“Kamu punya kenalan yang tinggal di dekat sini?” tanya Tama yang tidak jadi melahap masakan buatannya. Tentu saja Syera langsung menggeleng. Jangankan kenalan, dirinya saja belum pernah menginjakkan kaki di tempat ini sebelumnya. Terlebih dirinya juga jarang keluar dari vila, tidak banyak orang yang ia temui selain orang-orang yang menempati tempat ini. “Kamu makan saja, biar aku yang menemuinya.” Tama langsung mendorong kursi yang di tempatinya dan bergegas beranjak pergi dari sana. Syera yang juga penasaran memilih mengikuti Tama sembari menyuapi Elvina. Ketika hendak berbelok ke lorong yang terhubung dengan pintu utama, ia malah mendapati suaminya sedang berdebat dengan seseorang di dekat pintu samping. Syera mengerutkan keningnya saat melihat Dareen yang tampaknya ingin masuk, namun dihalangi oleh Tama. Meskipun sebenarnya tak ingin ikut campur, rasa penasaran membuatnya tanpa sadar melangkah mendekat ke sana. Syera baru tahu kalau Dareen juga berada di tempat ini karena s
Awalnya Tama hanya memberi kecupan-kecupan kecil di sudut bibir Syera. Namun, lama-kelamaan kecupan itu berubah menjadi cumbuan yang lebih intens dan menuntut. Syera yang minim pengalaman kewalahan mengimbangi gerakan lelaki itu. Sama seperti yang terjadi di toilet tempo hari, Syera sama sekali tak kuasa untuk melawan. Ia hanya mencengkeram kedua bahu Tama yang tampaknya tidak berefek apa pun pada lelaki itu. Terlebih, wanita itu juga tak ingin membuat Elvina yang masih terlelap nyenyak di sampingnya terjaga. Perilaku Tama belakangan ini selalu mengejutkannya. Dimulai sejak insiden di toilet itu, fakta tentang kehamilannya, dan apa yang baru terjadi kemarin hingga semalam. Semuanya diluar dugaan Syera yang sudah memikirkan segala kemungkinan terburuknya. “Kenapa kamu hanya diam?” Tama menghentikan cumbuannya sejenak dan mengangkat kepala. Menatap Syera yang tampak salah tingkah dalam kukungannya. “Aku tahu kamu bisa merespon, aku ingin tahu bagaimana responmu.”“A-aku tidak tah
“Bibi juga tahu tentang kalung ini?” tanya Syera spontan. “Tuan Tama mengatakan kalau kalung ini sangat mirip dengan kalung milik mendiang istrinya. Bahkan, awalnya Tuan bersikukuh kalau kalung ini milik Nyonya Kirana.”“Ternyata itu kalungmu? Maaf, kupikir itu kalung Nyonya Kirana,” balas Utari yang belum mengalihkan pandangan dari kalung di tangan Syera itu dengan sorot yang sulit diartikan. “Apa boleh aku melihatnya sebentar?” Syera mengangguk sekilas dan memberikan kalungnya pada Utari. Membiarkan wanita paruh baya itu menelisik kalung peninggalan sang ibu. Dan hingga saat ini dirinya masih belum menemukan jawaban mengapa kalungnya bisa sama persis dengan milik Kirana. Tetapi, apa pun alasan kesamaan itu, Syera yakin orang tuanya pasti tidak memiliki hubungan dengan keluarga Kirana. Apalagi sampai mencuri, seperti yang pernah Tama tuduhkan waktu itu. Kesamaan ini pasti karena kebetulan saja. “Apa Bibi tahu sesuatu tentang kalung ini? Tuan mengatakan kalau kalung seperti ini
Setelah pergi dan membanting pintu, Tama benar-benar tidak kembali lagi ke kamar. Syera melihat jelas bagaimana marahnya lelaki itu tadi. Entah kenapa, dirinya malah merasa bersalah. Padahal menurutnya, apa yang ia lakukan sudah benar. Jika tidak dihentikan, hal-hal yang tidak diinginkan akan kembali terjadi. Cukup lama Syera diam membisu di atas ranjang dengan pikiran berkelana sebelum akhirnya beranjak dari ranjang. Kalau sampai Tama kembali ke kamar dan melihatnya masih berada di sini, lelaki itu pasti akan semakin marah besar.“Apa yang aku katakan tadi tidak keterlaluan, ‘kan?” gumam Syera bermonolog. “Aku memang bodoh! Harusnya aku tidak membiarkan dia menyentuhku sejak awal!”Bohong kalau Syera mengatakan dirinya tidak menginginkan hal yang sama dengan Tama. Meskipun dirinya memiliki kenangan kelam bersama lelaki itu, tetap saja Tama memiliki cara yang nyaris membuatnya takluk. Syera menggeleng samar. Lebih baik ia tidak perlu memikirkan kejadian barusan lagi. Sekalipun T
