Brak! Brak! Brak!
Pintu utama rumah berlantai dua itu digedor tanpa ampun."Bagaimana ini, Pa?" Tampak sekali wajah ketakutan sang istri.“Harry! Buka! Keluar kamu! Aku tahu kamu ada di dalam!” Pelaku utama berteriak, kesabarannya mulai menipis.Harry membuka pintu dengan perasaan was-was dan takut. Bagaimana tidak, beberapa jam yang lalu mereka baru saja mendapat peringatan untuk segera melunasi hutang yang sudah lewat jatuh tempo.“Tu-tuan David!” seru Harry gugup.“Lunasi hutangmu pada Tuan Christian, segera!”“Maaf Tuan, kami hanya bisa mencicil seadanya seperti biasa,” balas Harry.Selama satu tahun ini, Harry telah mencicil hutang itu sebanyak 1 milyar rupiah.Harry Davendra memiliki hutang milyaran, belum termasuk bunga dan denda keterlambatan, pada konglomerat bernama Christian Hoover untuk menyelamatkan perusahaannya yang sudah kembang kempis terlilit hutang bank.Christian Hoover terkenal kejam dan tanpa ampun pada siapapun yang tak sejalan dengannya, termasuk orang yang tak segera melunasi hutang padanya.Satu tahun yang lalu, Harry dengan percaya diri meminjam uang pada Christian, sebab dia memiliki mega proyek yang disinyalir akan berhasil.Alih-alih sukses, tanpa diduga Harry justru dikhianati oleh temannya sendiri, hingga proyek tersebut melayang begitu saja jatuh ke tangan lawan.Sudah terjebak hutang dengan Christian, perusahaannya pun perlahan-lahan defisit dan akhirnya gulung tikar.“Sudah tidak ada toleransi lagi untukmu, Harry. Tuan Christian sudah memberimu waktu yang cukup panjang.”Harry mencoba menjelaskan keadaannya pada David. Apa pedulinya David pada masalah ekonomi keluarga Harry, tugasnya hanya menagih hutang.“Geledah semua isi rumah ini, cari apapun benda berharga dan ambil, jangan sampai ada yang terlewat,” titah pria bertubuh tegap dengan jambang tipis. Mata pria itu menatap tajam ke arah pemilik rumah.“Jangan Tuan David, saya mohon. Saya berjanji akan segera membayar hutang tersebut,” mohon Harry.Tak menghiraukan permintaan Harry, David memberikan kode pada anak buahnya untuk tetap bergerak.Setelah menggeledah seisi rumah, David hanya berhasil menemukan beberapa sertifikat tanah dan bangunan juga beberapa gram emas perhiasan milik istri dan anaknya."Ck! Tidak berguna!" umpat David setelah melihat beberapa benda tersebut.“Di mana gadis itu?” tanya David.Mendengar David menanyakan anak semata wayang suaminya, Astari–istri Harry–tersenyum semringah. Astari memang sudah berpikir untuk menawarkan Alexandra sebagai jaminan hutang, mau dijadikan pembantu atau budak terserah saja tidak masalah asalkan hutang mereka lunas."Dia sedang kuliah, Tuan," jawab Astari.Astari adalah ibu tiri Alexandra yang selalu terlihat baik di depan Harry, nyatanya sering menyakiti Alexandra.“Ma!” Harry terdengar keberatan dengan ucapan istrinya.“Sudah! Papa serahkan saja Alexa pada Tuan Christian, ketimbang kita terus menanggung hutang yang tak sanggup kita bayar,” balas Astri.David menendang meja, geram melihat keduanya justru berdiskusi di depannya.“Tuan Christian menginginkan anak gadismu sebagai penebusan hutang,” ucap David dengan lantang."Jangan, Tuan. Tolong, apapun akan saya lakukan, tapi tidak dengan yang satu itu." Harry kembali memohon.Berbeda dengan suaminya, Astari justru mendorong suaminya untuk menyetujui hal itu.Dengan begitu dia bisa menguasai sisa harta suaminya, tanpa harus repot-repot bersaing dan menyingkirkan Alexandra.David mengambil ponsel pintarnya, menghubungi anak buahnya, lalu memberi titah untuk mencari Alexandra di kampusnya.“Ada apa ini?”Alexandra terkejut melihat beberapa orang bertubuh kekar dan bertampang seram berada di dalam rumahnya.“Pucuk dicinta ulam pun tiba.” David menyeringai.“Tangkap gadis itu dan bawa ke mobil.”Tanpa sempat membuat perlawanan ataupun menghindar, tubuh Alexandra sudah berada dalam cengkraman dua pria berbadan kekar.