Bai Jia merasakan ada sesuatu yang menyentuh punggungnya. Dia reflek berbalik dan mendapati seseorang menyerangnya dengan pedang.
Tidak, itu bukan orang. Itu … patung batu yang hidup.
Belum sampai Bai Jia mencerna dan meyakini apa yang dia lihat, patung itu sudah lebih dulu menyerangnya. Bahkan, kini sudah tidak hanya satu, melainkan patung-patung lainnya yang ada di gua itu satu per satu mulai hidup dan ikut menyerangnya.
“Apa-apaan ini?” batin Bai Jia.
Mustahil patung bisa bergerak seperti layaknya manusia. Namun, kenyataan bahwa saat ini Bai Jia tengah berusaha menghindari serangan patung-patung tersebut tidak dapat ditepis.
Bai Jia yang tidak memiliki tenaga dalam memang membuatnya tidak bisa belajar jurus seperti saudara-saudara seperguruannya. Namun, jika hanya teknik dasar mempertahankan diri, dia masih mampu melakukannya.
TING! ... TING!
Denting pedang yang bertemu dengan bebatuan gua terdengar nyaring dan menggema. Cukup lama Bai Jia hanya lari dan menghindar, kini tenaganya mulai habis.
“Aku sudah lelah, aku tidak bisa terus menghindar.”
Bai Jia terus berusaha mencari celah untuk bisa keluar dari aula gua itu. Namun, yang dia dapatkan justru sayatan pedang pada lengannya.
“Argh!” teriak Bai Jia.
Lengan yang mengucurkan darah dan rasa sakit yang dirasakan membuat Bai Jia hilang konsentrasi. Di depan matanya kini terdapat ujung pedang.
Bai Jia kaget–”Ah!”
Bai Jia menarik kepalanya ke belakang hingga membuat tubuhnya tidak seimbang dan jatuh. Belum sempat ia bangkit kembali, Bai Jia sudah harus menghindari serangan para patung hidup.
Tidak ada jalan lain untuk melarikan diri selain mengesot menaiki anak tangga menuju altar. Patung-patung itu terus mengejar Bai Jia hingga dia sampai di atas altar.
Bai Jia berhenti ketika punggungnya sudah menabrak patung tempat pedang bercahaya tadi tertancap. Keadaan yang mendesak pada akhirnya membuat Bai Jia memperoleh keberanian untuk menarik pedang tersebut. Meskipun tahu dirinya tidak bisa menggunakan jurus pedang, tapi ia pikir tidak ada salahya jika dicoba.
“Hiya ...!”—Bai Jia menarik pedang itu sekuat tenaga.
TING!
Kini deru pedang dengan pedang yang menggema di dalam gua tersebut. Bai Jia berhasil menarik pedang tadi dan menghalau serangan patung yang menyasarnya.
Cahaya yang lebih menyilaukan daripada sebelumnya memancar dari pedang yang Bai Jia pegang. Semua patung yang ada di dalam gua itu pun tiba-tiba diam tidak bergerak dan hancur.
Bersamaan dengan itu, Bai Jia merasakan sengatan listrik yang menjalar ke tangan dan sekujur tubuhnya. Teriakannya semakin menjadi seiring dengan rasa panas yang menyengat. Rasanya seperti tubuhnya sedang dibakar api yang berkobar, sangat panas.
Di tengah kejadian aneh yang menyiksanya itu, Bai Jia mendadak mengalami perjalanan spiritual. Jiwanya kembali ke masa lalu, ke tempat-tempat yang pernah menjadi saksi sejarah hidupnya.
Api, saat ini Bai Jia berdiri di tengah-tengah aula yang sedang dilahap api. Terdengar suara teriakan pilu seorang perempuan yang menggema di aula itu. Namun, Bai Jia tidak tahu dari mana sudara itu berasal.
Bai Jia menutup kedua telinganya dengan tangan yang gemetar. Air matanya jatuh merasakan kesedihan yang tiba-tiba menguasai hatinya itu.
Ketika mata Bai Jia tertutup, tiba-tiba ia mendengar suara berat seorang laki-laki. “Yan Jiang, putraku, kau harus hidup untuk membalaskan dendam kami!”
Terkejut dan penasaran, Bai Jia pun membuka matanya. Namun, kini dia sudah tidak lagi berada di aula penuh api itu.
Saat ini Bai Jia sudah berada di sebuah hutan gelap dan berkabut. Tidak lama kemudian kabut tersibak dan menampakkan dua orang–laki-laki dan perempuan–berpakaian serba putih. Bai Jia familiar dengan dua sosok tersebut.