Syera mengerang kesakitan sembari mencengkeram piyamanya. Air matanya sudah bercucuran tanpa bisa dicegah. Meskipun begitu, ia berusaha bangkit dari posisinya, namun tidak bisa. Nyeri yang menjalari perutnya malah semakin terasa. Wanita itu khawatir terjadi sesuatu pada janin dalam kandungannya.“Jangan berpura-pura kesakitan, penipu!” bentak Viandra yang menganggap Syera sedang berakting. “Tidak akan ada satu pun orang di rumah ini yang membantumu! Apalagi setelah Tama tahu kamu mencuri kalung sepupuku!”Syera mengangkat kepala, membiarkan air matanya tetap mengalir. “Kembalikan kalungku! Aku tidak pernah mencuri kalung siapa pun, itu kalungku!” “Mana mungkin wanita miskin sepertimu bisa memiliki kalung sebagus ini! Lihat, kalung ini hampir mirip dengan milikku! Apa belum cukup kamu membunuhnya, kamu juga masih berani mengambil kalungnya?!” cerca Viandra dengan mata melotot. Viandra merangsek maju dan menarik rambut Syera hingga wanita itu terpaksa mendongak. “Wanita sialan! Ha
Syera spontan memejamkan mata ketika Rebecca mengayunkan tangan tepat di depan wajahnya. Bunyi tamparan yang sangat nyaring terdengar, namun Syera tidak merasakan bekas tamparan tersebut. Dan saat itu juga ia tahu siapa yang menjadi objek tamparan itu. Dengan ekspresi kesetanan, Rebecca menarik paksa Syera sampai terlepas dari pelukan Tama. “Kamu! Kamu pasti sengaja menggoda putraku, ‘kan?! Kamu sengaja ingin menguasai hartanya? Atau kamu memang sengaja ingin menghancurkan keluarga kami?!”Sebelum ibunya semakin merajalela, Tama segera memisahkan sang ibu yang murka dari Syera yang masih lemah. Ia tidak akan membiarkan wanita itu menjadi samsak kemarahan ibunya. “Ma, Syera sedang sakit. Kalau terjadi sesuatu akan semakin berbahaya.”Setelah berhasil melepaskan cengkeraman Rebecca dari Syera, Tama langsung memeluk wanita paruh baya itu. Membiarkan sang ibu menumpahkan tangis di dadanya dan menggumamkan kata maaf berulang kali. “Kenapa kamu tega melakukan itu pada Kirana? Dia past
Tanpa berani menoleh ke belakang, Syera cepat-cepat memutar kunci dengan tangan sedikit gemetar. Begitu berhasil membuka pintu, wanita itu langsung masuk dan menutup pintu. Namun, sebelum pintu benar-benar tertutup, lengan besar Tama lebih dulu menahan. Seperti biasa, tenaga Syera masih kalah jauh dari Tama. Alhasil, lelaki itu berhasil menyusul masuk dan sekarang malah sengaja menutup pintu. Syera spontan melangkah mundur dengan sorot penuh kewaspadaan. Padahal belum genap satu jam Syera berhasil melarikan diri dari rumah sakit dan sekarang Tama malah sudah berhasil menyusulnya. Tahu begini ia tidak akan langsung kembali ke rumah ini. Sekarang rencananya hancur, dirinya tidak akan bisa pergi ke mana pun lagi. Tama menatap ekspresi ketakutan Syera dengan sorot bingung. “Apa yang membuatmu takut? Kenpaa kamu tiba-tiba pergi dari rumah sakit? Apa kamu tidak sadar kalau itu membahayakan dirimu sendiri dan anak kita?”Anak kita. Syera berdecih sinis dalam hati mendengar kata-kata t
Syera terbangun karena merasakan embusan napas yang mengenai puncak kepalanya. Ia terkejut mendapati dirinya sedang memeluk Tama. Bahkan, kepalanya pun terbenam pada dada bidang lelaki yang tampaknya masih terlelap. Syera tak menyangka Tama benar-benar memilih menginap di rumah ini bersamanya padahal semalam ia sudah meminta lelaki itu pulang saja. Semalam ia terlalu lelah dan tidak tahu apakah Tama ikut menginap juga atau tidak. Namun, ternyata lelaki itu masih di sini bersamanya. Di atas ranjang kecil yang biasanya hanya cukup untuk menampung satu orang. Siang kemarin, akhirnya Tama telah menegaskan jika lelaki itu menentang keras keinginan Rebecca untuk menyingkirkan janin Syera. Tama juga berjanji akan berusaha meyakinkan Rebecca dan seluruh anggota keluarganya yang lain untuk menerima anak itu. Jujur saja, Syera masih merasa ragu. Ia khawatir Tama mengatakan itu agar dirinya lengah dan akhirnya akan mengambil kesempatan dalam kesempitan. Apalagi masalah yang harus dihadapi