Sudah satu minggu mereka di Paris, kini mereka memutuskan untuk kembali ke Seoul karena pekerjaan Adira yang sudah tidak bisa ditinggalkan lagi. Ayana memutuskan untuk kembali ke Apartement milik Adira untuk menghabiskan waktunya hanya berdua dengan Adira di sisa pernikahannya. Ayana melangkah masuk kedalam Apartement milik Adira. Ia melangkah perlahan sembari sorot matanya yang mengitari rumah kosong ini selama dua bulan. Ayana pun terus melangkah hingga sampai di depan kamarnya. Ia membuka pintu lalu masuk kedalamnya. Suasana dingin masih sama. Ayana pun masuk dan menaruh barang – barangnya yang ia bawa dari Paris. Saat ini Adira langsung berangkat ke kantor setelah mengantarkan Ayana untuk pulang di Apartement.- Adira melangkahkan kakinya dengan tegas masuk kedalam Kantor Raja’S Companny, kantor yang sudah ia jalankan selama delapan tahun dibawah kendalinya.“Selama siang Bapak Adira,” sapa beberapa karyawan saat melihat Adira melint
Aku mengeliat nyaman saat ada tangan yang mengusik wajah ku beberapa kali. Perlahan aku membuka mataku, dan aku sedikit terkejut melihat pemandangan yang bahkan sudah empat bulan ku lihat selama aku bangun tidur. Adira tersenyum lebar kearahku dengan wajah bare facenya yang membuatnya terlihat lebih tampan dan lucu. Saat di rumah dan bersama ku, sosok wibawa Adira menghilang entaha kemana. Ia menjadi lebih manja, manis, lembut, dan humoris. Tapi aku suka.“Selamat pagi sayang,” ucapnya dengan suara serak khas bangun tidurnya. Aku tersenyum seraya mengangguk. Aku terkejut saat Adira dengan tiba – tiba mendekat kearahku. Ia memeluk tubuhku dengan hangat dibawah selimut tebal yang membungkus ku.“Aku ngga bisa tidur semalam. Dan seharusnya kamu tahu alasan dibaliknya,” ucapnya dengan nada yang terdengar sedang menggoda ku. Aku menggeleng alih – alih mengalihkan tatapanku darinya. Namun ia menggagalkannya dengan menangkup wajahku dengan tangannya.Cupp.
Adira POV April menuntun Ayana untuk ikut bersamanya. Ia menyuruh Ayana untuk berbaring diatas brankar rapi yang sudah ia bersihkan tadi. Hatiku seolah berdetak kencang sembari menunggu April yang berusaha untuk memperlihatkan wajah kedua anak ku.“Lama banget sih lo,” celetuk ku tak sabar. Aku gemas dengan April yang sangat lelet dalam melakukan pemeriksaan. Sebenarnya bukan lelet sih, hanya saja ia melakukan prosedurnya dengan benar.“Lo bacot banget sih. Keluar dari ruangan gue sekarang.” Ucap April dengan nada ngegasnya.“Gue bayar dua kali lipat ya, kalau lo lupa.” Tegasku pada April. Terdengar suara hembusan kesal darinya. Kini April menatap ku tajam. “Apa sih yang ngga bisa lo dapatin tanpa uang? Bikin gue kesal aja.” Cercahnya.“Udah deh Mas, kenapa bikin Dokter April kesal terus sih,” sahut Ayana dengan suaranya yang lembut. Dengan cepat aku mengalihkan wajahku untuk menatap wajahnya yang cantik. Aku menggeleng, “Aku sama dia u
Sudah seharian aku mengajak Ayana untuk menghabiskan waktu di luar rumah. Melihat wajahnya yang sangat senang, membuat ku lega karena bisa membuatnya merasa bahagia hari ini. Aku melajukan mobil ku dengan kecepatan biasa, karena tidak ingin membangunkan tidurnya. Aku tersenyum melihatnya tidur pulas karena merasa lelah. Tanganku terulur untuk mengusap pelan kepalanya lembut. Aku menghentikan mobilku masuk kedalam sebuah gedung. Perlahan tanganku mulai mengusik wajahnya yang tenang, hingga ia perlahan membuka matanya yang sayu.“Sayang, bangun yuk.” Lirihku tepat ditelinganya. Ayana tampak merenggangkan tubuhnya, ia menatapku dalam diam. Terlihat karena ia masih berusaha untuk mengumpulkan nyawanya.“Kita dimana mas? Kok bukan di Apartement kamu?” tanyanya dengan suara seraknya. Aku hanya tersenyum tanpa menjawab. “Kita keluar yuk,” ajak ku. Ayana mengangguk tanpa menjawab. Wajahnya tampak penasaran dengan semua ini. Mulai dar