“G-g-gu-ru Ketua?”
Meskipun hanya pernah melihat lukisan wajahnya, tapi Bai Jia yakin bahwa yang saat ini dia lihat ialah ketua dan wakil ketua Perguruan Lotus Putih. Mereka adalah orang tua Yu Er yang selama ini disebut meninggal karena Bai Jia.
Tidak ada suara yang keluar di antara mereka. Bai Jia masih sangat terkejut.
“Hiya!”
Terdengar suara kuda meringkik di kejauhan. Perlahan kabut kembali menebal dan menutup pandangan Bai Jia dari dua sosok yang amat terhormat itu.
“Ketua!” panggil Bai Jia. Namun, kini Bai Jia sudah kembali berganti tempat.
Saat ini Bai Jia berada di … entahlah, dia tidak tahu. Hanya ruang terbuka yang sangat luas dengan langit berwarna merah jambu dan awan putih.
“Sekarang aku di mana?”
“Bai Jia!”
Suara itu, Bai Jia mengenalinya. Dia berbalik–”Kakek Guru!”
“Hahaha!”
Tawa khas kakek tua itu selalu bisa menanangkan hati Bai Jia. “Di mana ini, Kakek?”
“Hanya suatu tempat,” jawab sang kakek guru, Tao Jin. “Kembalilah, Bai Jia! sudah waktunya menerima takdir barumu!”
Setelah mendapat perintah itu Bai Jia kembali merasakan sengatan listrik yang menjalari tubuhnya. Badannya kembali panas dan kesadarannya membawanya kembali ke tempat di mana dia berada, yaitu gua tadi.
Teriakan Bai Jia rupanya membuat gempa di sekitarnya. Gua itu bergetar dan mulai runtuh.
Bai Jia mengarahkan pedang yang dipegangnya ke atas seolah berusaha untuk menghujam langit. Hal tersebut menyebabkan sebuah retakan pada atap gua dan membuatnya terbelah hingga memperlihatkan langit malam di luar sana.
Bai Jia melompat keluar dari gua melalui celah itu. Tubuhnya yang kini terasa sangat ringan membuat Bai Jia dapat melayang di udara.
Energi yang selama ini tersegel di dalam tubuh Bai Jia akhirnya terlepas dan ikut memunculkan kembali jiwa iblisnya. Luka menganga di lengan kiri Bai Jia yang mengeluarkan darah merah kini menghitam berikut dengan urat-uratnya.
Bai Jia yang lemah sudah tidak ada lagi. Kini, yang ada ialah Bai Jia si keturunan iblis yang memiliki pusaka suci legendaris di tangannya.
“Aku butuh penjelasan.”
Bai Jia berjalan menuju Perguruan Lotus Putih. Dia berharap kakek gurunya bisa memberinya pencerahan. Namun, sesampainya di sana Bai Jai mendapati sesuatu yang mengejutkan. Perguruan yang selama kurang labih delapan belas tahun ia tinggali itu, kini tengah diserang iblis-iblis Diyu.
“Tidak! ... kakek, Yue Er.”
