“Tidak usah banyak tanya. Ke sini dan duduk di sini, cepat.”Lavira tak dapat berkata-kata lagi. Perlahan perempuan itu mulai mendekat ke arah Avram yang sedang duduk di kursi kerjanya. Pria itu mendorong pelan kursi berkaki roda ke belakang dan menunggu Lavira datang. Tepat saat sang istri berada di depannya, Avram menarik pelan pergelangan tangan gadis itu.Sett ...Lavira terpaku, dia diam dengan wajah kakunya. Saat ini tubuhnya sudah berada di atas pangkuan Avram. Dia tak dapat berkata-kata dan semakin kikuk. Lavira bahkan kaku bak patung di atas paha Avram yang sedang menatapnya saat ini.“Ingat semua ini, dan jadinya sebuah kebiasaan ketika kau ingin berangkat sekolah. Paham?”“Paham, Kak,” jawab Lavira patuh, meski kaku.Avram diam, dia terus menatap wajah cantik alami milik Lavira dari tempatnya. Jarak wajah mereka sangat dekat, kurang dari sepuluh sentimeter. Hal itulah yang membuat Lavira semakin dibuat kaku tak bersuara.“Jam berapa kau berangkat?” tanya Avram memecah kehen
“Maksudnya?”Rino menatap Avram yang sedang menyorotnya dengan wajah penasaran. Rino berdeham kecil mencoba menautkan kedua bibirnya yang ingin tertawa. Perlahan pria itu semakin mendekat dan menarik kursi di seberang meja kerja Avram.“Ekhm, boleh saya duduk dulu, Tuan?” tanya Rino meminta izin kepada Avram.“Yah, cepatlah.”Rino segera duduk dan menatap Avram yang masih menatapnya dengan wajah tak sabar. Rino sendiri sekarang sedang merangkai kata-kata di dalam benaknya. Dia pun sejujurnya bingung harus menjelaskan pokok permasalahan ini seperti apa kepada sang atasan kakunya.“Kenapa masih diam? Cepatlah!” ucap Avram menggeram kesal menatap Rino.“Jadi begini, Tuan. Sebena ....”Tok ... tok ... tok ...Kalimat Rino harus terputus oleh suara ketukan pintu dari luar ruangan itu. Avram menoleh ke arah pintu dan menebak jika itu adalah Lavira. Pasalnya sampai sekarang hanya Lavira dan Rino yang akan berani datang ke sana di jam kerja Avram.“Sepertinya itu Nyonya, Tuan. Biar saya bukak
Keadaan parkiran sekolah itu menjadi heboh ketika melihat sebuah mobil mewah memasuki pekarangan. Semua siswa yang ada di sana menatap kedatangan mobil itu dengan wajah penasaran. Meski sekolah itu terbilang sekolah elit yang diisi oleh para orang kaya. Nampaknya baru kali ini mobil semewah itu datang ke sekolah mereka.“Astaga, itu mobil mewah. Kira-kira siapa yang diantar pakai mobil itu?”“Ya ampun, ternyata di sekolah kita ini ada sultan yang sesungguhnya ya?”“Iya, aku juga baru lihat ada mobil ini masuk lingkungan sekolahan.”Bisikan dan celotehan para murid terus mengalir sampai mobil mewah itu berhenti. Tak kalah penasaran, sekarang ada dua siswi ikut menatap mobil tersebut. Joana dan Kili, dua siwi terbilang bandel itu nampak sedikit mendekat karena penasaran.“Gila, ini sih orang kaya beneran. Kira-kira siapa ya?” cetus Kili kagum.“Tidak tahu, ini pertama kalinya ‘kan? Apa jangan-jangan ada murid baru lagi?” balas Joana ikut penasaran dan menunggu.“Masa iya anak baru? Tapi
Seluruh pengawal keluarga Dakasa bergetar ketakutan ketika melihat keadaan Lavira saat ini. Wajah penuh lebam, rambut terbilang acak-acakan. Lavira sendiri juga bergerak sangat pelan, seperti orang tak memiliki kekuatan. Semua orang menatapnya tak merasa iba, malah mencibir sinis.Baru beberapa menit lalu para pengawal membukakan pintu untuk Lavira turun mobil. Sekarang mereka sudah kembali melihat Lavira datang. Memang mereka semua diperintahkan untuk menunggu nyonya muda tersebut sampai pulang sekolah. Siapa sangka sekarang Lavira kembali hanya dalam waktu tiga puluh menit dengan keadaan tak baik-baik saja.“Astaga, Nyonya, siapa yang membuat Anda seperti ini,” ucap seorang pengawal panik serta takut.Lavira yang sedang menunduk sempat terkejut mendengar suara itu. Dia melihat dua pengawal yang mengantarnya tadi ternyata masih di area parkiran. Perempuan itu tersenyum tipis di dalam rasa sakitnya.“Bapak berdua masih di sini, ya?” ucap Lavira pelan.“Kami diperintahkan oleh Tuan Dak
