“Iya sendiri Bibiku sayang, semalam Bella perutnya kram. Jadi Aku meminta dia tidur sama Bella saja. Ibu hamil lebih membutuhkan suaminya. Lucunya Bella minta kami tidur bertiga di ruang tengah. Ya, Aku gak mau. Enakan di kamar kasurnya empuk,” jelas Nana terkekeh kecil mencubit pipi wanita yang sibuk menyapu.
“Semoga kalian selalu akur selamanya. Bibi rasanya bahagia sekali ikut menyaksikan secara langsung kisah rumah tangga kalian. Bibi sangat terharu, Bi yang setua ini tidak akan sanggup seperti kalian,” beber Bi Siti yang telah menyelesaikan aktivitas rutinnya.
“Bi, nanti dulu. Temani Aku ngopi, sambil ghibahin tetangga depan.” Nana menuntun wanita bertubuh gempal itu duduk dibangku yang satu lagi. “Lilis, Lis buatkan dua kopi, lalu bawa kemari. Tidak pakai lama kalau lama Aku ngambek.”
“Oko oke oki tuan putri. Kakak mau kemana, Aku mau ikut.” Bella melihat Nana dari atas ke bawah dan dari bawah ke atas.“Aku mau cuci mata sama otak biar fresh. No no, Aku gak berani bawa orang hamil. Nanti terjadi apa-apa Aku lagi yang disalahkan.” Nana menyipitkan matanya.“Aku yang izin sama Bang Burhan,” rengek Bella.“Aku tidak berani Bella. Atau kamu minta suami kita yang menemani,” saran Nana.Nana berjalan ke arah pintu, melambaikan tangan berjalan layaknya peragawati. Mengejek penuh kemenangan melihat wajah Bella dilipat. Seperti kertas origami mainan anak TK.Semenjak Bella berbadan dua Nana tidak berani lagi membawanya bepergian. Burhan tidak pernah melarang, tapi dia
Sifat yang manja membuatnya seperti anak-anak. Jika diperhatikan mungkin saja gadis itu seumuran dengannya.Yang dikatakan Umi benar tidak perlu melupakan cukup membuka diri untuk orang baru.Tapi kenapa bayangan gadis centil dan manja itu yang muncul. Pemuda itu tergidik mengingat pakaian yang dikenakan gadis itu.Entah sudah berapa ratus pasang matanya menikmati auratnya. Yang seharusnya ditutupi, bukankan barang terbungkus akan selalu diminati.Hamka memejamkan mata dengan harapan saat terbangun oleh Kokok ayam. Ada harapan baru menghampiri diri yang hampa ini.Malam ini Bella mengunci ruang pribadi. Dia tidak ingin kejadian semalam terulang kembali, Nana meminta Burhan tidur. Bersamanya.
“Jika Bi Siti disini, bukan tidak mungkin Nana juga berada disini,” batinnya lagi.Wanita celingukan berusaha mengintip kedalam rumah. Mencari sosok yang ingin dia lihat setelah sekian tahun tidak berjumpa.“Nyonya,” Bella menyentuh lengannya untuk menyadarkan dari lamunan.“Eh, maaf. Tadi bicara apa?” tanya Maya gelagapan.“Kemarin kita belum kenalan, saya Bella.” Bella mengulurkan tangan. “ Dan ini Bi Siti.”“Ehem, saya Maya.” Maya menyambut uluran wanita bercadar di depannya.“Tidak salah, lagi nama yang sama. Aku harus mencari tahu tentang Nana,” batin Maya.
