"Kenapa, Sayang? K-kita lanjut ke rumah sakit, gak usah putar!" Haidar lumayan mempercepat laju mobilnya. Ciara pingsan membuat Haidar semakin khawatir. Ia mengingat-ingat apakah ada kesalahan makan dari istrinya. Namun, tidak ada hasil valid dalam otak. Bukan hanya khawatir dengan Ciara, tetapi benih yang baru saja tumbuh di perut istrinya. "Berchandya-berchandya, hahaha ... panik-panik!" ledek Ciara. "Aissshh! Kamu kalau bercanda jangan korbanin kesehatan, Cinta. Ini nggak baik." Haidar menghela napas panjang. "Mboten ngapusi. Aku beneran sakit, sakit karena ingin njenengan cium nih perutnya," timpalnya. "Ndredeg pol denger rintihan kamu, hhh. Sini Ocyang cium! Bilang aja langsung kalau minta begitu, gak usah pakai drama pingsan prank!" seru Haidar. Ada rasa sayang, cinta yang begitu besar untuk sang istri dan calon buah hati. Satu kata saja ada kata yang menyinggung keselamatan mereka, tentu rasa gundah bertahta dalam diri lelaki tampan yang berkedudukan sebagai suami dan calo
"Nggih, enak banget, Mam," jawab Haidar. "Dulu kamu suka kalau disuapin harus ada krupuknya," kata Sita. "Mam, Pap, Ocyang ... Ciara ke kamar dulu ya, tadi ada janji mau kasih materi buat temen kampus," ucap Ciara. Semua mengangguk dan tersenyum. Mertuanya juga bisa iseng, Sita sengaja melakukan hal tersebut. Haidar menyusul Ciara setelah ia beres makan. Saat itu, Sita dan Bunder baru mulai untuk menyantap makan siang. "WANITAKU, HANYA KAMU YANG BERHASIL MENGGALI CINTAKU. CEMBURUMU IALAH RODA MISTERI, MEMBERI ARTI BAHWA CINTA KITA TAK TERUSIK DUSTA YANG MENGHANGUSKAN KESUCIAN ASA." "Cia mboten cemburu!" Ciara acuh dan memainkan ponselnya. "Aku itu bicara sama kamu. Kenapa tatapannya ke ponsel?" Haidar mengambil ponselnya, tapi menggantinya dengan pelukan. "Arrggghh! Gerah, minggir!" pinta Ciara. "Ngaku dulu, kamu cemburu kan?" desak Haidar. "Cemburu napa mboten itu gak perlu diucapkan, harusnya njenengan sudah paham!" celetuknya. "Paham Sayang, tapi apa Ocyang salah? Coba tun
"Karena kita kan mau bantu Ciara sama Mama pilih jilbab," kilah Haidar. "I-iya, kita perlu pendapat Papa sama Haidar." Sita menginjak kaki Bunder sembari menariknya untuk kembali memilih. "Aa---" "Ada yang bisa dibantu Ma, oke Papa di sini. Maaf yo Le, kapan ngono aja direncanakan," lanjut Bunder. Sita paham dengan ucapan Haidar, mengenai ingin menjaga perasaan Ciara. Namun, Sita tidak paham mengenai perasaan Haidar yang campur aduk takut ada rencana buruk Spion di balik ajakannya. Pikirannya terarah ke kopi yang akan mereka minum bersama nanti. "Nggih, gak apa-apa. Kalau begitu Spion antar Toya mau beliin neneknya baju dulu. Assalamu'alaikum," kata Spion. "Wa'alaikumsalam." Ciara tersenyum ke Haidar setelah Toya dan Spion pergi. Ia lega, tidak ada yang cari perhatian lagi ke sosok-s
"Kamu lebih sayang suami apa orang asing itu?" tanya Haidar. "Kalau nggak sayang suami, gak mungkin aku nangis sampai seperti ini!" teriaknya. "Kalau menang sayang, dengarkan apa yang akan aku sampaikan. Dengarkan dengan baik, yaa … sini!" Haidar mengusap air mata istrinya dengan lembut. Kemudian menidurkan kepalanya dalam dekapan dada bidang Haidar. Belaian pun tak tertinggal sembari ia mengeluarkan kata-kata manis untuk sang istri. Sudah menjadi khasnya dalam menenangkan Ciara, Haidar menyentuhnya, memberi kenyamanan terlebih dahulu, baru menjelaskan perkara yang menyebabkan amarah istrinya melonjak. "Suamimu ini ke KUA karena ada urusan dengan orang KUA-nya yang mau membuka bisnis Ice Cream Ecool. Kebetulan tadi ada rapat mendadak ke luar kantor dan lewat KUA. Jadi, ke sana sekalian untuk TTD karena melihat orangnya dari jalan. Itu juga undangan palsu aja kamu kok percaya? Namanya aja salah, terus ini nama orang tua, jalannya, kacau. Kalau tetap gak percaya, ayo coba kita susul