Lavira berdiri tepat di depan pintu kamar utama mansion Dakasa. Dia menatap pintu itu dengan wajah ragu. Lavira takut jika Avram marah kepadanya, mengingat bagaimana nada suara laki-laki itu tadi.Rino yang berada di belakang Lavira sedikit heran ketika perempuan itu masih diam. Dia menggerakkan kepalanya dan menatap sang istri atasan sekilas. “Ekhm, maaf, Nyonya. Apa Anda tidak kuat menarik gagang pintunya? Biar saya bantu.”Suara berat Rino mengalihkan perhatian Lavira. Perempuan itu menoleh dan menatap laki-laki di belakangnya dengan wajah kikuk. Perlahan Lavira mengggeleng pelan sambil tersenyum kaku ke arah Rino.“Bukan, saya ha ....”“Kenapa masih berdiri di sana?”Kalimat Lavira terputus oleh suara dingin seseorang. Mereka semua menoleh dan melihat kedatangan Avram dari arah ruangan kerja. Lavira langsung menunduk melihat Avram semakin mendekat. Dia siap menerima apa saja yang akan dilakukan Avram kepadanya. Pikiran Lavira terlalu berlebihan dengan mengira Avram akan membuatnya
Keadaan sekolahan kembali dibuat heboh ketika beberapa mobil pengawal masuk dan menggemparkan parkiran. Saat ini sudah masuk jam pelajaran sehingga hampir semua siswa dan siswi berada di dalam kelas masing-masing. Hanya beberapa kelas yang berada di luar, karena jam olahraga.“Eh, itu pengawal keluarga Dakasa yang tadi sempat datang juga ‘kan?”“Iya, kenapa sekarang datang lagi?”“Bahkan semakin ramain, wah ... ada tiga mobil. Orangnya ada sekitar lima belas orang.”“Astaga, pengawal Dakasa saja terlihat sangat gagah menurutku. Apalagi anggota keluarga Dakasa, kecuali Tuan Besar Dakasa itu.”“Hiii, Tuan Besar Dakasa itu ‘kan terbilang mengerikan. Dia buruk rupa.”“Tunggu dulu, sekarang apa alasan mereka datang ke sini? Apa jangan-jangan karena keadaan si gembel tadi?”“Masa iya? Mereka datang untuk mencari perhitungan begitu?”Celotehan dan berbagai bisikan menggema di sekolahan elit tersebut. Merasa penasaran dengan keadaan yang akan terjadi selanjutnya. Semua murid bahkan beberapa
Lavira terus membola-balikkan tubuhnya tak tenang. Kalimat Avram tadi masih terngiang-ngiang di telinganya. Sungguh, Lavira merasa tak tenang dan merasakan hal lain karena kalimat itu masih tak hilang dari pikirannya.Avram melontarkannya dengan suara datar seperti biasa. Akan tetapi, kalimat demi kalimat yang terlontar itu terdengar sangat manis menurut Lavira. Perempuan yang biasa hidup sendiri, mengandalkan diri sendiri tanpa ada bantuan dan perlindungan dari orang lain. Sekarang mendapatkan perhatian dan perlindungan dari Avram, tentu saja itu semua membuat Lavira merasa hanyut.“Astaga, bagaimana aku akan tidur jika seperti ini?” Lavira bergumam sambil duduk di tepian ranjang.Perempuan itu memilih berdiri dan mulai melangkah maju mundur di dalam kamar itu. Keadaannya terbilang cukup baik sekarang, tetapi wajahnya memang masih sangat bengkak. Bahkan mata Lavira setengah terbuka, mungkin dia
“S-sakit, Kak.”“Cepat, bangsat!” umpat Avram ketika dirinya merasa tak tenang mendengar rintihan Lavira.Siara sekarang bergerak membantu Feria untuk berdiri. Sepasang ibu dan anak itu menatap pungguh Avram yang sedang membelakangi mereka dengan wajah heran. Mereka tak kenal orang itu, dari postur tubuhnya dan rambut abu-abu itu bukanlah Rino, apalagi dari suaranya.“Ma, dia siapa? Itu bukan Tuan Rino, orang ini lebih tinggi dan punggungnya lebih lebar dari Tuan Rino. Siapa?” tanya Feria berbisik kepada Siara.“Tidak tahu, kenapa juga dia sampai teriak-teriak tidak jelas di mansion kita,” sahut Siara. “Hei, kau! Siapa kau sehingga berani berteriak tidak jelas di sini?” sambung Siara teruntuk orang tak mereka kenal itu.“Dokter sudah dijalan, Tuan. Apa tidak sebaiknya Nyonya Dakasa dibawa ke atas dulu, Tuan?” ucap Rino tiba-tiba muncul dengan langkah tergesa.Siara dan Feria menoleh ke arah sumber suara dan menatap Rino yang menunduk hormat kepada sosok yang tak mereka kenali itu. Mer