Semua guru dan murid Perguruan Lotus Putih berkumpul di aula teratai sesuai dengan perintah dari Tao Jin yang merupakan tetua perguruan. Semua orang hadir kecuali satu orang, Bai Jia. “Murid memberi hormat kepada para guru!”—semua murid mengepalkan tangan kanan dan menempelkannya ke telapak kiri di depan wajah mereka yang menunduk. Tao Jin tahu bahwa masih ada satu murid perguruannya yang belum datang. Dia lantas mencoba mencari tahu dari cucunya, Yue Er. “Yue Er, di mana Bai Jia?” Yue Er mengepalkan tangannya. Dia ingin sekali mengadu, tapi ia memilih menahan diri karena merasa momennya tidak tepat. “Maaf, Kek, Yue tidak tahu,” jawab Yue Er pada akhirnya, sambil menunjukkan gestru memberi hormat. “Hem ... begitu rupanya, baiklah.” Yue merasa berdosa telah berbohong kepada kakeknya. Dia berjanji akan meminta maaf dan jujur kepada sang kakek setelah pertemuan ini. “Semua murid perguruan Lotus Putih,”—Tao Jin mulai bicara dengan lantang dan keras—“kalian mungkin sudah mendengar
“Kakek Guru, apa yang terjadi?”—Bai Jia panik. Terdengar suara seperti orang mendengkur. Cukup lirih dan samar sampai Bai Jia harus diam untuk memastikannya. “Kakek?” Ternyata, setelah orang-orang Diyu meninggalkannya, Tao Jin dengan sisa tenaga dalamnya membekukan jantungnya agar tidak cepat berhenti berdetak. Dia berharap ada orang baik yang menemukannya sebelum ia benar-benar mati. Setelah semalaman bertahan hidup, pada akhirnya sungguh ada yang datang. Beruntunglah orang yang datang ialah seseorang yang Tao Jin kenal, yaitu murid istimewanya, Bai Jia. “Siapa yang melakukan ini, Kek?” tanya Bai Jia. Bai Jia mendekatkan telinganya ke mulut Tao Jin yang seperti ingin bicara. “Ta—n—shen,” ucap Tao Jin susah payah. Sunyi, tidak ada lagi suara yang keluar dari mulut Tao Jin. Bai Jia mencoba memeriksa kakek gurunya itu. Namun, rupanya sudah tidak ada lagi jantung yang berdetak. Sekarang Tao Jin sudah benar-benar meninggalkan dunia. “Tidak, jangan pergi! ... aku mohon, Kakek Guru,
Pasukan Diyu terkapar tak berdaya setelah bertarung dengan Bai Jia. Hal itu membuat sang pemimpin pasukan, Lou Yin murka.“Hiya!”Jenderal pasukan Diyu terbang ke arah Bai Jia sembari menghunuskan pedang. Namun, belum sampai ujung pedangnya menyentuh Bai Jia, dia sudah lebih dulu dihempas oleh energi gelap Bai Jia hingga jatuh terkapar ke tanah. “Uhuk!”—darah keluar dari mulut si jenderal. Lou Yin menatap Bai Jia. Dia melihat nyalang mata Bai Jia yang saat ini memiliki pupil berwarna merah. “Energi iblis yang begitu besar,” batin Lou Yin, “mustahil! bagaimana bisa? siapa dia?”Tidak hanya Lou Yin yang terkejut dan bingung, melainkan juga Jin Hao, Yue Er, Rouku dan para murid Lotus Putih lainnya. Pasalnya, orang yang saat ini bertarung dan mengalahkan salah satu jenderal iblis Diyu itu ialah orang yang selama hidupnya tumbuh tanpa adanya tenaga dalam.Bai Jia mengepalkan kedua tangannya. Dia berjalan mendekati Lou Yin. “Kau yang sudah membunuh para guru dan menghancurkan perguruan
“Kak Rouku?”“Apa yang kau sembunyikan?” tanya Rouku.“Tidak ada,” jawab Bai Jia.“Tunjukkan padaku!”Rouku mengulurkan tangannya untuk meminta barang yang disembunyikan Bai Jia. Namun, Bai Jia justru memalingkan wajahnya.“Tidak,” jawab Bai Jia tegas.“Berani kau sekarang padaku?”—Rouku kesal mendapat perlawanan dari orang yang selama ini ia tindas—“sekarang sudah tidak ada kakek guru yang bisa menolongmu, jadi jangan macam-macam padaku! ... kemarikan!”Rouku berusaha merampas pedang yang terbungkus pakaian Bai Jia itu, akan tetapi Bai Jia terus menghindarinya. Pada akhirnya pertarungan kecil pun tidak terelakkan.Sejak pertarungan siang tadi Rouku penasaran dengan kemampuan Bai Jia sekarang. Berhubung ada kesempatan, Rouku ingin sekali mencoba mengujinya sendiri. Meskipun yang dilakukan Bai Jia hanya menghindar, akan tetapi Rouku bisa merasakan perbedaan energi Bai Jia. Energi itu asing bagi Rouku. “Bagaimana dia mendapatkan tenaga dalamnya ini?” batin Rouku.Bai Jia yang terus me