“Alexa!”“Papa!”"Lepaskan aku, apa-apaan ini?" Alexandra mencoba melepaskan diri, namun tenaganya tak cukup kuat untuk melawan.“Saya mohon, Tuan. Jangan bawa anak saya. Saya berjanji untuk segera membayar hutang tersebut pada Tuan Christian,” Harry terus memohon pada David."Hutang? Papa berhutang?" gumam Alexa.Gadis itu memang tak tahu jika ayahnya memiliki banyak hutang, dia hanya tahu perusahaan mereka gulung tikar akibat pengkhianatan yang dilakukan oleh salah seorang teman ayahnya.“Kalian akan membayarnya dengan apa? Sertifikat dan perhiasan ini bahkan tak sampai setengah dari hutang yang kalian miliki ada Tuan Christian.”"Papa, jelaskan padaku, apa yang sebenarnya terjadi?" Tanya Alexandra seraya mencoba melepaskan diri dari dua orang yang mencekal kedua tangannya.David memberi perintah untuk segera membawa Alexandra ke dalam mobil.“Papa tolong Alexa, Pa!” teriak Alexandra masih terus memberontak, mencoba melepaskan dari cengkraman dua orang berbadan kekar."Diamlah, Nona. Atau kami akan berbuat kasar padamu," hardik pria yang memegang tangan kanannya.Samar-samar suara teriakan Alexandra meminta tolong masih terdengar di telinga Harry.Setelah berhasil menangkap Alexandra, David segera mengajak anak buahnya untuk pergi dari rumah itu.Alexandra terus memberontak di sepanjang perjalanan hingga terpaksa harus diberikan obat tidur untuk menenangkannya.Alexandra dibawa ke sebuah apartemen mewah milik Christian.Entah berapa lamanya Alexandra tertidur, saat terbangun dia sudah berada di atas kasur yang empuk dan nyaman. Alexandra memindai seluruh ruangan, sepi dan tenang, serta harum aroma terapi yang membuat tubuh lebih terasa lebih nyaman.“Di mana aku?” kata Alexandra seraya membangunkan tubuhnya.Terdengar suara pintu terbuka.“Anda sudah bangun, Nona.”Dua wanita berseragam asisten rumah tangga memasuki kamar Alexandra, yang satu membawa makanan dan minuman hangat, satunya lagi membawa pakaian."Tuan Christian memerintahkan, agar Nona segera membersihkan diri. Dan memakan makanan Anda dalam waktu satu jam. Beliau akan datang satu jam lagi ke apartemen ini untuk menemui Anda, Nona. Jangan sampai membuatnya menunggu, karena Tuan Christian paling tidak suka menunggu," tutur salah satu pelayan tersebut."Tuan Christian? Siapa dia?" gumam Alexandra.Alexandra segera menyantap dan tak menyia-nyiakan makanan tersebut, sebab perutnya memang sudah lapar.Belum sempat mencerna makanannya, pelayan itu sudah menyuruhnya untuk segera membersihkan diri.Tak sampai di situ saja. Mereka juga mendandani Alexandra sedemikian rupa hingga nampak berbeda."Anda cantik sekali, Nona. Tuan Christian pasti menyukai Anda."'Menyukaiku? Aku sudah seperti boneka yang baru saja dipungut dan dibersihkan,' monolog Alexandra dalam hati."Jelaskan seperti apa Tuan Christian itu!" pinta Alexandra pada dua pelayan itu."Sebentar lagi Anda akan bertemu dengannya, untuk apa kami menjelaskan." Ucap pelayan itu sambil tersenyum menggoda.Alexandra teringat pembicaraan ayah dan ibunya tentang hutang mereka pada Tuan Christian."Jadi aku akan dijadikan budak seumur hidup untuk melayani pria itu?" gumam Alexandra.Dia pun bergidik ngeri membayangkan tubuh Christian yang gempal, bau, dan berkeringat.Bayangan Alexandra sirna ketika mendengar suara pintu kayu berwarna coklat itu diketuk dari luar.'Siapa?' Jantung Alexandra berdetak kecang–cemas.Salah satu pelayan segera menuju pintu untuk membukanya. Mereka terdengar bercakap-cakap sebelum akhirnya dua orang berwajah tampan itu memasuki kamar.Tanpa diperintahkan, dua orang pelayan tadi keluar dari kamar tersebut.Alexandra menatap kagum pada mahakarya Tuhan yang begitu sempurna, hingga sebuah deheman menyadarkannya.Seketika Alexandra menundukan wajah, siapa yang tak