“Apa Bapak sangat ingin menikah sampai sembarangan menawarkan saya 2 Miliar?” tanya Reyna yang terlihat sedikit kesal.
Andreas dengan cueknya menganggukan kepala, karena bagaimanapun dirinya harus menjadi pewaris resmi kekayaan keluarga Hilton yang telah dibangunnya dengan susah payah.“Saya harus menikah dalam waktu cepat ini, tawaran 2 Miliar itu belum termasuk dengan biaya hidup yang nantinya akan saya berikan,” ucap Andreas membuat Reyna jelas menggelengkan kepalanya menolak.“Diluar sana masih banyak wanita waras yang akan menerima perjanjian pernikahan semacam ini, kalau saya sudah jelas akan menolaknya karena saya bukan wanita normal,” ucap Reyna yang mencoba menahan kesalnya terhadap Andreas.Pria itu baru saja memberikan gambaran pernikahan tanpa cinta untuk Reyna yang begitu menghargai pentingnya sebuah pernikahan. “Saya hanya akan menikah dengan pria yang saya cintai,” ucap Reyna.Sedangkan Andreas malah tertawa dibuatnya. “Cinta, hal itu hanya akan membuatmu merugi Reyna. Contohnya seperti sekarang ini, kamu berniat membuang kesempatan mendapatkan uang untuk biaya rumah sakit adikmu hanya karena cinta,” ujar Andreas yang nampaknya tak suka dengan adanya sebuah kata cinta di hidupnya.“Apa sebelumnya Pak Andreas tidak pernah berpacaran?” tanya Reyna membuat bosnya terdiam seraya menelan salivanya.Reyna tersenyum miring ketika mengetahui kebenarannya. “Saya hanya akan mengingatkan kembali, kamu sedang membutuhkan biaya operasi adikmu dan tidak dapat dipungkiri bahwa biaya tersebut sangatlah besar,” ujar Andreas.“Kamu tidak mungkin bisa meminjam uang dengan jumlah sebesar itu kepada kenalanmu kecuali kamu mau menambah masalah dengan meminjam uang ke pinjaman non resmi di luar sana,” ucap Andreas kembali membuat Reyna seperti kembali disadarkan oleh keadaan.“Sebaliknya, keuntungan apa yang Bapak dapatkan jika menikahi wanita seperti saya?” tanya Reyna.Andreas tidak mungkin mengaku pada sekretarisnya bahwa selama ini dirinya tidak memiliki seseorang yang bisa ia percayai khususnya seorang wanita. Andreas membutuhkan wanita dengan cepat, seorang yang masih gadis dan bisa mudah diperdaya olehnya.“Siapa lagi memangnya kalau bukan kamu, selama ini saya merasa kamu sudah cukup mempelajari semua hal yang saya sukai dan tidak saya sukai,” ujar Andreas.“Reyna, kamu adalah wanita yang paling tepat,” ucap Andreas.Pintu lift terbuka, keduanya kini berpisah dan kembali pada pekerjaan masing-masing sampai pada waktu tertentu pihak rumah sakit terus menghubunginya untuk segera melunasi sisa pembayaran yang semakin menumpuk.Jam menunjukan pukul 3 sore, satu jam lagi Reyna sudah bisa pulang. Namun alangkah terkejutnya ia ketika mendapatkan sebuah panggilan di interkom yang tak lain adalah dari bosnya.