"Sepertinya Den Saka sudah bisa menebak ke arah mana pembicaraan kita saat ini," kata Yadi berusaha bersikap tenang. Sepertinya efek dari kecelakaan yang ia alami membuatnya menjadi pribadi yang lebih sabar dalam menyikapi segala hal. Termasuk berbincang serius dengan anak majikannya tersebut."Aku tahu, Pak. Mata Bapak tidak bisa berbohong," renung Arsaka, kilatan di matanya semakin jelas kentara di dalam indera penglihatan pria yang berdiri di sampingnya.Arsaka terdiam. Ia memikirkan setiap kata yang terucap jelas dari bibir ibunya beberapa saat lalu. Salah satu sudut bibirnya terangkat. Ia menertawakan dirinya sendiri saat ini. Entah kenapa ia merasa jalan hidupnya begitu berliku-liku seperti jalanan yang tak kunjung usai dan terjal. Ia mendongak ke atas, menatap awan yang berarak dan berkejaran di langit biru. "Katakan Pak Yadi! Aku akan mendengar apa yang ingin bapak sampaikan padaku. Dan bapak tenang saja, aku bisa menerima masukan dari pak Yadi. Jadi, tolong jangan bersikap
Selama beberapa saat, suara musik di ruko bubur ayam menyelimuti mereka. Musik meredam rasa yang ada di hati masing-masing. Kenapa musik yang dipilih harus berbau melow seperti ini?Aih!Banyu kembali menatap Tantri dan tersenyum manis. Sensasi seperti ledakan kupu-kupu terasa di dada Tantri. Gadis itu merasakan sensasi aneh yang diam-diam menyergap ke dalam relung jiwanya saat ini. Lagi-lagi Banyu tersenyum dan tak segera buka suara, Tantri merasa tak sabar dengan apa yang akan disampaikan pemuda itu padanya. "Ada apa sih Mas Banyu? Kamu kenapa? Dari tadi senyam-senyum nggak jelas kayak gitu. Ada apa? Mas mau ngomong apa sebenarnya?" desak Tantri yang sudah tak sabar. Ia benar-benar terlihat menggemaskan di mata Banyu. Banyu tersenyum tipis. Ia pun menghela napas panjang sebelum berujar serius. Tapi belum sempat Banyu mengatakan apa yang ada di kepalanya, Tantri sudah memberengut kepadanya. "Mas nih senyam-senyum nggak jelas kayak gitu dari tadi? Mau daftar jadi bintang iklan?
Bukan tawa yang Banyu dapatkan dari gadis cantik di hadapannya. Ia bermaksud bercanda tapi sepertinya ia salah waktu dan tempat. Banyu merubah ekspresinya dengan cepat. Ia tak mau membuat Tantri salah paham pada ucapannya barusan. "Maaf ya, aku cuma bercanda. Begini aku–," ucap Banyu perlahan agar tak membuat Tantri marah kepadanya. Ia tak mau terlibat masalah dengan gadis cantik itu."Aku tanya Mas mau ke mana. Udah dijawab aja, Mas. Nggak usah bertele-tele," tegas Tantri yang mulai tampak emosi.Banyu mencoba meredam emosi di benak Tantri dengan menggapai pergelangan tangan gadis itu agar tetap tinggal di tempat duduknya. Tantri hendak beranjak dari posisinya dan ingin meninggalkan Banyu. Tapi hal itu tak terjadi karena kecepatan tangan Banyu yang segera mencegah kepergian Tantri. "Jangan pergi! Mas mungkin udah kelewatan bercandanya sama kamu. Oke, oke, Mas bakal jelasin sejelas-jelasnya. Kamu jangan marah, ya," bujuk Banyu sekuat tenaga. Tantri melepaskan cengkeraman tangan B
"Tantri!" pekik seseorang tepat di sebelah Tantri.Tantri tampak terkejut ketika menyadari seseorang berada di dekatnya. Amat sangat dekat. Sandra memicingkan mata ke arahnya. Tantri mendadak kikuk."Kamu kenapa, sih? Pak Juna tadi manggil kamu bolak-balik tapi kamunya malah diam aja? Kamu ngelamun, kan? Kamu nggak lagi ngerjain tugas dari pak Juna kan?" tebak Sandra, senior di tempat kerjanya. Tantri tersenyum malu dan sungkan. Ia menggeleng-geleng dan tidak berhasil menahan bibirnya untuk berkedut. Sandra menoleh ke belakang. Memastikan semua aman terkendali. "Kamu mikirin apa, sih? Untung aja aku bisa bohongin Pak Juna supaya nggak datangin kamu. Sekarang kamu jawab jujur, kamu kenapa? Lagi berantem sama pacar kamu? Cowok yang tadi pagi itu? Dia pacar kamu?" kejar Sandra yang sangat cerewet melebihi dirinya. Sekali lagi Tantri menggeleng. Ia tak sanggup berkata-kata. Hanya air mata yang merembes keluar dari kedua matanya. Ia tak kuasa menahan semua luka yang menghinggapi hati
