“Deal!” tanpa berpikir panjang Airina menjabat tangan Arsen.
Keduanya resmi saling menyetujui syarat yang diberikan dalam kontrak yang dibuat dua rangkap itu.Masing-masing mendapat satu salinan.“Terima kasih, Airina. Kamu bisa menghubungiku sewaktu-waktu di nomor yang tertera di surat kontrak.”“Kembali kasih, Arsen. Aku pamit dulu,” pamit Airina dengan senyum di wajahnya membuat Arsen tak sadar telah mulai merencanakan pertemuan kedua orang tuanya.Dia benar-benar tak akan melepas Airina selamanya.‘Andai kamu tahu sudah sejak lama aku mencarimu, Airina. Bahkan, aku selalu menolak menikah karena aku masih mencintaimu!’ batin Arsen menatap kepergian Airina.****Drrt!Setelah hari melelahkan tersebut, Airina memang langsung memilih berisitirahat.Namun, pagi-pagi sekali, sudah ada puluhan panggilan masuk dalam ponselnya dari nomor asing.Tak hanya itu, ada satu pesan baru juga.[ Jam 8 pagi akan ada sopir yang menjemputmu. Tolong siapkan dirimu dengan baik. Kita akan bertemu orang tuaku. ]Membaca itu, spontan Airina mengumpulkan kesadarannya.Berulang kali Airina membaca ulang pesan yang masuk.[ Apakah ini Arsen? ] balasnya pada akhirnya.Jika benar, maka ia harus siap-siap menyiapkan keberanian bertemu orang tua laki-laki itu.“Astaga! Apa pilihanku sudah tepat?” gerutu Airina yang seketika merasa insecure dengan keluarga Pinault.Tak lama, notifikasi pesan kembali muncul.Segera Airina membacanya. Namun, ia terbelalak setelahnya.[ Benar. Aku sudah di depan rumahmu. Segeralah keluar atau aku akan menemui ibumu. ]“Gila!” pekiknya keras.Airina sontak berlari melihat dari jendela kamarnya.Benar saja, Arsen sudah berdiri di samping mobil Bentley hitamnya.Di sisi lain, ibu Airina tengah berdiri menyiram tanaman di halaman kala Arsen melambaikan tangannya dengan senyum yang tersimpul di wajahnya.“Aduh-aduh, aku harus apa untuk bertemu keluarga Yohan Pinault? Masa iya aku asal pakai baju?!”Dengan membuka lebar almari baju, Airina merutuki isi almarinya yang tidak memiliki baju feminim.Dengan terpaksa, ia hanya menggunakan kemeja dengan celana bahan, lalu menguncir rambutnya seperti ekor kuda.Airina sudah kehabisan ide pakaian untuk bertemu keluarga Pinault.“Bodo amat dikatain preman!” ketusnya.Dengan terburu-buru, ia ke luar kamar yang sudah disambut ibunya yang secara tiba-tiba datang.Hanya saja, Airina terperanjat saat ibunya tiba-tiba berdiri di hadapannya.“Airin, ada Arsen, temanmu! Ibu sampai terkejut melihat penampilannya sekarang. Dia sangat tampan! Padahal dulu dia sangat culun dengan kacamata tebalnya,” ujar sang ibu antusias.“Ibu sudah bertemu Arsen?” tanya Airina dengan mata memicing.“Iya, dia ada di ruang tamu. Ini ibu mau membuatkan jus jeruk. Ajak ngobrol dulu ya!” Amelia berjalan pelan ke arah dapur.Mendengar itu, Airina menghentakkan kaki ke lantai.Perasaan kesalnya pada Arsen semakin menjadi.Bagaimana bisa ia menunjukkan diri mendadak di depan ibu Airina?Setelah ini, ibunya pasti akan banyak tanya. Lalu, untuk pernikahan ... bagaimana cara dia menjelaskannya?“Selamat pagi, Airina. Ibumu tetap ramah seperti dulu ya,” ucap Arsen dengan suara berat khasnya. Airina sontak menoleh dan menyadari ada senyum jahil di wajah pria itu.“Kenapa kamu menemui ibuku mendadak?” kesal Airina.“Ya … harusnya kan memang seperti itu, Nona. Lambat laun, ibumu akan tahu hubungan kita, apa kamu mau merahasiakan pernikahan kita dari ibu?”