“Masuk,” ucap Andreas pada Reyna sebelum mematikan panggilannya.Reyna akhirnya bangkit dari duduknya dan berjalan masuk menuju ke ruangan bosnya. “Bawakan barang-barang saya ke dalam mobil,” ucap Andreas membuat Reyna menganggukan kepalanya menurut.Reyna yang merasa bosnya akan segera pulang, ikut membawa tas nya ke lobi jadi wanita itu tidak perlu kembali lagi ke atas untuk mengambil barangnya. “Duduk di depan,” ucap Andreas pada Reyna ketika pria itu sudah berada di kursi pengemudi.Reyna menyerngitkan dahinya. “Bapak tidak berniat mengantar saya pulang bukan?” tanya Reyna dengan tertawaan kecilnya namun Andreas seakan tak mengelak pernyataan tersebut.Alhasil Reyna masuk ke dalam mobil bosnya yang mulai melaju keluar dari gedung perusahaan. Tidak sampai tiga puluh menit, Andreas ternyata membawa Reyna ke apartemen pria itu.Sesampainya di depan pintu apartemen, Reyna mendadak mengerem kakinya untuk masuk ke dalam. “Saya menunggu diluar saja,” ujar Reyna yang tidak di ambil pusing oleh Andreas.Namun setelah sekitar sepuluh menit menunggu di luar, Reyna mendengar ada beberapa kegaduhan dari dalam yang membuatnya cukup penasaran. “Apa terjadi sesuatu di dalam?” pikir Reyna.Reyna yang hendak masuk ke dalam malah ditabrak oleh seseorang dari dalam yang menggunakan pakaian serba hitam. Tak dapat melihatnya lebih jauh lagi, Reyna memilih untuk segera masuk ketika suara rintihan bosnya terdengar semakin jelas.Reyna menutup mulut dengan keduantangannya saat melihat darah di tangan bosnya. “Pak Andreas!” Teriak Reyna.Reyna membopong Andreas ke atas sofa dan menyenderkan tubuh bosnya disana. “Apa ada luka lain selain di tangan Bapak?” tanya Reyna seraya meraba tubuh Andreas yang masih terbalut jas.Andreas menggelengkan kepalanya. “Kalau begitu ayo saya antar ke rumah sakit,” ucap Reyna yang dengan cepat dibalas gelengan oleh Andreas.“Tidak bisa, jika kakek saya sampai mendengar berita ini bisa saja hal buruk terjadi pada pekerjaan saya,” ucap Andreas yang ingin merahasiakan kejadian penusukan barusan.Andreas bisa saja diturunkan dari tahtanya.Jika kakeknya tahu ada seseorang yang berusaha mencoba membunuhnya. “Jangan katakan kejadian ini pada siapapun,” ucap Andreas.Reyna mengangguk mengiyakan lalu mulai merawat luka Andreas. “Robekannya cukup besar, sepertinya harus dijahit?” ucap Reyna membuat Andreas menggelengkan kepala menolaknya.“Bapak takut ya?” goda Reyna membuat Andreas memicingkan matanya dengan tatapan tajam.Reyna menelan salivanya lalu melanjutkannya membalut luka Andreas seadanya sebelum Andreas memanggil dokter pribadinya. “Kamu tidak pulang?” tanya Andreas.Reyna menggelengkan kepalanya. “Saya harus memastikan Bapak masih hidup dengan begitu saya bisa pulang dengan tenang,” ucap Reyna.Karena, Reyna tidak mau menjadi pengangguran jika saja bosnya mungkin mati muda karena terbunuh. Sekitar dua puluh menit, seorang pria membuka pintu apartemen Andreas dengan napas tersenggal-senggal.“Siapa yang berani melakukannya?” tanya pria tersebut sebelum matanya kini terfokus pada Reyna.Pria tersebut berjalan mendekat seraya melirik Andreas seakan ingin pria itu menjelaskan siapa wanita yang berada bersamanya saat ini. “Kamu merawatnya dengan baik sebelum aku datang,” puji pria muda yang nampaknya adalah seorang dokter pribadi dari bosnya.“Aku harus menjahitnya sedikit,” ucap dokter muda itu pada Andreas.Andreas yang kini nampak pucat pasi semakin dibuat ling-lung ketika mendengar pernyataan itu. “Ken, kamu tahu aku tidak bisa,” ujar Andreas seraya menatap mata Ken.Reyna sedikit terkejut, Andreas yang selama ini ia pikir tak takut dengan apapun kini sedang memohon untuk tidak dijahit pada dokternya. “Saya yakin Bapak pasti bisa, saya melihat Pak Andreas selama ini tidak pernah takut melakukan hal apapun,” ujar Reyna membuat Andreas menatap dengan pucat ke arahnya.