"Ini nggak seperti yang terlihat, Pak Juna! S-saya… saya nggak sengaja banyak nanya sama Tantri. Saya nggak berniat sedikit pun membuat dia sedih seperti ini, Pak," kata Sandra mencoba beralasan. Arjuna mendekati keduanya. Ia tampak tak percaya begitu saja dengan kata-kata yang keluar dari bibir Sandra. Bisa saja kan kalau dia tidak datang kemari, Sandra melakukan hal aneh pada Tantri. Mungkin saja Sandra telah mengintimidasi gadis cantik itu karena iri atau seperti cerita yang pernah didengar olehnya. Senior yang sedang membully juniornya."Kamu apain Tantri sebenarnya, Sandra? Saya nggak percaya kalau dia nangis hanya karena mendengar pertanyaan dari kamu. Kamu pasti ancam dia, kan? Atau kamu melakukan kontak fisik dengannya?" serang Arjuna pada Sandra. "Sumpah mati, Pak Juna! Saya nggak bohong. Saya nggak ngapa-ngapain Tantri. Saya cuma nanya. Tapi pertanyaan saya banyak. Mungkin itu yang buat Tantri jadi nangis seperti ini, Pak," alibi Sandra yang tetep kekeuh tak mau disalahkan
Arsaka menuruni anak tangga menuju lantai bawah untuk menemui sang ibu. Ia ingin berpamitan dan pergi untuk mengunjungi suatu tempat. Pria tampan itu mengedarkan pandangannya ke segala arah. Tapi tak juga ia menemukan keberadaan ibunya. "Mama di mana, sih?" gumam Arsaka yang sesekali menggaruk kepalanya yang tak gatal. Ia merasa penasaran. Ia pun berinisiatif menuju taman belakang, siapa tahu sang ibu berada di sana. Arsaka terlihat santai mencari Mona. Sebelum mencapai tujuan, ponselnya ia setel agar tak menimbulkan bunyi selama ia pergi sesaat lagi. Setelah ponselnya telah berada dalam mode getar, ia pun mengantongi benda pipih canggih itu ke dalam saku jaketnya. Saat ini pria tampan itu mengenakan pakaian santai bukan setelan jas mahal yang biasa ia kenakan. Ia tampak semakin menawan dan pastinya dapat meluluhkan hati wanita mana pun yang ia inginkan.Tapi bukan untuk alasan itu ia berpakaian santai seperti ini. Ia memiliki misi tertentu. "Nyonya, kenapa malah melamun di sini?
Mbok Sum terdiam. Ia tak boleh asal menjawab pertanyaan sang nyonya rumah. Ia tahu kegelisahan terlihat jelas di wajah Mona saat ini. Mbok Sum tidak ingin sang nyonya semakin bersedih. "Nyonya Mona, yang tahu baik atau tidaknya hanya Nyonya saja. Saya tidak berani ikut campur. Saya hanya bisa mendoakan yang terbaik untuk Nyonya dan Den Saka. Jujur saya tidak berani asal memberi saran, Nyonya," ungkap Mbok Sum canggung. "Kenapa tidak berani? Saya sudah mempersilakan Mbok untuk mengutarakan apa yang ada di pikiran Mbok pada saya. Katakan saja Mbok," paksa Mona pada wanita yang lebih tua jauh darinya. Mbok Sum tampak bingung. Ia tak pernah melakukan hal ini sebelumnya. "Kalau menurut saya, lebih baik Nyonya katakan semuanya pada Den Saka. Sejelas-jelasnya. Agar di kemudian hari tidak ada pihak yang meracuni pikirannya. Lebih baik Den Saka mendengar langsung dari Nyonya, daripada orang lain. Saya yakin Den Saka pun ingin tahu apa yang membuat Nyonya tidak menyukai Nona Aleta dan malah
Arsaka kecewa. Ia tak menyangka telah mencintai seorang manusia berhati iblis seperti Aleta. Ia mengembuskan napas panjang dan berlalu dari sana begitu saja tanpa melanjutkan misinya datang ke tempat ini. Arsaka mengurungkan niatnya. Ia tak mau terus berada di sini terlalu lama. Ia harus pergi. Harus. Secepatnya. BruggArsaka tak menyadari kedatangan seseorang saat memutar haluan. Ia menabrak seseorang dan ia tahu betul siapakah orang itu. Ia bergerak cepat dan menundukkan kepalanya sembari menangkupkan kedua tangan di depan dada. Niatnya adalah meminta maaf. Debora yang berada di hadapannya memicingkan mata ke arahnya. Tampaknya ia merasa aneh dan curiga pada seseorang yang baru saja menabraknya. "Hei kamu! Kamu kru film ini, ya? Kalau jalan tuh lihat kanan kiri supaya nggak nabrak orang. Untung aja kamu nggak bikin tas mahal aku lecet. Kalau sampai tas aku kegores sedikit aja, kamu harus tanggung jawab nyari gantinya di luar negeri. Ngerti kamu! Huh! Anak muda jaman sekarang ko