“AAA ...!”Teriakan Jin Hao memenuhi hutan. Bai Jia bingung harus berbuat apa, dia tidak bisa melepaskan pedangnya dari genggaman tangan Jin Hao yang kini mengucurkan darah. Langit bergemuruh di atas sana membuat Bai Jia semakin panik—“Guru!”Tidak lama kemudian, sesuatu seperti tengah merasuki Jin Hao. Dia merampas Pedang Surga dari Bai Jia dan menghunuskannya ke perutnya sendiri.“Guru!”Bai Jia membeku di tempatnya. Dia syok melihat apa yang terjadi di depan matanya saat ini.Jin Hao jatuh berlutut di hadapan Bai Jia. Perlahan kesadarannya kembali dan meraih tangan Bai Jia. “Ba-i Ji-a!”Jin Hao kesakitan, rasanya seperti terbakar. Namun, dia tidak dapat menarik pedang itu sendiri Pedang tersebut menolaknya. Bai Jia yang melihat derita sang guru lantas dengan segera menarik pedangnya. Namun, bertepatan dengan itu ....“GURU!” Terdengar suara teriakan histeris. Bukan dari Bai Jia ataupun Jin Hao, melainkan dari seorang gadis yang saat ini menghampiri mereka. Yue Er, dia terkejut
Setelah hampir lima hari berjalan kaki, pada akhirnya Bai Jia tiba di Wuxia. Meskipun untuk sampai di pusat kota masih memerlukan waktu sekitar satu hari lagi, tapi setidaknya ia sudah sangat dekat dengan tujuannya. Namun, baru beberapa langkah Bai Jia menginjakkan kaki di hutan Wuxia, dia sudah dihadang oleh segerombolan orang.Ada sekitar sepuluh orang. Masing-masing dari mereka mengenakan topeng dengan pedang di tangan. “Siapa kalian?” tanya Bai Jia.“Kau tidak berhak bertanya demikian kepada kami anak muda!” ucap salah satu dari gerombolan itu, “aku yang seharusnya bertanya siapa kau dan untuk tujuan apa kau menginjakkan kaki di wilayah Wuxia?”Bai Jia mencoba memikirkan siapa kiranya orang-orang yang berhadapan dengannya saat ini. Apakah mereka ini orang baik atau orang jahat.Setelahnya, Bai Jia membuat postur hormat untuk menyapa—“Maafkan saya!” ucapnya, “saya ... saya hanya seorang pengembara dari negeri seberang, datang ke Wuxia karena ingin mencari seorang guru.”“Kau ke Wu
“Jangan!”—Bai Jia menahan tangan pria yang akan mengambil pedangnya—“pedang ini ... jahat.”Bukannya meletakkan kembali pedang tersebut, laki-laki itu justru melepaskan tangan Bai Jia yang mencengkeramnya. Tanpa mengatakan apapun, dia membuka kain yang membungkus pedang.Bai Jia berusaha bangkit untuk mengambil kembali pedangnya. Namun, sayangnya ia tidak bisa. Tubuhnya saat ini sangat lemah. Mau Tidak mau pedang itupun ter-ekspose. Cahaya matahari sore yang mengenai besinya pun memantulkan cahaya menyilaukan.“M-m-mustahil! ini Pedang Surga, ... tidak mungkin!”Laki-laki yang disebut oleh orang-orang sebagai Dewa Pedang Maha Tahu itupun mengerahkan tenaga dalamnya untuk membendung kekuatan Pedang Surga. Hal itu ia lakukan agar Pedang tersebut tidak mempengaruhinya.“Anak bodoh! bagaimana bisa kamu menyebut Pedang Surga sebagai pedang jahat? bukan pedangnya yang jahat, akan tetapi orang-orang di sekitarnya yang jahat,” kata si pria.Bai Jia tertegun, dia banyak terkejut hanya dalam s
“Bagaimana Anda bisa mengenali Pedang Surga? Anda juga bisa memegangnya.”Min Cun mencari alasan untuk diberikan kepada Bai Jia. Dia tidak ingin identitasnya sebagai Dewa Pedang Maha Tahu diketahui. Min Cun ingin mencoba menguji Bai Jia lebih dulu.“Mengenai itu ... kau tahu aku ini seorang pengrajin kayu, bukan? barang yang paling banyak kubuat adalah sarung pedang. Hal itu membuatku bisa mengenal banyak ahli pedang dan belajar dari mereka menganai berbagai jenis dan karakter pedang.”Selanjutnya, Min Cun bercerita kepada Bai Jia bahwa dia pernah bertemu dengan Dewa Pedang Maha Tahu, dan dari dialah ia mengetahui banyak hal di mana salah satunya adalah tentang Pedang Surga.“Anda pernah bertemu dengan Dewa Pedang?”—Bai Jia sangat bersemangat.“Hem, tentu saja, aku sudah puluhan tahun hidup di Wuxia jadi mana mungkin sekalipun belum pernah bertemu dengannya, apalagi pekerjaanku sangat erat kaitannya dengan pedang,” jawab Min Cun. Bai Jia mengangguk-angguk percaya. Sedangkan Min Cun,