“Adik saya juga takut dijahit, tapi saya selalu bilang semua dokter akan menganjurkan hal paling baik untuk pasiennya,” ujar Reyna kembali sembari mengambil satu tangan Andreas dan menggenggamnya.Ken yang melihat Andreas mulai tidak fokus segera menyuntikan obat bius dosis kecil dan membuat Andreas sedikit melenguh.Sedangkan Reyna mulai merasakan genggaman Andreas yang semakin kuat di tangannya. “Ah,” lenguh Andreas ketika tangannya mulai dijahit sekitar dua sampai tiga jahitan.“Jahitan ini kecil dan akan sulit terlihat,” ucap Ken tak ingin Andreas khawatir.Selesai dari situ, Andreas diberikan beberapa obat seperti antibiotik. “Saya tidak tahu apa arti dirimu untuk Andreas dan begitu juga sebaliknya, tapi tolong rawat dia selama saya tidak disini,” ujar Ken.“Saya Reyna, sekretaris Pak Andreas. Maaf jika saya terlihat terlalu ikut campur, apa sebaiknya Pak Andreas dipindahkan saja dari rumah ini?” tanya Reyna.“Jam dua pagi ini saya ada penerbangan keluar negri, apa saya bisa menitipkannya ke tempatmu?” tanya Ken membuat Reyna nampak kebingungan.“Dia bukan tipe orang yang akan menyusahkan, jika mengenalnya dengan baik kamu pasti tahu itu Reyna,” ujar Ken sebelum pergi meninggalkan Reyna dan Andreas yang kini tengah tertidur pulas di atas pahanya.Andreas perlahan membuka matanya dan mengerjapkannya hingga berhasil melihat wajah sekretarisnya yang tengah tertidur. Saat akan menggerakan tangannya, pria itu melenguh kesakitan sembari melihat perban putih disana. “Pak Andreas sudah bangun?” ujar Reyna yang baru saja terbangun dari tidurnya karena merasakan ada pergerakan di pahanya. “Saya minta maaf karena tertidur di kakimu,” ucap Andreas membuat Reyna merasa telah salah dengar. Pak Andreas, untuk pertama kalinya pria itu mengeluarkan kata maaf kepadanya. “Sepertinya apa yang diucapkan dokter Ken ada benarnya,” ujar Reyna membuat Andreas menyerngitkan dahinya. “Kamu berbicara dengannya?” tanya Andreas yang diangguki Reyna. “Tentang keadaan Bapak dan dokter Ken meminta saya untuk membawa Pak Andreas ke tempat saya, saya merasa tempat ini tidak aman untuk ditinggali sendirian,” ujar Reyna. Andreas mencoba untuk bangkit dari tidurnya, dibantu oleh Reyna yang sedari tadi setia menunggu bosnya bangun. “Ternyata kamu bisa berpikir
Suara gelas terjatuh dari luar membuat Reyna segera bangkit dari kasur padahal jam sudah menunjukan pukul satu malam. Namun wanita ini seakan tahu bahwa ada seseorang di luar sana yang tengah merecoki area dapurnya. "Pak Andreas," panggil Reyna ketika melihat seorang lelaki dengan pakaian tidur warna pink tengah mencoba membuka kulkas dengan kedua siku tangannya. "Saya sudah bilang kalau mau sesuatu tinggal panggil saya," ucap Reyna membuat Andreas menganggukan kepalanya. "Saya pikir kamu sudah tidur, jadi saya berinisiatif membuat teh susu sendiri karena tidak bisa tidur," balas Andreas membuat Reyna menghela napasnya dengan berat. Reyna mempersilahkan Andreas untuk duduk terlebih dahulu di meja dapur sedangkan wanita itu mulai membereskan beberapa kekacauan yang dibuat bosnya sebelum menyeduh teh susu untuk Andreas. Selesai menyeduh, Reyna memberikan segelas teh susu dengan sedotan di dalamnya. Tidak sampai disana saja, Reyna bahkan memegangi gelas teh susu yang diminum Andreas