gentar mendapat tatapan tajam dari pria berwajah tegas dengan bola mata berwarna hazel."Nona Alexandra, silakan duduk," ucap salah satu dari dua pria tersebut.Alexandra bergeming."Duduk! Aku tak memiliki banyak waktu hanya untuk menunggumu," ucap pria bermata hazel itu.Gegas Alexandra segera meletakkan bobot tubuhnya di hadapan pria itu dengan gemetar."Seminggu lagi kita akan menikah, jadi persiapkan dirimu."Alexandra membulatkan mata sempurna, mulutnya menganga."Menikah?" pekik Alexandra.Saking kerasnya suara gadis itu membuat Christian harus mengerutkan wajahnya karena telinganya bagai ditusuk benda ru
Setelah acara resepsi selesai Christian membawa kembali Alexandra ke apartemen mewahnya.Cristian melempar tuxedo yang baru saja dia lepas ke sembarangan tempat, lalu mendudukkan tubuhnya di sofa ruang tamu, kakinya terasa sangat pegal karena terlalu lama berdiri.Tanpa berkata-kata, Alexandra juga turut mendudukkan bobotnya di sofa yang berseberangan dengan Christian."Meski kita sudah menikah, kita akan tetap menggunakan kamar yang berbeda," ujar Christian."Baik, Tuan."Christian berdiri, sebelum melangkahkan kaki dia kembali berkata, "Jangan berani memasuki wilayah teritorialku!" Alexandra mengangguk.Alexandra pun masuk ke dalam kamarnya. Alexandra memandang dirinya di pantulan cermin meja rias, meratapi nasib menjadi istri jaminan hutang. Angan-angan akan pernikahan impiannya pun sirna dalam sekejap. Jangankan menikah dengan orang yang dia cintai, dia justru seperti istri yang tak dianggap.Alexandra menghela nafas panjang untuk mengisi rongga dadanya yang sesak dengan oksigen.
Betapa terkejutnya Alexandra, saat melihat Christian pulang bersama seorang wanita dalam keadaan mabuk. "Kenapa hanya melotot, cepat bantu aku memapah Chris," ucapan wanita itu.Alexandra segera membantu wanita itu untuk memapah suaminya.Alexandra ingat siapa wanita itu, wanita yang mengucapkan selamat dengan mata berkaca-kaca saat pernikahannya dengan Christian.Dengan susah payah kedua wanita itu membaringkan Christian di ranjang."Terima kasih, Nona. Anda bisa pulang sekarang, karena malam sudah sangat larut," ucap Alexandra penuh penekanan.Wanita itu mendengus, "Kamu berani mengusirku? Kamu tak tahu siapa aku?""Siapapun Anda, tidak pantas seorang wanita berada di tempat seorang pria di malam hari, terlebih pria beristri," ucap Alexandra.Wanita itu menghentakkan kaki, "Aku akan membuat perhitungan denganmu." Wanita itu berlalu meninggalkan kamar Christian dengan terus memaki tak jelas.Alexandra melepas sepasang sepatu yang dikenakan oleh, Christian. Kemudian menarik selimut
Alexandra bingung, mengapa suaminya memberinya kartu platinum itu padanya, padahal uang bulanan sudah di transfer."Untuk belanja, jika kamu butuh apa-apa untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Pakai saja."Dengan sedikit canggung, Alexandra menerima kartu ATM beserta kertas yang berisi pin tersebut.Christian menyodorkan ponsel canggihnya, lalu berkata, "Catat nomormu di ponsel itu."Alexandra mengambil ponsel tersebut lalu mengetikkan nomor dan juga namanya serta menyimpannya."Silakan, Tuan."Christian memeriksa nomor tersebut, lalu melakukan panggilan."Itu nomorku, simpan nomorku baik-baik.""Baik, Tuan.""Lalu, berhentilah memanggilku dengan sebutan Tuan. Kamu istriku bukan pembantuku.""Hhmm …," Alexandra menjeda kalimatnya, "saya harus memanggil Anda apa?""Sayang, Honey, Baby, Darling. Memangnya kamu tak pernah pacaran, sampai tak tahu sebutan untuk sepasang kekasih?" Alexandra menggeleng lemah. Dia memang tak pernah berpacaran, hari-harinya hanya dipenuhi dengan belajar dan