“Itu mustahil,” tambahnya tegas.“Apa yang mustahil, Arsen?” tanya Amelia–Ibu Airina yang tiba-tiba datang dengan segelas jus jeruk.Airina sontak menginjak kaki kanan Arsen agar tak berbicara macam-macam.“Tidak ada ….” Arsen memaksakan senyum.Amelia hanya mengangguk. “Arsen, minumlah! Aku masih tidak percaya jika ini kau!” ujar wanita tua itu ramah.“Hehehe, waktu berlalu, Nyonya Amelia. Setelah lulus, aku mendapatkan tawaran pekerjaan yang mengharuskan saya mengubah penampilan,” jelas Arsen setengah berbohong.Sebenarnya, ia dulu sengaja berpenampilan demikian agar tak banyak manusia muka dua mendekatinya.Di sisi lain, Airina tertegun melihat keakraban antara ibunya dan Arsen. Hal yang jauh berbeda dengan mantan kekasihnya dulu.Untuk sekadar bertamu dan menemui ibunya saja, pria itu malas sekali.Namun, Ariana segera sadar dari lamunannya.Tanpa basa-basi, perempuan itu pun segera memotong percakapan keduanya, “Ibu, aku dan Arsen pamit dulu ya. Takutnya nanti keburu siang, kami ada urusan sebentar.”“Oh, baiklah. Kalian hati-hati ya,” ucap Amelia sembari mengiringi keduanya keluar rumah.Airina tersenyum.Dia lalu menarik lengan Arsen untuk segera masuk ke mobil.Keheningan sontak melingkupi keduanya, hingga Arsen yang mengamati pakaian Airina akhirnya berbicara, “Mengapa kamu berpenampilan seperti ini, Airina?”“Aku tak punya pilihan lain. Ini semua karena kamu terlalu mendadak!” ketus Airina. Ia pasrah dengan penampilannya yang mungkin akan membuat Arsen malu nanti.Namun, Arsen hanya mengangguk saja. “Baiklah. Yang penting kamu nyaman.”Semburat merah langsung muncul di pipi Airina.Dia bahkan terus berusaha menormalkan degup jantungnya, hingga mobil Bentley itu berhenti tepat di sebuah rumah megah.Begitu turun, semua orang menatap Airina lekat.“Arsen, cepat sekali kamu datang,” ucap Ibu Arsen menyambut kedatangan anaknya dengan hangat.Namun, begitu melihat Airina, senyum wanita itu hilang. Raut wajahnya bahkan terlihat dipaksakan. "Jadi, kamu yang namanya Airina?"Airina terdiam. Dia jelas menyadari itu. Namun, Airina menahan diri dengan terus mengulas senyum. Hanya saja, mengapa Arsen terus menggenggam tangan Airina? Airina berusaha tenang dan tidak memedulikan banyak orang yang menatap aneh ke arahnya. Tak lama, mereka pun tiba di sebuah ruangan. Ada seorang laki-laki paruh baya itu duduk membelakangi pintu. “Selamat pagi, Ayah,” sapa Arsen akhirnya. Setelahnya, laki-laki itu membalikkan kursinya, menghadap Arsen yang baru saja datang dengan seorang wanita. Hanya saja, matanya menyelidik Airina dari ujung rambut hingga ujung kaki. “Siapa dia, Arsen?” tanya Yohan dengan tatapan aneh. “Dia wanita yang akan menikah denganku besok, Ayah. Aku datang ke mari hanya meminta restu dan meminta dukungan ayah dan ibu datang,” jelas Arsen dengan tegas. Mendengar itu, raut wajah Yohan terlihat sangat murka. Tangan kanannya sampai mengepal di atas meja. Namun, dia berusaha mengendalikan ekspresinya. “Jika demikian, ayah akan adakan makan malam dad