Andreas dan Reyna keluar dari instansi gedung tempat keduanya mendaftarkan pernikahan. “Kamu pasti masih bingung dengan semua yang baru saja kita lakukan,” ucap Andreas. Reyna menganggukan kepalanya. “Sepertinya saya belum sempat mengucapkan terimakasih, karena uang sebesar itu saya bisa melunasi perawatan berjalan Jeremy dan membayar hutang-hutangnya selama ini,” ucap Reyna. Andreas menelan salivanya, ia bahkan belum mengatakan bahwa Reyna harus melahirkan anak untuknya. Tapi melihat Reyna tak protes setelah menandatangi kontrak yang diberikannya seharusnya wanita itu tidak masalah dengan hal itu bukan. ‘Tidak mungkin dia belum membacanya.’ pikir Andreas. “Itu hanya bonus penandatanganan karena kamu mau menandatangani kontrak pernikahan dengan saya, selanjutnya saya akan tetap mengirimimu uang. Kamu sudah menjadi istri sah saya secara negara,” ujar Andreas. Reyna menganggukan kepala lalu membalas tatapan bosnya. “Saya merasa pernikahan ini harus dirahasiakan dari publik, pesta p
"Reyna, cepat kemari." panggil Andreas dengan wajah memerah. Reyna yang mau beristirahat akhirnya menghampiri bosnya dengan keadaan lelah. “Ada yang bisa saya bantu lagi, Pak Andreas?” tanya Reyna pada bosnya yang bukannya menjawab pertanyaannya, malah menarik tangannya hingga tubuh Reyna jatuh tepat di dada bosnya. Reyna terkejut dan hendak bangun menghindari Andreas namun pria itu tak membiarkannya pergi dengan mudah. “Kamu mau kemana, tidur bareng saya saja malam ini,” ujar Andreas membuat Reyna kebingungan malam itu. Reyna melirik sekilas wajah Andreas yang memerah. “Mulut Pak Andreas kok bisa bau alkohol?” tanya Reyna yang kebingungan karena sedari tadi bosnya berada di dekatnya seharian. “Panas sekali,” ujar Andreas membuat Reyna mencoba untuk melepaskan diri dari pelukan bosnya namun terasa tetap saja sulit. Andreas terdengar bergumam terus sedari tadi. “Tolong lepaskan pelukan Bapak,” ucapReyna yang tak ingin Andreas nanti menyesal di pagi harinya. Andreas tak berhenti m
Andreas dan Reyna kembali pulang menaiki bus, sebetulnya pria itu sudah meminta supir untuk menjemput mereka hanya saja sekretarisnya itu memaksa untuk kembali dengan bus saja. Melihat jika menunggu supir datang, pasti akan memakan waktu yang lama. Sesampainya di depan halte apatemen Andreas, keduanya berjalan sebentar hingga sampai ke tempat tinggal pria itu. “Saya sudah mengantarkan Bapak sampai disini, saya izin pulang dulu ya?” pamit Reyna pada Andreas yang menganggukinya. Belum sempat balik badan, seorang wanita paruh membuka pintu apartemen dari Andreas. “Mamah,” panggil Andreas yang sedikit panik karena kedatangan mendadak dari ibunya. “Apa kamu istrinya Andreas?” tanya wanita paruh baya tersebut pada Reyna tanpa berniat menyapa anak lekakinya lebih dulu. Andreas menghela napas berat lalu izin untuk membawa masuk Reyna lebih dulu ke dalam sebelul mengobrol di depan pintu. Setelah semuanya masuk, Andreas mengomeli ibunya yang selalu saja berkunjung tanpa memberitahukan diri