Aku berjalan masuk kedalam ruang kekuasaanku. Sudah lama sejak aku menikmati waktu bersama Ayana, seringkali aku bolos bekerja. Tapi aku tidak menyesali waktuku sama sekali, melainkan aku sangat menyukainya. Aku menghentikan langkahku saat melihat ada dua orang yang tidak tahu diri masuk kedalam ruanganku.“Welcome to the Jungle, broo.” Ucap Ryan dengan mulut penuh akan jajanan ringan yang ada di ruangan ku. Aku menghela sabar. Masih pagi sudah ada yang menggoyahkan kesabaranku.“Bahagia banget nih teman gue semalam,” lanjut Ryan dengan mengunyah makananku.“Masih pagi Yan, jangan bikin mood gue hancur deh karena kelakuan lo,” jawabku kesal dengan merapikan meja dan kursi kekuasaanku.“Cih! Jangan banyakin pakai perasaan, udah mau punya dua anak.” Sahut Ryan kembali kesal. Aku mengalihkan pandanganku pada satu pria yang duduk diatas sofa dalam diam. Arsen duduk dengan pandangan kosong tanpa mengucapkan sepatah kata pun sejak aku masuk kedalam ruang
Setelah menyelasaikan makan malam mereka, kini Adira dan Ayana tampak menghabiskan waktu mereka bersama didalam kamar milik Adira. Hobi baru Ayana adalah menonton drama yang baru saja ia ikuti akhir – akhir ini, karena Adira sudah tidak memperbolehkannya untuk meneruskan kuliah agar ia bisa fokus pada kedua anak yang sedang ia kandung. Semenjak kejadian Ayana yang terlihat drop, Adira saat itu langsung memutuskan untuk ikut mengambil keputusan dalam hidup Ayana walau awalnya Ayana menolak itu semua.“Lucu deh kalau mereka besok ternyata kembarnya sepasang Mas, kayak Hong Shi Ah sama Hong Shi Woo,” ucap Ayana disela – sela asik menonton drama kesukaannya. Saat setelah dua kembar sepasang itu keluar dan memainkan peran, Ayana jadi teringat dengan kedua anak yang sedang dikandungnya.“Yaudah kita cek aja jenis kelaminnya besok, ya sayang,” ucap Adira yang juga ikut menyaksikan gemasnya kedua saudara sepasang itu. Sifat Shi Ah yang pemberani, dan cuek,
Arsen melangkah masuk kedalam ruangan miliknya. Ia bersandar pada kursi kekuasaannya di kantor milik Adira. Tampak dari rautnya, ia terlihat ikut pusing dalam masalah baru yang timbul di perusahaan milik Adira ini.“Di minum dulu kopinya Sen,” Arsen mengalihkan pandangannya saat ada suara benda bergesekan didekatnya. Ada Rissa yang berdiri dihadapannya sembari membawa segelas kopi untuk dirinya.“Lo juga ngopi?” tanya Arsen pada Rissa saat ia menyeruput kopi yang dipegangnya. Rissa mengangguk samar namun tetap tersenyum. “Gue begadang semalam, jadi minum kopi buat nahan ngantuk,” jawab Rissa.“Lo kenapa begadang? Bukannya lo pernah bilang kalau ngga tahan sama kafein?” tanya Arsen lagi pada Rissa. Rissa tersenyum kaku, “Minum sedikit ngga akan bikin gue sakit perut sih.” Ucap Rissa dengan tawa diakhirnya. Arsen pun bangkit dan mengambil alih kopi milik Rissa, ia pun menyeruputnya. “Sekarang dua kopi ini milik gue,” ucap Arsen.
Adira telah menyelesaikan makan siangnya, kini ia berjalan menuju dapur untuk membuat kopi. Saat ia sedang berfokus pada kopi yang sedang dibuatnya, tiba – tiba saja ia merasakan ada yang memeluk badannya dari belakang.“Sayang, aku takut banget,” Adira menghela napas panjangnya, ia tahu siapa yang sedang memeluknya. Ia pun berbalik dan mendapati wajah takut Zayna. Ia tersenyum seperti biasa saat sedang dihadapannya.“Kalau kamu ngga merasa salah, ngga usah takut. Semuanya akan hilang dimakan waktu,” tegas Adira.“Tapi mereka semua jadi nuduh aku, padahal aku ngga tahu apa – apa.” Lanjut Zayna. Tangan Adira terulur untuk mengusap puncak kepala Zayna, “Aku percaya kok sama kamu.” Jawab Adira dengan senyum lebar.- Adira melangkah masuk kedalam rumah kecilnya. Baru saja ia memasuki pintu utama, ia sudah disuguhkan bau masakan Ayana yang sangat menggugah seleranya untuk makan. Senyum manisnya terukir dengan sendirinya, ia merasa beruntung karena mendap