Airina mengerutkan kening. “Maaf, Nona. Siapa yang Anda maksud pelacur itu?” balasnya kesal. Seketika Gamma menarik tubuh Airina. Tangannya bahkan menarik rambut Airina dengan kuat. “Bodoh, pelacur itu kau!” tunjuk Gemma pada Airina, “perebut tunangan orang sama saja dengan pelacur murahan! Dengan penampilanmu yang seperti gelandangan, Arsen pasti tak tertarik denganmu jika kamu tidak melemparkan tubuhmu, kan?!” “Hei, wanita murahan!" tambahnya lagi, "akan kupastikan kau menjauh dari sisi Arsen karena--" "Arrgh," pekik Airina menahan sakit. Namun, baru saja ia ingin membalas, Arsen tiba-tiba datang. "Gemma, hentikan!” teriaknya. Kedatangan Arsen sontak membuat Gemma melepaskan cengkramannya dari rambut Airina. Secepat kilat, wajah Gemma berubah sangat memelas dan seolah sangat tidak berdosa. “Darl, pelacurmu itu yang memulai dulu, A-aku hanya memberinya pelajaran,” jelas Gemma dengan suara yang dibuat-buat. ‘Huek,’ gumam Airina dalam hati. Rasanya, dia ingin membalas jambaka
"Hah?" beo Airina tanpa sadar.Belum sempat memproses maksud ucapan tersebut, Arsen sudah kembali berbicara, "Tak usah dipikirkan. Yang jelas, lakukan perintahku sebelum aku berubah pikiran, Nona Airina.”Pria itu pun duduk di hadapan Airina sambil bersedekap dada. Matanya intens melihat wanita dengan rambut yang tergerai.Hanya saja, Airina fokus pada berkas yang ia berikan.Begitu selesai, Airina tiba-tiba mendongak.Dua pasang mata itu kembali bertemu tanpa sengaja.“Su-sudah.” Gemetar tangan Airina menyerahkan selembar kertas pada Arsen yang entah mengapa seperti ingin ... melahapnya?“Hanya ini?” tanya Arsen sembari menyunggingkan senyumnya sebelah.Airina sempat mengerutkan kening sebelum mengangguk. “Ya, aku hanya ingin meminta dukungan biaya untuk merintis bisnis bridal,” yakinnya.Pria itu lantas mengangguk. “Jika hanya itu biar aku atur, kembalilah ke kamarmu!” titahnya.“Terima kasih, Arsen.”Setelah berkata demikian, Airina bangun dari duduknya.Hanya saja, langkahnya terh
Mendengar itu, Airina menaikkan sebelah alisnya. “Ada urusan apa Anda di sini, Nona Gemma?” tanyanya singkat."Urusanku?" Tiba-tiba saja, Gemma berlari masuk ke ruangan Monsieur Pinault. Tangannya menarik Arsen dalam pelukannya. Siapapun yang melihat pasti menyadari bahwa pria itu sangat tak suka dengan kelakuan Gemma. Namun, wanita itu tak peduli dan justru berkata, "Aku ingin mengambil priaku."Mata Arsen membelalak. Dia membiarkan Gemma karena hubungan baik antarkeluarga mereka.Tapi, sepertinya wanita itu malah menjadi-jadi. Didorongnya Gemma agar menjauh darinya. “Apa yang kau lakukan, hah?!” bentak Arsen keras, "kau ingin kerjasama keluargamu diputus?" Alih-alih takut atas ancaman itu, Gemma malah semakin erat memeluk Arsen. “Jangan pura-pura tak suka, Darl. Apa kau membentakku agar jalang lusuh dan menjijikan itu tak marah padamu?” "Hei, pergilah! Arsen tak benar-benar menyukaimu," makinya pada Airina. Mendengar itu, Airina hanya tersenyum. Namun, itu justru membangkitk
Seorang pria baruh baya tampak berdiri dan menunduk hormat begitu Arsen dan Airina tiab di hadapannya.“Silakan duduk!” ucap Arsen pada tamunya itu.“Terima kasih, Tuan.”Setelahnya, Arsen membicarakan tentang konsep dekorasi ulang apartemen. Airina sebenarnya mendengarkan hal tersebut. Sesekali, ia ingin menimpali. Tapi, ia tersadar, apa haknya atas apartemen Arsen?Jadi, Airina memutuskan menatap sekeliling interior ruangan Arsen. Cukup lama percakapan itu terjadi, Airina pun teringat butiknya. “Arsen, maaf aku harus kembali ke butik,” bisiknya lirih.Arsen sontak menatap wanita itu, lalu mengangguk pelan. Melihat itu, Airina beranjak meninggalkan ruang tamu. Hanya saja, ia tak menyadari kakinya akan tersandung kaki kanan Arsen, hingga membuatnya hampir.Untungnya, Arsen berhasil merengkuh Airina dan mendudukkannya di atas paha pria itu. Deg!Degup jantung keduanya menjaadi tidak beraturan. Keduanya saling menatap intens.“Ekhm!” Pria paruh baya itu berdeham menyadarkan kedua