Hening kembali menyeruak, Alexandra memandang keluar jendela mobil dengan berpangku tangan.Dari spion tengah David mengintip kondisi Alexandra, memastikan bahwa istri bosnya itu dalam keadaan baik-baik saja.Mobil melesat membelah jalanan yang cukup lengang, entah berapa lama berada di jalanan, hingga mereka telah tiba di sebuah restoran."Nyonya, kita telah sampai." David mencoba membangunkan Alexandra yang tertidur.Alexandra membuka mata, lalu menggapai sisa-sisa kesadarannya."Di mana kita?" Alexandra bingung, sebab saat ini dirinya tak berada di apartemen."Pak Chris meminta Anda untuk makan siang bersama, Nyonya. Mari saya akan mengantar Anda ke dalam."Alexandra berjalan mengikuti David, pria itu mempersilakan dirinya untuk masuk ke dalam ruangan privat. Di sana masih kosong, tak ada siapapun."Silakan tunggu sebentar, Nyonya. Pak Christian sedang dalam perjalanan." Alexandra tersenyum lalu mengangguk dan mengucapkan terima kasih.Alexandra berjalan menuju jendela, pandangann
Nyonya Amanda memandang remeh pada Alexandra."Itu adalah surat pernyataan yang harus kamu tanda tangani. Pergilah dari kehidupan Christian sekarang juga dan jangan pernah muncul lagi di depannya. Sebagai gantinya aku akan memberimu banyak uang, kamu tak akan kesulitan untuk memenuhi biaya hidupmu."Alexandra terperangah mendengar ucapan ibu mertuanya. Dia tidak menyangka jika ibu mertuanya akan begitu merendahkannya. Jika memang ibu mertuanya tidak setuju dengan pernikahan itu, kenapa tidak datang lebih awal sebelum pernikahan itu terjadi, itulah yang ada dalam pikiran Alexandra saat ini.Nyonya Amanda mengambil sebuah kertas cek dari dalam tasnya."Berapa yang kamu inginkan? Satu Milyar, dua milyar, atau lebih dari itu? Aku akan menulisnya sekarang." Nyonya Amanda berkata dengan sangat enteng, tanpa memikirkan hati Alexandra yang koyak karena harga dirinya terinjak-injak.Situasi macam apa ini? Kenapa kehidupannya begitu dramatis seperti di novel-novel rumah tangga yang pernah Al
Christian kembali menatap Alexandra."Maafkan aku, Mas. Hanya kata itu yang terbesit dalam otakku.""Tidak masalah, alasan yang tidak terlalu buruk. Kamu cukup bisa diandalkan rupanya!"Alexandra terdiam, tak tahu harus menanggapi seperti apa. Perkataan itu terdengar seperti pujian, tapi hatinya tak merasa senang."Hanya itu? Aku tidak yakin Ibuku hanya mengatakan hal itu saja!" Christian kembali menelisik.Ada kegelisahan yang terpancar dari air muka Alexandra."Katakan!""Nyonya Amanda memberikan syarat jika aku ingin tetap bersamamu.""Syarat? Apa itu?""Ki-ta harus memberikan cucu laki-laki untuk keluarga Hoover dalam waktu satu tahun, jika tidak aku harus meninggalkanmu. Bukankah waktunya pas sekali dengan masa perjanjian kita?" Alexandra tersenyum getir.Tidak ada perjanjian seperti itu di antara Christian dan kakeknya. Christian yakin Nyonya Amanda hanya ingin memisahkannya dengan Alexandra, kemudian menikahkannya dengan wanita pilihannya."Kamu benar sekali. Waktu yang sangat
Alexandra dan Christian kompak melihat ke arah sumber suara.Erinna!Erinna menatap nanar pada sepasang tangan yang saling mengikat. Erinna segera merubah air mukanya dan tersenyum semanis mungkin pada Christian."Sedang apa kamu di sini?" tanya Erinna, suaranya terdengar lembut."Kamu tidak lihat? Aku sedang bersama istriku, sudah pasti kami akan makan malam bersama," jawab Christian terdengar begitu dingin.Erinna menyelipkan rambut ke daun telinganya, merasa mati kutu dengan jawaban Christian. Namun, wanita itu tak habis akal untuk bisa bersama Christian."Kebetulan kalau begitu, aku juga ingin makan di sini, bagaimana kalau aku bergabung dengan kalian?"Christian mengeratkan tubuhnya pada Alexandra, kemudian memeluk tubuh ramping istrinya dari samping. Menciptakan kemesraan di antara keduanya.Meski canggung, Alexandra mencoba mengikuti permainan suaminya."Aku tidak yakin kamu akan kuat melihat kemesraan kami, Erinna.""Benar begitu, Sayang? Kamu pasti tidak setuju jika ada orang