“Saya melihat sedikit penampakan tubuh istri Bapak dari belakang di dalam berita, saya akan coba ambil size yang sekiranya cocok. Jika terasa sempit Bapak bisa menghubungi kami untuk menukarnya dengan size yang lain,” ujar pelayan tersebut membuat Andreas mendadak salah tingkah.Setelah membayarnya Andreas segera mengambil paper bag yang berada di tangan pelayan tersebut lalu masuk ke dalam mobilnya. “Kenapa aku harus melakukan hal sememalukan itu?!” kesal Andreas kepada dirinya sendiri. Andreas menancapkan gas untuk kembali ke rumahnya, sesampainya disana pria itu tak menyapa ibunya yang masih nampak berkutat di dapur sendirian dan memilih masuk ke dalam kamarnya. Baru saja menutup pintu Andreas dibuat kaget dengan penampakan Reyna yang baru saja keluar dari kamar mandi, tubuhnya hanya dibalut handuk putih se-dada saja. “Kenapa keluar tanpa menggunakan pakaian dulu?” tanya Andreas. Reyna mendekat ke arah kasur seraya mengambil pakaiannya. “Saya lupa membawanya ke dalam,” ucap Reyn
Andreas terbangun perlahan sembari matanya menerawang ke arah depan tempat Reyna berada, namun nampaknya pria itu tak berhasil mendapati apa yang dicarinya. Suara hati mulai bertanya-tanya dimana gerangan Reyna saat ini. Andreas bangkit dari tidurnya, pria itu duduk sebentar di pinggiran kasur sebelum memilih untuk pergi keluar mencari keberadaan sekretarisnya. Setelah suara pintu utama apartemen terdengar terbuka, Andreas akhirnya mendapati dua wanita yang tak lain adalah Amera dan Reyna. "Habis dari mana kalian?" tanya Andreas. Reyna tertawa kecil. "Mama mengajak berbelanja dari pagi sekali, Kak Andreas aku bangunkan nggak bangun-bangun jadi kami naik taksi kesana," kata Reyna yang tengah menjelaskan pada Andreas. Andreas meminta Reyna masuk untuk mengobrol sebentar di kamar bersamanya sedangkan Amera memilih mencuci beberapa bahan belanjaan sekaligus mulai memasak sarapan. Di dalam kamar, Andreas nampak menyilangkan kedua tangan sembari menatap Reyna. "Seharusnya kamu tetap i
"Entahlah, sepertinya karena sekretarisku. Reyna, dia wanita yang kamu temui waktu di apartemenku kemarin, nampaknya dia membawa penyakit ini untukku." ujar Andreas. Ken mengganggukan kepalanya. “Tunggu sampai aku pulang, nanti kita bertemu,” ujar Ken pada Andreas dari sebrang telepon sebelum mematikan panggilan tersebut. Reyna nampaknya mengetuk pintu dari luar sebelum wanita itu masuk ke dalam kamar bosnya. “Makanan sudah siap,” ucap Reyna. Andreas terlihat diam dalam beberapa detik sebelum menganggukan kepalanya. “Mama, kapan dia mau pulang?” tanya Andreas membuat Reyna mengambil ponselnya dari kantong lalu memberikannya pada Andreas agar lelaki itu dapat melihatnya. “Tadi Mama minta pesankan tiket jam enam sore, dia mau saya mengantar sampai ke Bandara,” ucap Reyna pada Andreas yang nampak menghela napas berat. “Bapak tidak perlu ikut, biar saya saja yang antar Mama pakai taksi,” kata Reyna melanjutkan kembali ucapannya, namun Andreas menggeleng sembari pergi meninggalkan wan