Share

Bab 4. Sebuah Pertemuan!

“Deal!” tanpa berpikir panjang Airina menjabat tangan Arsen.

Keduanya resmi saling menyetujui syarat yang diberikan dalam kontrak yang dibuat dua rangkap itu.

Masing-masing mendapat satu salinan.

“Terima kasih, Airina. Kamu bisa menghubungiku sewaktu-waktu di nomor yang tertera di surat kontrak.”

“Kembali kasih, Arsen. Aku pamit dulu,” pamit Airina dengan senyum di wajahnya membuat Arsen tak sadar telah mulai merencanakan pertemuan kedua orang tuanya.

Dia benar-benar tak akan melepas Airina selamanya.

‘Andai kamu tahu sudah sejak lama aku mencarimu, Airina. Bahkan, aku selalu menolak menikah karena aku masih mencintaimu!’ batin Arsen menatap kepergian Airina.

****

Drrt!

Setelah hari melelahkan tersebut, Airina memang langsung memilih berisitirahat.

Namun, pagi-pagi sekali, sudah ada puluhan panggilan masuk dalam ponselnya dari nomor asing.

Tak hanya itu, ada satu pesan baru juga.

[ Jam 8 pagi akan ada sopir yang menjemputmu. Tolong siapkan dirimu dengan baik. Kita akan bertemu orang tuaku. ]

Membaca itu, spontan Airina mengumpulkan kesadarannya.

Berulang kali Airina membaca ulang pesan yang masuk.

[ Apakah ini Arsen? ] balasnya pada akhirnya.

Jika benar, maka ia harus siap-siap menyiapkan keberanian bertemu orang tua laki-laki itu.

“Astaga! Apa pilihanku sudah tepat?” gerutu Airina yang seketika merasa insecure dengan keluarga Pinault.

Tak lama, notifikasi pesan kembali muncul.

Segera Airina membacanya. Namun, ia terbelalak setelahnya.

[ Benar. Aku sudah di depan rumahmu. Segeralah keluar atau aku akan menemui ibumu. ]

“Gila!” pekiknya keras.

Airina sontak berlari melihat dari jendela kamarnya.

Benar saja, Arsen sudah berdiri di samping mobil Bentley hitamnya.

Di sisi lain, ibu Airina tengah berdiri menyiram tanaman di halaman kala Arsen melambaikan tangannya dengan senyum yang tersimpul di wajahnya.

“Aduh-aduh, aku harus apa untuk bertemu keluarga Yohan Pinault? Masa iya aku asal pakai baju?!”

Dengan membuka lebar almari baju, Airina merutuki isi almarinya yang tidak memiliki baju feminim.

Dengan terpaksa, ia hanya menggunakan kemeja dengan celana bahan, lalu menguncir rambutnya seperti ekor kuda.

Airina sudah kehabisan ide pakaian untuk bertemu keluarga Pinault.

“Bodo amat dikatain preman!” ketusnya.

Dengan terburu-buru, ia ke luar kamar yang sudah disambut ibunya yang secara tiba-tiba datang.

Hanya saja, Airina terperanjat saat ibunya tiba-tiba berdiri di hadapannya.

“Airin, ada Arsen, temanmu! Ibu sampai terkejut melihat penampilannya sekarang. Dia sangat tampan! Padahal dulu dia sangat culun dengan kacamata tebalnya,” ujar sang ibu antusias.

“Ibu sudah bertemu Arsen?” tanya Airina dengan mata memicing.

“Iya, dia ada di ruang tamu. Ini ibu mau membuatkan jus jeruk. Ajak ngobrol dulu ya!” Amelia berjalan pelan ke arah dapur.

Mendengar itu, Airina menghentakkan kaki ke lantai.

Perasaan kesalnya pada Arsen semakin menjadi.

Bagaimana bisa ia menunjukkan diri mendadak di depan ibu Airina?

Setelah ini, ibunya pasti akan banyak tanya. Lalu, untuk pernikahan ... bagaimana cara dia menjelaskannya?

“Selamat pagi, Airina. Ibumu tetap ramah seperti dulu ya,” ucap Arsen dengan suara berat khasnya. Airina sontak menoleh dan menyadari ada senyum jahil di wajah pria itu.

“Kenapa kamu menemui ibuku mendadak?” kesal Airina.

“Ya … harusnya kan memang seperti itu, Nona. Lambat laun, ibumu akan tahu hubungan kita, apa kamu mau merahasiakan pernikahan kita dari ibu?”

“Itu mustahil,” tambahnya tegas.

“Apa yang mustahil, Arsen?” tanya Amelia–Ibu Airina yang tiba-tiba datang dengan segelas jus jeruk.

Airina sontak menginjak kaki kanan Arsen agar tak berbicara macam-macam.

“Tidak ada ….” Arsen memaksakan senyum.

Amelia hanya mengangguk. “Arsen, minumlah! Aku masih tidak percaya jika ini kau!” ujar wanita tua itu ramah.

“Hehehe, waktu berlalu, Nyonya Amelia. Setelah lulus, aku mendapatkan tawaran pekerjaan yang mengharuskan saya mengubah penampilan,” jelas Arsen setengah berbohong.

Sebenarnya, ia dulu sengaja berpenampilan demikian agar tak banyak manusia muka dua mendekatinya.

Di sisi lain, Airina tertegun melihat keakraban antara ibunya dan Arsen. Hal yang jauh berbeda dengan mantan kekasihnya dulu.

Untuk sekadar bertamu dan menemui ibunya saja, pria itu malas sekali.

Namun, Ariana segera sadar dari lamunannya.

Tanpa basa-basi, perempuan itu pun segera memotong percakapan keduanya, “Ibu, aku dan Arsen pamit dulu ya. Takutnya nanti keburu siang, kami ada urusan sebentar.”

“Oh, baiklah. Kalian hati-hati ya,” ucap Amelia sembari mengiringi keduanya keluar rumah.

Airina tersenyum.

Dia lalu menarik lengan Arsen untuk segera masuk ke mobil.

Keheningan sontak melingkupi keduanya, hingga Arsen yang mengamati pakaian Airina akhirnya berbicara, “Mengapa kamu berpenampilan seperti ini, Airina?”

“Aku tak punya pilihan lain. Ini semua karena kamu terlalu mendadak!” ketus Airina. Ia pasrah dengan penampilannya yang mungkin akan membuat Arsen malu nanti.

Namun, Arsen hanya mengangguk saja. “Baiklah. Yang penting kamu nyaman.”

Semburat merah langsung muncul di pipi Airina.

Dia bahkan terus berusaha menormalkan degup jantungnya, hingga mobil Bentley itu berhenti tepat di sebuah rumah megah.

Begitu turun, semua orang menatap Airina lekat.

“Arsen, cepat sekali kamu datang,” ucap Ibu Arsen menyambut kedatangan anaknya dengan hangat.

Namun, begitu melihat Airina, senyum wanita itu hilang. Raut wajahnya bahkan terlihat dipaksakan. "Jadi, kamu yang namanya Airina?"

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status