Share

Istri Muda Untuk Suamiku
Istri Muda Untuk Suamiku
Author: Memey Azzura

Bab 01

“Saya terima nikah dan kawinnya Bella Ariyanti binti alm. Muhammad Nuh dengan mas kawin tersebut dibayar tunai.” Dalam satu tarikan nafas Burhan berhasil menghalalkan gadis muda disampingnya.

 

Gadis belia yang mengenakan gamis dan khimar putih, wajahnya ditutupi niqab menunjukkan betapa terhormatnya dia. Sedang Burhan mengenakan setelan kemeja senada menambah kesan serasi pada pasangan pengantin baru saja diresmikan.

 

Semua didominasi warna putih, putih melambangkan kesucian. Putih seolah menunjukkan acara ini sangatlah sakral. Putih adalah lambang sebuah ketulusan dan kemurnian.

 

“Bagaimana saksi, sah.” Penghulu bertanya pada seorang wanita yang duduk tepat belakang Burhan.

 

Wanita itu mengangguk dan disambut tepuk tangan meriah dari para undangan.

 

“Sah.”

 

“Sah.”

 

“Sah.”

 

Kata itu menggema di seluruh penjuru ruangan. Semua yang hadir turut merasa bahagia atas momen paling berharga untuk kedua mempelai.

 

Tapi tidak bagi wanita muda yang ditanya tadi, semburat kesedihan terpancar jelas di wajah tirusnya. Wajah cantiknya terlihat suram dan menyedihkan namun dia tetap memaksakan untuk tersenyum pada siapa saja yang menatap padanya. Menyembunyikan kesedihan yang membuncah karena ini semua terjadi atas kehendaknya.

 

Berdiam diri mematung menatap punggung pengantin pria, yang tengah sibuk menandatangani berkas. Pertanda bahwa pernikahan itu sah dimata hukum dan agama.

 

Dia terus meremas ujung kebaya jingga yang melekat pada tubuh langsingnya, dipadukan dengan rok batik khas Jambi. Rambut lurus sebahu miliknya dibiarkan tergerai hanya dijepit bagian samping membuat dia semakin mempesona.

 

Wanita itu bernama Nayla Rahmawati, merupakan istri pertama laki-laki yang baru saja mengikrarkan janji suci pada wanita bercadar di samping sang suami.

 

Dia semakin kuat meremas ujung kebayanya dan, mendadak berdiri hingga kursi plastik yang didudukinya terjatuh kebelakang.

 

Setengah berlari meninggalkan tempat itu. Dia sudah tidak sanggup lagi menyaksikan rentetan acara yang akan merubah dunianya setelah ini.

 

Entah berapa kali dia menabrak tamu undangan membuatnya tersungkur. Terdengar cacian dan makian untuknya.

 

Dia kembali berlari dan terus berlari keluar dari tempat itu dan pergi menjauh. Keadaanya benar-benar kacau saat ini. Entah berapa kali dia jatuh bangun namun, dia tetap tidak menyerah untuk menjauh dari sana.

 

Hatinya hancur tak beraturan, luluh lantak dan takkan pernah bisa pulih sekalipun dia yang menginginkannya.

 

Apalagi saat dia menyaksikan suami yang teramat dicintainya mengecup dahi wanita yang beberapa menit lalu resmi menjadi madunya.

 

Selama ini dialah yang selalu berada di posisi wanita itu. Mendapatkan ribuan kecupan dari si pria setiap harinya kala mereka bersama. Dan kini? Ah, membayangkannya saja tak sanggup.

 

Sungguh dia tak mampu membayangkan harus berbagi kasih sayang dan juga ranjang dengan wanita lain.

 

Berlari dan terus berlari tanpa tujuan. Air matanya tak henti mengalir deras. Jika itu sungai mungkin akan terjadi banjir bandang.

 

Memang pernikahan ini dia yang menginginkannya, tapi tidak terbayang akan sesakit ini.

 

Ternyata kenyataan jauh lebih menyakitkan dari yang dikhayalkan selama ini. Hidup berdampingan bersama adik madu tanpa cemburu. Bersama mengarungi lautan dengan satu kapal dan nahkoda yang sama.

 

Dari jauh hari dia telah menyiapkan mental untuk hari ini namun, tetap tergores perih dan berdarah.

 

Teringat seminggu yang lalu Burhan memohon untuk membatalkan pernikahan yang sama sekali tidak harus terjadi.

 

“Tidak bisakah dibatalkan saja, dik. Abang tidak bisa, abang tidak bisa melihatmu sakit hati,” ujar Burhan memelas. Berharap Nana merubah keinginan gilanya.

 

Mereka duduk di balkon menunggu waktu magrib. Ditemani secangkir teh hangat dan nastar buatan nana sebagai cemilan.

 

“Jangan Bang, Abang harus menikahi Bella,” balas Nana penuh penekanan diikuti tatapan tajam yang kerap membuat Burhan tak mampu membantah lagi.

 

“Lupakan Abang yang tidak menyukai Bella. Abang takut kau terluka, Dik,” bujuk Burhan mengusap pucuk kepala wanita yang telah mendampinginya hampir sewindu. Jantungnya berdegup sangat kencang.

 

“Tidak,” bentak Nana menepis tangan Burhan yang terus mengusap rambut hitam tebalnya.

 

“Kau berani meninggikan suaramu pada suamimu ini, Dik. Atas ambisi gilamu itu.” Burhan sedikit menaikan nada suaranya.

 

“Aku ingin anak, Bang." Nana menundukan wajahnya netranya menatap lantai. Matanya mulai berembun, tidak pernah mendengar nada suara Burhan meninggi membuat hatinya iba.

 

“Tapi tidak seperti ini caranya, Dik," ujar Burhan pelan tahu istrinya tengah ketakutan karna bentakannya.

 

“Tidak ada jalan lain. Aku tidak bisa hamil, Bang. Aku tak memiliki rahim dan sampai kapan pun tak akan pernah ada janin yang tumbuh dalam diri ini.” Nana mulai terisak.

 

“Tapi Abang tidak butuh anak. Kita bisa terus bersama itu sudah cukup, Dik." kedua tangannya mengusap bahu sang istri.

 

“Aku selalu memimpikan tangis bayi di rumah ini, Bang. Rumah ini terlalu sunyi" Nana berhambur dalam dekapan Burhan tangisnya semakin terdengar.

 

“Kita adopsi anak saja." Burhan mengusap punggung nana.

 

Dia juga bersedih tapi tidak bisa untuk meneteskan air mata.

 

“Aku mau anak itu dari benihmu. Dia akan jadi anak yang paling beruntung karna memiliki dua orang ibu." Nana mendongakan wajahnya menatap tajam mata elang milik sang suami.

 

“Kamu wanita, ini sangat tidak mudah. Abang takut menjadi bumerang untuk rumah tangga kita." Burhan mengalihkan pandangan sungguh dia tidak sanggup terlalu lama beradu pandang dengan wanita yang rela menerimanya yang miskin.

 

Wanita yang mengangkatnya dari kubangan lumpur lalu menjadikannya permata yang dihargai. Burhan tidak lupa siapa dia dulu, walau kini bergelimangan harga.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status