"Pastinya, aku amuk njenengan!" sahut Ciara. "Hahaha, untung pulang yaaa, gak kebayang ngamukmu akan seperti apa," kata Haidar. "Kalau pulang malem karena lembur tak masalah, tapi kalau sampai tidur di kantor, dipastikan tujuh hari tujuh malam gak bisa tenang njenengan!" Ciara melotot ke suaminya. "Hehe, udah ngantuk berat, tidur! Inget anak kita," ucap Haidar. "Anakku bersahabat kok, masih mau melek, salah siapa dikagetin tadi ya, Nak." Ciara mengusap perutnya sendiri. "Kan udah dibilang juga, aku kangen Sayang, sini kukecup lagi!" pinta Haidar. Sepi, hanya terdengar suara mobil yang menderu. Setelah mereka berdua tertidur, hujan pun turun, suara petir membangunkan Ciara lagi. Ia kesal tidur, marah tidak jelas dan menyalahkan suaminya. DIERRR. "Allahu Akbar. Aaaaaaaa, petir! Huaaaaaaaaaa, kaget Oc!" Ciara mendekat ke Haidar. "Baca Al-Fatihah dulu," jawab Haidar. "Jadi gak bisa tidur lagi! Baru aja tidur, ada aja yang bikin kebangun! Semua gara-gara njenengan, aaaaarrrgh!" Ci
“Astaghfirullah! Mual lagi?”Terkadang, Haidar tidak tega menyaksikan Ciara yang bolak-balik kamar mandi untuk muntah. Ia menyaksikan langsung bagaimana perjuangan seorang perempuan yang sedang hamil. Haidar sering menangis dalam malamnya, bukan karena laki-laki cengeng yang cemen, tetapi karena terharu dengan semua perjuangan istrinya dan teringat akan perjuangan mamanya dulu saat mengandung dia.“Lelah aku, Oc. Huaaaaaaaa!” rintih Ciara.“Sabar, Nduk. Andaikan bisa menggantikan, rela tak gantikan posisimu ini.”“Masih ingat tandanya isim, Om?” tanyaCiara.“Nggih, masih. Kenapa?”“Bisa nggak tanda isim ditaruh di fiil?”“Mboten sagetlah. Kamu tuh lagi mual kenapa bahas isim, fiil?”“Karena yang sudah menjadi tandanya itu nggak bisa masuk ke kawasan yang bukan menjadi tandanya. Aku perempuan, Om la
"Boleh, mau nanya apa?" tanya Ciara."Misal anak kita beneran kembar tiga. Mau gak selang beberapa hari program lagi? Eh maksudnya setelah suci dari nifas," kata Haidar."Hahaha, mau Om berapa, sih?""Kamu nggak nolak? Ini hanya pertanyaan, kalau mau tolak ya tolak aja gak masalah, " sahut Haidar."Memangnya jawaban harus ditolak? Gak boleh diiyakan?""Ya boleh aja, memangnya juga beneran sanggup kamu misal segera hamil lagi setelah melahirkan?" tanya Haidar lagi."Hehe, siap kalau Om siap. Kalau masalah begituan, Om yang bisa lebih bijak.""Hhhh, tapi kamu yang ngerasain. Coba dibayangin, sanggup?""Bisa sanggup bisa tidak. Kalau Ocyangku ini sanggup, siap nggak siap bisa kok dijamin pasti Isbay juga sanggup."Masalah anak, Haidar memang ingin
"Ya ampun, mau Hai mau! Aku masih manusia waras yang tahu kepedulian, cuma ya, kalau aku mau nakal bisa banget manfaatin ini nomer ponsel kamu," ungkap Segara. "Hahaha, gak boleh nakal, inget bulan depan mau nikah," sahut Haidar. Sebenarnya, benar juga apa yang diucapkan Segara. Apalagi ini soal memegang jarak jauh tentang perempuan. Namun, Haidar sudah yakin hal tersebut bisa aman di tangan sahbatnya. Kalau hal ini ketahuan istrinya, sudah dipastikan habis muka Haidar. Ia tak mungkin mau hal tersebut terjadi, memilih untuk tidak chat atau kalau chat modelnya pasti dirubah. "Sebentar, sekarang aku mau chat dan telepon istri dulu. Kamu ... beli makanan sana!" pinta Haidar. Jadwal penerbangan masih belum mulai. Haidar memanfaatkan dengan chat dan telepon dulu, sebelum nomornya dibawa terbang ke Malaysia. Segara keluar sebentar untuk membeli makanan. Haidar: WANITAKU, KAMU KHAS SEKALI MENJADI IRAMAKU. IRAMA YANG TUTUR SAPANYA SELALU MENGGEMA, IRAMA YANG TAK PERNAH GAGAL MENJADIKAN LI