Bella berlari ke kamar mandi hendak menuntaskan kehendak sesuatu dalam perutnya. Meronta-ronta minta dikeluarkan, Bi Siti menyusulnya segera.Tanpa perduli lantai penuhi putih dan kuning telur mentah. Nana meneguk air dingin dalam botol dengan kasar hingga tandas.Mendengar nama Maya jantungnya berdegup lebih cepat. Dadanya naik turun menghirup paksa banyak oksigen.Tubuhnya keluar keringat dingin, entah kebetulan atau memang orang yang sama. Mengapa bayangan tentang Mama kembali menghantui hidupnya.Burhan yang tadinya berniat meluruskan pinggang dikamar Bella. Seketika bangkit mendengar suara benda jatuh dari arah dapur.Menunggu mereka memanggilnya untuk makan siang. Mereka sengaja tidak makan diluar demi menjaga perasaan
Burhan meraih gawai miliknya diatas meja. Mencari kontak Ferdi dan menghubunginya.“Fer, Gue ingin cari tahu siapa pemilik baru rumah yang ada di seberang rumah Gue ini,” papar Burhan saat telepon tersambung.“...”“Jangan banyak tanya. Lakukan saja apa yang Gue pinta. Sepuluh Jeti untuk Lo cash.”“...”“Cepat ya, Gue gak bisa nunggu lama-lama.”“...”“Ya, ntar Gue ceritain semua.”Burhan meletakkannya kembali gawainya, setelah menutup sambungan telepon.Bi Siti
“Nana, sekarang pasti kamu sudah dewasa. Mama harap selamanya kamu tidak akan punya anak. Mama menyayangi kamu, jadi Mama ingin kamu seperti Mama yang mandul ini.” Maya meninggalkan tempatnya berdiri tadi.Dari rumah seberang sosok yang ingin dilihat Maya muncul berdiri di tepi balkon. Dia sedang tidak ingin diganggu, dia butuh waktu untuk menenangkan diri.Seisi rumah tidak ada yang berani bertegur sapa dengannya. Nana pun terlihat tidak ramah, dan kurang bersahabat.Dalam kamarnya Bu Siti memeluk mukena usang termakan usia. Itu satu-satunya barang milik ibu Nana yang sengaja disimpan sebagai pengobat rindu.“Kamu lihat Rahayu permintaanmu untuk Maya menjadi ibu sambung putrimu. Berakibat fatal pada mental anakmu. Aku sudah katakan wanita itu lic
“Jujur Kak, saat Kakak cerita waktu itu. Aku merasa sedikit tidak masuk akal. Anak lima tahun rahimnya rusak karna jatuh dari sepeda. Jika selaput dara yang robek masih bisa diterima akal. Sebab sudah sering terjadi, tapi untuk rahim kayaknya belum ada atau Aku yang miskin berita,” papar Bella.“Sudahlah, dari dulu diajak periksa dia selalu menolak. Semoga nanti kakakmu ini dapat hidayah, dia sendiri yang ingin periksa,” sela Burhan membelokkan mobil memasuki area parkir pusat perbelanjaan.Ketiganya berjalan beriringan, dengan Burhan diantaranya. Saling bersenda gurau, tidak ada yang menyangka kedua wanita itu adalah istrinya.Jalan-jalan mereka diakhiri dengan makan malam romantis di sebuah restoran yang tercukup mahal.Hampir semua pasang mata
“Saya terima nikah dan kawinnya Bella Ariyanti binti alm. Muhammad Nuh dengan mas kawin tersebut dibayar tunai.” Dalam satu tarikan nafas Burhan berhasil menghalalkan gadis muda disampingnya.Gadis belia yang mengenakan gamis dan khimar putih, wajahnya ditutupi niqab menunjukkan betapa terhormatnya dia. Sedang Burhan mengenakan setelan kemeja senada menambah kesan serasi pada pasangan pengantin baru saja diresmikan.Semua didominasi warna putih, putih melambangkan kesucian. Putih seolah menunjukkan acara ini sangatlah sakral. Putih adalah lambang sebuah ketulusan dan kemurnian.“Bagaimana saksi, sah.” Penghulu bertanya pada seorang wanita yang duduk tepat belakang Burhan.Wanita itu mengangguk dan disambut tepuk tangan meriah dari para undangan.“Sah.”“Sah.”“Sah.”Kata itu menggema di seluruh penjuru ruangan. Semua yang hadir turut merasa bahagia atas momen paling berharga untuk kedua mempelai.Tapi tidak bagi wanita muda yang ditanya tadi, semburat kesedihan terpancar jelas di waja