"Musuh?" ulang Ariana Ia sontak teringat mantan kekasih dan sahabatnya, Namun, ia segera menggelengkan kepala. Rasanya, tak mungkin mantan kekasih dan sahabatnya itu memiliki uang untuk melakukan ini semua. Toh, Airina tak pernah menghubungi keduanya lagi sejak hari pengkhianatan itu.“Aku tak tahu. Apa mungkin ini ulah iseng yang iri dengan pencapaian butik ini?" ucap Airina kembali, lalu hanya bisa duduk menatap ke luar. Namun, tiba-tiba, ia teringat sebuah nama. Pemberitaan ini seolah menyudutkan Airina dan membuat masyarakat bersimpati pada.... “Apa ini perbuatan Nona Gemma?” ucapnya mendadak. Arsen menaikkan sebelah alisnya dan mengingat kejadian akhir-akhir ini. “Sepertinya begitu, tetapi kita perlu bukti untuk mencengkramnya. Untuk mengendalikan situasi, aku akan mengadakan konferensi pers segera." Aura kemarahan terlihat dari pria yang biasanya sabar itu. Airina sontak bergidik ngeri. Seketika, ia merasa khawatir dengan nasib para wartawan yang mungkin hanya bekerja
"Arsen, jangan terbawa emosi ...." Airina mengusap pelan pundak Arsen dengan lembut. Lelaki di sampingnya itu menatap lekat ke arahnya, ulasan senyum Airina berhasil meredakan emosinya. "Aku akan mengatur makan malam bersama Gemma segera!" ujarnya. Airina mengangguk, "Terima kasih, Arsen!" "Apa pun akan aku usahakan untukmu, Airina. Katakan padaku apa pun yang kau inginkan!" tutur Arsen dengan lembut. Airina merasa pipinya kini sedang merona seperti kepiting, suami kontraknya ini selalu berhasil membuat dirinya tersanjung. "Apa ada hal lain yang ingin kamu katakan padaku?" tanya Arsen mencairkan suasana. "Tidak ada, terima kasih. Em, a-aku akan memasak untukmu sebagai tanda terima kasih," ucap Airina dengan antusias. Arsen mengulas senyum tipis, hatinya merasa hangat dengan kehadiran Airina. "Hahaha, lakukan apapun yang membuatmu nyaman di sini!" Ucap Arsen dengan memberikan tatapan intens pada Airina.Jari telunjuknya itu dengan sengaja menyentuh dagu Airina, mata keduanya
"Mau? mau apa?" tanya Airina berulang. Alih-alih menjawab pertanyaan. Arsen malah menyibakkan rambut Airina yang tergerai, membuat tubuh Airina kaku seketika. "Arsen, aku khawatir," lirih Airina. Kini mata teduh itu menatap lekat ke arah manik mata Airina. "Khawatir tentang apa? Apa kamu takut sesuatu? atau ada hal yang membuat kamu tidak nyaman? katakan saja!" berondong tanya Arsen seperti seorang suami pada istrinya. "Aku takut jika ... Nona Gemma bukan pelaku teror ini, lalu siapa-" Ucapan Airina terhenti, Arsen kini merangkul pundak Airina. mengusap pelan puncak kepala wanita itu dalam dekapannya. Tanpa banyak kata dan basa-basi, "Airina, jangan mengkhawatirkan hal-hal kecil seperti itu. Aku berjanji akan menemukan pelaku teror itu, tenanglah!" ucapnya. "Aku ini Tuan Muda Pinault, semua hal yang menggangu ketenanganmu akan aku cari sumbernya sampai akar!" tambahnya tegas. Airina seolah dihantam kenyataan, benar! Arsen bisa melakukan apa pun jika dia mau. Apalagi hanya pel