"Tentu saja Zivanka tak menyahut. Azkio melanjutkan ceritanya. Nabi Ayub dianugerahi harta yang melimpah. Selain kaya, Nabi Ayub juga dikenal sangat dermawan dan suka menolong. Suatu hari Allah mengujinya dengan mengambil kembali semua hartanya. Tak cukup sampai di situ, Allah juga mengujinya dengan suatu penyakit yang sampai membuat semua orang menjauh. Terusirlah Nabi Ayub beserta istri. Saking miskin dan tak memiliki apapun untuk dit
MIB-20Zivanka dan Azkio dipanggil menghadap Baskara. Tentu kabar menggemparkan perihal putrinya yang Badung dinikahi seorang ustaz sudah sampai kepadanya. Bahkan sudah lebih dari itu. Baskara sendiri sudah mulai merasakan dampak negative dari pemberitaan buruk tersebut. Lawan main politiknya memanfaatkan momen untuk menjatuhkan.Namun, Baskara yang sudah benar-benar hijrah tidak terlalu memusingkan karir politik berikut hartanya. Hanya saja pikiran ikut berat saat memikirkan nasib pernikahan Zivanka yang masih seumur jagung.“Bagaimana kabarnya, Ustaz Mantu?” Baskara membuka obrolan.“Alhamdulillah, baik. Maaf kalau saya dan Ziva jarang bersilaturahmi.”“Oh, tak masalah. Oya, jujur … Papi kepikiran terus dengan kalian. Mantu, tidak akan menceraikan Ziva, kan?” tembaknya sampaikan apa yang jadi beban pikiran.“Astaghfirullahaladzim. Tidak, Pi. Insya Allah, saya akan terus membersamainya.”“Alhamdulillah, ya, Rabb.” Baska
“Mami,” sahut Baskara dengan mulut penuh terisi.“Lah, emang si bibi kemana?”"Lagi pulang kampung, anaknya sakit." Mira menjelaskan sambil sibuk membersihkan wajah dengan tisu."Perasaan tuh si bibi sering banget pulangnya. Mami sih, terlalu manjain pembantu.""Bukan manjain, Ziv. Sekarang anaknya memang sakit-sakitan."Sebetulnya dari dulu anak si bibi sudah sakit-sakitan, tetapi jarang sekali pulang karena Zivanka yang melarang. Baskara dan Mira yang sebelumnya jarang di rumah, tidak begitu memerhatikan.Sementara Azkio masih syok dengan pemandangan di depannya. Baik Zivanka atau Mira sama sekali tidak menyinggung perkara semburan barusan. Padahal Azkio anggap itu sangat tidak beradab. Mereka malah terlihat santai seperti sudah biasa.“Ziv, ayo minta maaf sama mami!” perintah Azkio berbisik, tetapi masih terdengar.“Minta maaf apaan?” Zivanka wajah tanpa dosa.“Barusan itu tidak sopan.”“Oh.
MIB-21Dalam keadaan sulit, Zivanka terpaksa harus merelakan lembaran uang merah. Pelanggan yang salah potong rambutnya meminta ganti rugi. Dari satu juta, akhirnya bisa dinego sampai lima ratus ribu. “Sudah untung saya ini baik hati. Tidak memviralkannya di medsos,” gertak si korban.“Sekali lagi saya minta maaf, Mbak. Ini karyawan baru, jadi tolong maklum.” Si pemilik salon merasa sangat bersalah.Kesalahannya itu fatal. Heran, kok ada orang macam dia. Usai menerima ganti rugi untuk rambutnya, pelanggan itu gegas pergi. Zivanka sendiri dipanggil ke ruangan pemilik salon."Begini, dengan sangat menyesal saya harus—""Saya mengundurkan diri. Jadi mohon jangan merayu agar saya tetap kerja di sini." Zivanka menyela menyelamatkan harga diri.Si pemilik salon sampai menganga. Manusia di depannya benar-benar unik bin langka. Padahal dia mau memecat, loh. Kenapa jadi keduluan pengunduran diri?"Maksud saya
MIB-22"Tentu saja saya akan penuhi janji itu." Azkio mengembus napas, "jika seandainya tidak ada Zivanka," lanjutnya bersamaan terdengar suara bunyi vas bunga yang pecah. Obrolan otomatis terhenti. Azkio lekas bangkit dari kursi untuk memeriksa."Ziva!" Matanya membeliak."Penipu!" Teriak Zivanka murka karena tak sempat mendengar lanjutan kalimat Azkio. Kemudian dia pun berlari meninggalkan rumah Fatimah.Azkio yang hendak mengejar di tahan Lily. Dia berdiri menghalau tepat di depannya."Tunggu! Obrolan kita belum selesai.” Lily bersikukuh."Semuanya sudah selesai saat saya menikah. Kamu paham!” tegas Azkio dengan nada tinggi."Maksud kak Kio?” Suara Lily mendadak serak.“Saya tidak pernah berniat menikah lagi.”Seolah tak percaya dengan apa yang baru saja di dengar, Lily langsung luruh ke lantai. Sementara Azkio berlari untuk mengejar istrinya. Tahu sendiri lari Zivanka itu lumayan kencang,